Di Minangkabau para petinggi adat biasanya berbicara dengan bahasa kiasan (Alua ),yaitu berbalas pantun dalam acara adat.
Pantun memiliki nama lain dalam bahasa-bahasa daerah, dalam bahasa Jawa, pantun dikenal dengan parikan, dalam bahasa Sunda pantun disebut paparikan dan dalam bahasa Batak, pantun dikenal dengan sebutan umpasa.
Pantun diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya tak benda pada sesi ke-15 Intergovernmental Committee for The Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage di Kantor Pusat UNESCO di Paris, Perancis, pada tanggal 17 Desember 2020.
Rambu-rambu Pantun
Satu bait harus terdiri dari empat baris, tidak boleh tiga atau lima.Â
Satu baris terdiri atas empat sampai lima kata. Satu baris terdiri atas delapan sampai duabelas suku kata.
Bersajak a-b-a-b. Baris pertama dan kedua disebut sampiran atau pembayang.Â
Baris ketiga dan keempat disebut isi atau maksud pantun.
Ketika Bunda Lely bertanya," apakah pantun boleh bersajak a-a-a-a"
Pak Miftah menjawab," boleh saja, tetapi itu akan mengurangi keindahan pantun. Jadi jika sajaknya a-a-a-a, jatuhnya akan menjadi syair".Bahkan ada pantun yang hanya dua baris saja.Pantun jenis ini disebut karmina ( pantun kilat)
Perbedaan Pantun, Syair,karmina dan gurindam