Setusuk ayam bumbu kuning harus diganti. Awalnya ada dua potong, tapi aku harus membuatnya menjadi satu potong saja per tusuk untuk mempermudah bebakaran hari itu, di rumah sederhana yang belum lama dibangun.
Di atas piringan alas hitam nan panas, ayah telah meletakkan sedemikian sate, tidur berjejeran dan siap dimatangkan. Ibu membantu temannya dalam menyiapkan ikan gurameh, bersamaan dengan itu, adikku bermain gadget. Demikian, aku perhatikan betul daging-daging tak berbentuk itu. Ah, belum matang. Kuberi sedikit mentega setelah diarahkan oleh Om---teman orangtuaku, sekaligus pemilik tempat---dengan intuisi bahwa daging ayam tengah menuju kematangan yang hakiki.
Membangun Relasi Keluarga
Standar keluarga bahagia tidak bisa disamakan dengan keluarga damai.
Saya pun tak berminat menerangkan apa itu arti keluarga yang sebenarnya. Saya kira kalian, para pembaca, lebih paham daripada saya. Yang saya tekankan di sini adalah relasi itu sendiri, hubungan di dalam keluarga.
Jika bisa, saya ingin hubungan baik ini berlanjut hingga di kemudian hari. Tidak ada hal buruk bila mengamini kedamaian singkat tanpa perseturuan tak perlu.
Ayo, Bakar-bakar
Berharap memiliki keluarga baru tentu tidak mudah. Jika biaya seorang anak saja bisa mencapai ratusan juta, bagaimana dengan yang sudah melewati masa anak-anak?
Sekalipun udara sejuk dari Gunung Merapi ini menenangkan, relasi antar sesama akan lebih membuahkan makna dari ketenangan sesungguhnya. Walaupun hanya sekilas dan sangat sementara, momentum itu sungguh dibutuhkan. Jika saya bisa mendapatkannya, bagaimana dengan kamu?