Hari cerah ketika menuju Saenam sore itu. Perjalanan mendaki dengan jalanan aspal yang sebagian telah rusak  dengan menggunakan ojek yang dikendarai Dedi, penduduk lokal asli Suku Dawan.Â
Dua motor lainnya dikendarai oleh Firmon Adrian berboncengan dengan calon istrinya, Ido Naben yang  menggendong Caca keponakannya. Dan satu motor dikendarai oleh Win Naben, ibunya Caca. Â
Mereka semuanya penduduk dalam satu kecamatan yang sama di Miomaffo Barat. Saya sudah ketiga kalinya mengunjungi Miomaffo Barat, Timor Tengah Utara - tepatnya ke Eban. Namun pergi ke Saenam, salah satu desa tetangga dari Eban - ini baru pertama kalinya.
Barangkali juga karena bebukitan padang-padang savana yang dibaluti rerumputan dan menyembul di antaranya bunga-bunga liar  indah yang tumbuh di mana pun mereka mau.Â
Pohon-pohon pinus, ampupu dan mahoni menjulang tinggi. Saya merasa bukan sedang berada di daratan Timor yang terkenal gersang - ini wilayah Timor yang sama sekali tak terbayangkan.
Mereka  pemandangan yang indah, yang membuatku tersenyum bahagia.  Kulihat Dedi yang pikirannya tak terbaca -  yang  harus terus bersiap-siap kesabarannya diuji oleh penumpangnya yang kalap melihat  seluruh suguhan alam Saenam yang terberkati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H