Mohon tunggu...
Erna Suminar
Erna Suminar Mohon Tunggu... Dosen - Pembelajar, sederhana dan bahagia

# Penulis Novel Gerimis di El Tari ; Obrolan di Kedai Plato ; Kekasih yang tak Diinginkan ; Bukan Cinta yang Buta Engkaulah yang Buta. Mahasiswa Program Doktor Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Merayakan Cinta di Saenam

9 November 2018   15:10 Diperbarui: 9 November 2018   15:39 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah adat Timor di bukit yang sunyi

Hari cerah ketika menuju Saenam sore itu. Perjalanan mendaki dengan jalanan aspal yang sebagian telah rusak  dengan menggunakan ojek yang dikendarai Dedi, penduduk lokal asli Suku Dawan. 

Dua motor lainnya dikendarai oleh Firmon Adrian berboncengan dengan calon istrinya, Ido Naben yang  menggendong Caca keponakannya. Dan satu motor dikendarai oleh Win Naben, ibunya Caca.  

Mereka semuanya penduduk dalam satu kecamatan yang sama di Miomaffo Barat. Saya sudah ketiga kalinya mengunjungi Miomaffo Barat, Timor Tengah Utara - tepatnya ke Eban. Namun pergi ke Saenam, salah satu desa tetangga dari Eban - ini baru pertama kalinya.

Rumah adat Timor di bukit yang sunyi
Rumah adat Timor di bukit yang sunyi
Seperti halnya desa tetangganya, Eban yang sangat indah dan  romantis -  Saenam pun demikian. Sergapan sunyi dan Angin Timor serta luruh dedaunan di sepanjang perjalanan dengan dahan-dahan yang menari-nari menjadi suguhan alam yang membawa jiwa saya terbang ke langit yang tinggi. 

Barangkali  juga karena bebukitan padang-padang savana yang dibaluti rerumputan dan menyembul di antaranya bunga-bunga liar  indah yang tumbuh di mana pun mereka mau. 

Pohon-pohon pinus, ampupu dan mahoni menjulang tinggi. Saya merasa bukan sedang berada di daratan Timor yang terkenal gersang - ini wilayah Timor yang sama sekali tak terbayangkan.

Kuda yang merumput dengan tenang
Kuda yang merumput dengan tenang
Saya memandangi padang-padang savana dan bukit-bukit sejauh titik penglihatan saya berhenti, sambil menerka-nerka -- apa yang ada di balik bukit sana? Suara burung apa yang bernyanyi di pepohonan yang tinggi. Kuda-kuda merumput dengan tenang. Sapi-sapi berjalan-jalan kian kemari di bukit-bukit tak berpenghuni. Tak ada seorang pun yang mengganggunya. Merdeka sekali.

Win, Caca, Ido, Firmon dan sapi-sapi..
Win, Caca, Ido, Firmon dan sapi-sapi..
Kupandangi Firmon Adrian, lelaki Timor yang lembut dan tenang -- serta  Ido Naben yang penuh perhatian. Mereka saling melemparkan senyum dan tertawa berderai bersama sambil menuruni bukit. Kunikmati Win Naben yang keibuan dengan putrinya yang ceria, Caca..berlari-lari sembari tertawa-tawa. 

Mereka  pemandangan yang indah, yang membuatku tersenyum bahagia.  Kulihat Dedi yang pikirannya tak terbaca -  yang  harus terus bersiap-siap kesabarannya diuji oleh penumpangnya yang kalap melihat  seluruh suguhan alam Saenam yang terberkati.

Sapi sendiri
Sapi sendiri
Jika saja ada seribu alasan -- saya akan bertahan di sini -- mengikuti kata hati ke mana akan pergi. Namun senja terus meninggi. Dan memang saya harus pergi -- untuk kembali. Begitulah orang yang jatuh hati pada Tanah Timor, selalu ada alasan untuk bertahan dan kembali. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun