Mohon tunggu...
Erna Suminar
Erna Suminar Mohon Tunggu... Dosen - Pembelajar, sederhana dan bahagia

# Penulis Novel Gerimis di El Tari ; Obrolan di Kedai Plato ; Kekasih yang tak Diinginkan ; Bukan Cinta yang Buta Engkaulah yang Buta. Mahasiswa Program Doktor Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Wahai Kebosanan yang Tidak Mengagumkan

19 November 2013   04:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:58 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_302773" align="aligncenter" width="460" caption="credit image : http://ilookilisten.files.wordpress.com/2010/11/bored2.gif"][/caption]

Ada kalimat yang ditulis oleh Anthony de Mello, dalam buku ‘Burung Berkicau’ yang sangat sederhana,  namun manis :

‘Wahai keajaiban yang mengagumkan,

Aku memotong kayu !

Aku menimba air dari  sumur!’

Sekilas, kata-kata itu terdengar tidak penting dan sedikit agak konyol. Apa yang mengagumkan dari  memotong kayu dan menimba air? Pekerjaan itu adalah pekerjaan kasar dan sangat sederhana, yang bisa dilakukan oleh kebanyakan orang. Pekerjaan yang tidak memerlukan kekuatan otak, dan keterampilan tertentu. Pekerjaan kasta terendah dalam sebuah keterampilan hidup.  Tetapi, ternyata  de Mello memiliki pemikiran lain.  Semua menjadi ajaib  dan mengagumkan apabila setiap manusia melakukan sesuatu disertai dengan sebuah penerangan budi.

Sama halnya dengan seorang perempuan -terutama ibu-ibu rumah tangga- yang merasa hidupnya tak berharga karena mengerjakan pekerjaan yang sama setiap hari, dan ruang gerak yang terbatas.  Kebosanan itu membuat rumah-rumah mereka tidak terawat dengan baik. Juga anak-anaknya yang berkeliaran entah ke mana. Menjadi ibu rumah tangga akhirnya tidak menjadi jaminan bahwa seluruh keadaan di dalam rumahnya menjadi baik-baik saja. Rumah dan halaman rapi  dan bersih, kemudian anak-anak tumbuh kembang dengan sehat dan berbudi pekerti baik.

Untuk melarikan kebosanan-kebosanan itu,  banyak   ibu rumah tangga   yang tergoda  nonton infotainment, nonton sinetron dan menjadi aktivis jejaring sosial. Selain itu, mereka tergoda untuk membahas remeh temeh kehidupan yang berakhir dengan cerita yang seru-seru tentang gosip, untuk membuang waktu yang  terasa lebih panjang.  Terkadang, mereka sering mendramatisir pekerjaan-pekerjaan rumah yang terasa menghabiskan waktu mereka. Padahal tidak.  Jika rumahnya  tidak terlalu besar dan anak-anaknya bukan bayi lagi, waktu luang itu masih banyak.  Pekerjaan rumah tangga itu dapat disederhanakan, asal tahu bagaimana cara mengatur. Pekerjaan rumah tangga tak akan selesai dengan keluhan.  Dan memang pekerjaan rumah  tak akan ada selesainya. Jadi  kerjakan saja, tanpa berpikir segala sesuatunya harus sempurna.

Perempuan –ibu rumah tangga- sebenarnya masih banyak memiliki waktu untuk mengembangkan diri di sisi lainnya, dan menikmati keajaiban-keajaiban kehidupan ini dengan sudut pandang yang berbeda.  Lupakan  para pembantu yang harus dibayar mahal (jika keuangan tidak memungkinkan) untuk menghadirkan rumah  tinggal yang menyenangkan dan juga  menyelami kehidupan yang lebih dalam. Dengan menaklukan kebosanan itu sendiri.

Wahai Kebosanan yang Tidak Mengagumkan

Inti dari  kalimat  de Mello, menjadi konsisten adalah sesuatu yang sulit. Ketika mengerjakan yang itu-itu saja setiap hari, pasti membosankan.  Salah satu cara mengatasi kebosanan dalam mengerjakan sesuatu menurut de Mello adalah dengan mengubah sudut pandang kita. Pandanglah semua apa yang ada di depan kita, untuk hal-hal yang remeh temeh dengan penuh kekaguman.  Melihat dan mengerjakan sesuatu dengan penuh rasa kagum akan terasa menggairahkan.

Ada sebuah buku yang pernah saya baca, lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Judulnya lupa.  Buku itu  semacam buku panduan  pengasuhan anak-anak. Dalam buku itu diceritakan ; yang pertama kali perlu dilakukan seorang ibu  untuk mengubah hidup adalah, lihatlah rumah dan halaman seperti pertama kali kita datang ke sana. Tataplah semua pojok-pojok ruangan dengan penuh gairah.  Persoalannya adalah, bagaimana menyetel perasaan agar tetap penuh rasa kagum dan bergairah di setiap harinya ?

Karena itu, de Mello menyarankan orang-orang agar melihat anak kecil ketika melakukan dan melihat sesuatu. Anak kecil biasa melihat sesuatu  dengan rasa kagum. Kagum itu adalah inti dari kontemplasi.  Hasil dari kotemplasi adalah pencerahan dan terbukanya pikiran dengan sudut pandang yang penuh gairah serta perasaan senang. Mungkin kita butuh mengerjakan sesuatu dengan cara yang lebih kontemplatif. Pada akhirnya,     menyetrika layaknya main mobil-mobilan, dan memasuki setiap pojok-pojok ruangan dan halaman layaknya berwisata. Dan, mata kita berbinar-binar melihat semuanya, bukannya nanar.  ‘ Alhamdulillah, banyak yang bisa dikerjakan di hari ini.  Di rumah ini ternyata masih ada kehidupan.’

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun