Mohon tunggu...
Erna Suminar
Erna Suminar Mohon Tunggu... Dosen - Pembelajar, sederhana dan bahagia

# Penulis Novel Gerimis di El Tari ; Obrolan di Kedai Plato ; Kekasih yang tak Diinginkan ; Bukan Cinta yang Buta Engkaulah yang Buta. Mahasiswa Program Doktor Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Sayap-Sayap Patah

21 Juli 2011   04:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:30 2465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13112237822016571469

Salah satu buku jadul,magnum opus dari sang maestro sastra, Kahlil Gibran adalah Sayap-Sayap Patah. Buku ini telah banyak diresensi dan dibaca jutaan orang diseluruh dunia sejak terbitnya pertama kali, yaitu pada tahun 1922. Posting ini sebenarnya bukan cuma ketinggalan kereta lewat, lebih tepatnya ketinggalan meteor jatuh. Kalau pun saat ini saya mengupasnya kembali, bukan sebagai pelengkap apalagi meresensi.Sebutan yang paling cocok adalah melengkapi penderitaan cara saya menulis.

Jujur saja, saya tak mampu menilai karya sehebat Kahlil Gibran. Pun ketika merangkum, ternyata saya pun tak bisa menyajikannya dengan indah seperti yang lainnya, Paling tidak postingan ini sekedar untuk meresume untuk kepentingan pribadi.

Buku ini berkisah tentang kasih tak sampai antara tokoh “Aku” dan Selma Karamy.Ceritanyasebenarnya cukup sederhana, kalau di Indonesia mirip dengan Siti Nurbayadengan latar Minangataucerita skenario film The Princess dengan latar keluarga bangsawan Inggris. Namun karena penulisnya amat piawai merangkai kalimat indah, jadilahbuku yang kaya dengan bahasa sastra metafor yang amat menawan

Selma Karamy adalah cinta pertama sang “Aku”, yang menjadi tokoh utama dalam buku ini, namun jalinan kasih itu akhirnya harus pupus karena sang ayah, Farris Effandi tak sanggup menolak lamaran uskup Bulos Galib untuk kemenakannya yang bernama Mansour Bey.Pilihan sang Uskup pada Selma semata-mata karena uang ayahnya Selma yang tentunya akan menjamin Mansour Beymenjadi kaya, sejahteradan membuatnya jadi orangpenting. Ayah Selma sempat meminta kepada “Aku” agar menjaga Selma danmenjadi menjadi sahabat yang setia.

Cinta “Aku” dan Selma sulit dipisahkan. Diam-diam antara Aku dan Selma sering bertemu di suatu tempat. (maklum..dulu belum ada fesbuk, YM dan sejenisnya, sih) Mereka berbicara berbicara tentangmasa kini, mengkhawatirkan masa depan, mengatakan rahasia yang tersembunyi dikedalaman hati masing-masing, mengeluhkan kesengsaraan dan penderitaan mereka berdua, dan saling menghiburdengan harapan khayali dan mimpi penuh duka. Pembicaraan mereka tak terbatas soal diantara mereka berdua, tetapi juga soal masalah-masalah kontemporer. Mereka saling bertukar pikiran dengan asyik-nya. Kendati secara raga mereka tak bersatu, namun jiwa dan hati mereka bertemu.

Selma meninggal dunia sesaatsetelah melahirkan putranya, yang juga sama-sama menjemput kematian. Mansour Bey tak memperlihatkan kepedihan itu, seolah mati rasa.Justru “Aku” lah yang paling merasakan duka cita yang sangat mendalam. Novel ini diakhiri dengan hancurnya hati sang Aku yang juga menjadi epilog dari kisah ini,“..Ketika si penggali kubur menghilang di balik pohon-pohon poplar, aku tidak tahan lagi; aku menjatuhkan diri di atas makam Selma dan meratap “.

Apabila anda sempat membacanovel ini, mungkin puisi sayap-sayap patah ini akan membantu kita untuk ikut lebih menghayati bagaimana remuk redamnya sang tokoh “Aku”, ketika ia menyadari bahwa jalinan kasih diantara mereka tak akan pernah menepi.

Wahai langit

Tanyakan pada-Nya

Mengapa Dia menciptakan sekeping hati ini..

Begitu rapuh dan mudah terluka

Saat dihadapkan pada duri-duri cinta

Begitu kuat dan kokoh

Saat berselimut cinta dan asa

Mengapa Dia menciptakan sayang dan rindu

Didalam hati ini

Mengisi kekosongan di dalamnya

Menyisakan kegelisahan akan sosok sang kekasih

Menimbulkan segudang tanya

Menghimpun berjuta asa

Memberikan semangat

Juga meninggalkan kepedihan tak terkira

Mengapa dia menciptakan kegelisahan di relung jiwa

Menghimpit bayangan

Menyesakkan dada

Tak berdaya menolak gejolakyang menerpa

Wahai ilalang…

Pernah kah kau merasakan rasa yang begitu menyiksa ini

Mengapa kau hanya diam

Katakan padaku

Sebuah kata yang bisa meredam gejolak hati ini

Sesuatu yang dibutuhkan raga ini

Sebagai pengobat untuk sakit yang tak terkendali

Desiran angin membuat berisik dirimu

Seolah ada sesuatu yang kau ucapkan padaku

Aku tak tahu maksudmu

Hanya menduga

Bisikanmu mengatakan ada seseorang dibalik bukit sana

Yang menunggumu dengan setia

Menghargai arti cinta

Hati yang terjatuh dan terluka

Merobek malam menorah seribu duka

Kukepakkan sayap-sayap patahku

Mengikuti hembusan angin yang berlalu

Menancapkan rindu

Di sudut hati yang beku

Dia retak, hancur bagaikan cermin

Berserakan..

Sebelum hilang di terpa angin

Sambil terduduk lemah

Kucoba mengais sisa hati

Bercampur baur dengan debu

Ingin kurengkuh

Ku gapai kepingan di sudut hati

Hanya bayangan yang kudapat

Ia menghilang saat mentari turun ke peraduannya

Tak sanggup ku kepakkan sayap ini

Ia telah patah

Terusuk duri-duri yang tajam

Hanya bisa meratap

Meringis

Mencoba menggapai sebuah pegangan

_______

Rujukan : Kahlil Gibran, (Sapardi Djoko Damono, penerj.), Sayap-Sayap Patah, Bentang Pustaka, 2011

Puisi diunduhdan dituliskan kembali dariwebsite : www.catatanharian.wordpress.com

Sumber gambar : www.joon.be

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun