Ingin rasanya setiap hari ditawari "Kamu ingin makan apa" oleh ibunya. Bisa tidak ya? Ah, ya tak apa kalau hanya sesekali makan enak di luar seperti ini, Nehemia menggumam.
Bangku kosong di depan mereka kini terisi oleh satu ibu, satu tante, dan seorang bocah seusianya. Suasana mulai ramai. Tapi tampaknya hanya suara anak itu yang terdengar. Ia bertanya ini itu dan ingin makan bakso juga seperti dirinya.
"Nasi goreng saja ya, Nak?" pinta tantenya.
Si bocah menggeleng.
"Tapi tunggu sampai baksonya tidak panas lagi baru dimakan," akhirnya si tante yang memutuskan mau pesan apa.
Kalau waktu menunggu pesananan ia dan ibunya minum teh manis hangat, kali ini Nehemia mendengar si bocah di depannya bertanya ini dan itu. Wajahnya sumringah.
Tampaknya dua perempuan itu tidak suka. "Kamu cerewet betul. Anak laki-laki jangan cerewet. Jelek," kata salah satu dari mereka.
"Iya, jangan begitu ah. Masa laki-laki cerewet," susul ibu yang lain. Ia mencecar anak kecil tanpa peduli wajah si bocah tiba-iba memerah karena malu.
Tampaknya dua perempuan itu, ya dua perempuan yang membawa si bocah ke tempat makan itu, berhasil membuat seorang anak kecil merasa ciut hati.
Tetapi tidak lama. Sambil mulai mencicipi kuah bakso yang gurih, ia kembali berbicara ini dan itu, bertanya macam-macam.
Mata Nehemia tak berkedip menyaksikan adegan di depannya. Ia ingin bertanya sesuatu kepada ibunya, tapi urung. Ibunya sedang bergegas menyelesaikan urusan makan mereka ke kasir. Lalu kembali sambil meraih tangannya.
"Ayo kita pulang Nehemia."
Ia berdiri, menggapit lengan ibunya lalu keluar bersama-sama. Tak sampai lima langkah, ia bertanya, "Ma, apa anak laki-laki tak boleh cerewet?"
"Boleh," jawab ibunya.
"Tapi kenapa anak laki-laki di depanku tadi dimarahi ibunya waktu banyak bertanya?"
"Hmmm ......"
"Kenapa Ma?"
"Mama tidak tahu, sayang."
Nehemia tidak bertanya lagi. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H