Mohon tunggu...
Erna Manurung
Erna Manurung Mohon Tunggu... Penulis - Sedang bermukim di kampung halaman (Serang, Banten)

Senang menulis hal Ikhwal masalah-masalah kesehatan jiwa, sesekali jalan-jalan di sekitar rumah lalu melaporkannya ...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

(Cermin#1) Kamu Ingin Makan Apa?

9 Juni 2021   19:25 Diperbarui: 9 Juni 2021   20:09 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hati anak kecil itu membuncah setiap kali mendengarnya. Mau makan apa adalah kemewahan. Tidak setiap saat ia mendengar tawaran ini. Dan hari ini ia mendapatkannya.

"Aku mau makan bakso, Ma," jawabnya penuh semangat.

"Bakso lagi?" tanya ibunya.

Si bocah mengangguk riang. Ya, bakso lagi. Yang tempatnya di sudut pasar sentral tempat ibunya biasa berjualan serta berbelanja kebutuhan dapur.

"Baiklah. Kita ke sana. Tapi ingat ya, jangan pakai sambal," nasihat sang mama.

"Iya."

Sambal adalah kegemaran si bocah yang masih berumur 7 tahun itu. Meski sering berkeringat kepanasan, ia tetap saja mencari sambal setiap kali makan di luar. Sedangkan ia anti makanan pedas. Entah sejak kapan. Mungkin sejak ayah si bocah pergi tanpa pamit dan meninggalan hati yang pedas di hatinya. Atau barangkali ada sebab lain.

Mereka menemukan bangku yang masih kosong di dekat perapian. Anaknya lebih senang duduk di ujung ketimbang di tengah. Meski ibunya berkali-kali meminta si bocah pindah duduk, tak akan mempan. Alasil, tampaklah pemandangan yang ganjil; dua ibu duduk bersebelahan, di pinggir dan di tengah, sementara si bocah duduk di tepi yang lain.

Karena itu, kali ini ia membiarkan ketika Nehemia, nama bocah itu, segera menentukan posisi duduknya. Ia mengapit ibunya bersama ibu yang satu lagi di ujung yang lain.

Sang mama tersenyum. Sambil menungu bakso dihidangkan, mereka menikmati teh manis panas yang sudah lebih dahulu dipesan.

Sembilan tahun lalu, tempat ini masih asing bagi keduanya. Sejak perempuan itu masih bersama suaminya, dan bahkan ketika si kecil lahir, ia hidup nyaman di rumah. Segala kebutuhan tercukupi dari gaji si kepala keluarga. Karena itu ia tak pernah diizinkan bekerja di luar rumah, apalagi berjualan soto seperti yang kini dilakukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun