Mohon tunggu...
Erna Davariz
Erna Davariz Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Pegiat dan Pembelajar Demokrasi dan Adat Bugis ernajpp28@gmail.com 085243477344

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Menanggulangi Ancaman Pendidikan dengan Mitra Cerdas-nya AJB Bumiputera 1912

14 Agustus 2016   09:45 Diperbarui: 14 Agustus 2016   09:58 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ana Mustamin dan Kang Isjed - Kompasiana nangkring bersama AJB Bumiputera 1912. (dok.pri)


Tulisan ini akan saya mulai dengan kisah seorang ayah yang memilik enam anak. Salah satu anaknya, yang nomor 4, telah meninggal dunia pada tahun 2008. Istrinya telah meninggal, 18 tahun yang lalu. Yang dirasakan oleh seorang anaknya, ketidakhadiran seorang ibu juga memiliki dampak yang sangat besar. Tidak keliru jika dikatakan bahwa siapa yang harus diberi asuransi terlebih dahulu dalam keluarga, adalah ayah. Betul. Namun, setelah ayah sebagai pencari nafkah, ibu harus diasuransikan pada posisi kedua. Dua anak nomor 1 dan 2 masing-masing pernah melanjutkan sekolah di Makassar namun berhenti di pertengahan tahun karena sesuatu hal. Sementara anak kedua, sempat melanjutkan kuliahnya di salah satu sekolah tinggi di Watampone, namun berhenti pada semester 2.

Anak nomor 3-nya meninggal dunia ketika semester 7 karena tumor yang telah membunuh janinnya terlebih dahulu. Sekarang, yang bisa membuat ayah ini bahagia dan bersyukur karena anak keempatnya telah menyelesaikan pendidikan strata satunya dan sekarang melanjutkan studi S2 nya di Yogyakarta, meski dengan biaya sendiri. Saat itu, anak ini mengajukan beasiswa namun tidak lolos. Sialnya lagi pengumuman anak ini bahwa anak ini diterima di salah satu universitas yang dipilihnya, lebih dahulu datang ketimbang pengumuman bahwa dirinya tidak lolos beasiswa. Itulah mengapa, biaya mandiri menjadi andalannya dan orang tuanya. Sama halnya dengan anak keempat, anak kelima, dan anak keenam, juga tanpa beasiswa melanjutkan strata S1 nya di Watampone.

Memang jika keluarga ini diperhatikan, bisa dikatakan serba berkecukupan apalagi dalam biaya pendidikan. Namun, Sebenarnya tidaklah seperti itu. Biaya pendidikan mandiri berefek pada semua. Terutama bagi anak keempat yang sekarang menempuh pendidikan S2 di Pulau Jawa ini. Tingginya pembayaran SPP, belum lagi biaya hidup yang meliputi biaya makan, biaya indekos, biaya buku, dan biaya lainnya membuat anak ini harus bekerja paruh waktu dengan berjualan buku dan bekerja di kampus. Meski begitu, ternyata pada semester 4 dan 5-nya gaji yang diperolehnya belum bisa menutupi biaya SPP. Gajinya hanya cukup untuk memenuhi biaya harian dan bulanan serta sesekali mengirim uang belanja untuk tantenya, yang kini menjadi ibu tirinya di rumah, sejak kelas 4 SD.

Asuransi Bukan “Hantu”

Seperti orang tua sebagian besar, ketidaktahuan ayah ini dengan pentingnya asuransi membuat tabungannya harus menjadi andalan simpanan untuk pendidikan anak. Memang betul. Tetapi ketika ada keperluan di luar pendidikan yang mendesak, tabungan itu akan digunakan, mengingat mudahnya uang dikeluarkan dari tabungan dan setelah bekerja dan memperoleh uang akan diganti selama masih menabung. Dan perlu diingat bahwa, tabungan ayahnya sifatnya tidak bulanan, bisa saja dalam satu bulan kita lupa untuk menabung bahkan menggunakan tabungan itu untuk keperluan lain. Lebih parahnya lagi jika penghasilan orang tua tidak menentu setiap bulannya.

Asuransi bukanlah hantu. Asuransi layaknya sebuah peringatan tentang hari esok. Maka untuk menyongsong hari esok, diperlukan perencanaan. Perencanaan yang paling penting dan sifatnya kursial adalah perencanaan pendidikan anak (sejak dini bahkan sebelum lahir).

Anggapan sebagian besar orang bahwa bagi anak yang masih batita dan balita belumlah pantas dipikirkan tentang rencana pendidikannya kelak. Beberapa resiko kurang diperhatikan jika sudah berpikiran seperti ini. Seperti kata Ana Mustamin, “resiko hidup itu hanya dua, yakni hidup terlalu singkat dan hidup terlalu lama.” Jangankan sakit, dalam keadaan sehat bugar pun juga menjadi resiko. Kita tidak pernah tahu, apa yang akan terjadi semenit kemudian dalam hidup. Maka untuk anak, bukanlah suatu keraguan besar untuk direncanakan pendidikannya.

Ancaman Pendidikan Anak

            Seperti apa bentuk-bentuk ancaman pendidikan anak yang bisa saja terjadi kapanpun dan dimanapun kita berada?

  • Orang tua kecelakaan atau meninggal dunia. Ini resiko paling wahid, alasan mengapa asuransi menjadi pilihan penting bagi mereka yang selalu memikirkan kematian. Dan menjadi kurang penting bagi mereka yang merasa akan selamanya hidup di dunia.
  • Pembayaran sekolah atau perguruan tinggi tiap tahun meningkat. Kita bisa melihat, memang ada jutaan anak yang bisa bersekolah di sekolah dasar, namun ada berapa persen saja yang melanjutkan studinya di perguruan tinggi?
  • Daya saing sumber daya manusia semakin meningkat, anak sebagai generasi pesaing tanpa dipersiapkan akan ketinggalan kereta.
  • Teknologi semakin canggih, daya beli anak untuk kebutuhan pendidikan juga semakin meningkat. Apalagi sekarang kemudahan membeli buku sebab sudah tersedia online shop.Cukup meng-klik dan membayar via transfer, buku sudah dikirimkan ke alamat pembeli.
  • Bencana alam yang bisa saja meluluhlantahkan harta benda milik keluarga.

Mengapa Harus Merencanakan Pendidikan Anak?

Menggelitik ketika Ana Mustamin berkata bahwa “Orang Indonesia lebih menyayangi mobilnya ketimbang dirinya.” Betul, karena hal ini terjadi juga pada keluarga saya. Bahkan bukan hanya mobil yang lebih disayanginya, tetapi juga rumah. Ayah saya berprofesi sebagai seorang montir. Dia menjalankan sebuah bengkel miliknya sendiri selama lebih 50 tahun. Dia sering membeli mobil bekas (mobil rongsokan) dengan harga murah lalu kemudian memperbaiki mobil tersebut dan membeli semua perlengkapannya hingga mobil itu siap jual kembali atau dipakai sendiri.

Memperbaiki mobil bekas yang sudah menjadi barang rongsokan bukan uang sedikit yang diperlukan. Sering saya menanyakan total dari biaya perbaikan mobil itu ke ayah termasuk nantinya akan dijual dengan harga berapa dan keuntungannya nanti untuk apa. Iyah, jawaban yang sering saya peroleh adalah menambah tabungan untuk pembayaran SPP. Dari situ kemudian saya berpikir. Ada berapa banyak tenaga dan waktu yang diluangkan ayahku untuk pendidikanku. Ayah tidak memikirkan resiko jika nantinya terjadi apa-apa nanti. Iyah, “menambah tabungan untuk pembayaran SPP” adalah rencana pendidikan jangka pendek. Setelah usai pembayaran SPP maka tabungan itu sudah kosong kembali.

Lalu kemudian, pada 30 Juli 2016, di Hotel Santika Premier Yogyakarta, kehadiran AJB Bumiputera 1912 bersama Ana Mustamin sebagai Direktur SDM Bumiputera, serasa mengganggu jiwa lahir batin saya sebab bagi keluarga kami asuransi jiwa adalah makhluk asing apalagi dengan programnya mitra cerdas sebagai jawaban dari perencanaan pendidikan. Selama saya hidup, tidak pernah ada diskusi dalam lingkup keluarga saya tentang perencanaan pendidikan. Yah, hal itu sangat wajar bagi sebagian keluarga yang menganggap asuransi itu tidak penting.

Sebagai calon orang tua dan generasi yang menampuk kekuatan anak bangsa, saya kemudian mulai was-was. Bagaimana ketika hidup saya hanya singkat menemani anak saya? Saya harus merencanakan pendidikan anak saya kelak. Perencanaan memang penuh “andai-andai” yang bisa jadi dari 100 pengandaian, hanya 1% yang goalbahkan tidak ada sama sekali. Namun, apa jadinya jika saya tidak merencanakan pendidikan untuk anak saya? Resiko dan ancaman pendidikan akan semakin besar. Maka itu, sebagai tindakan dari pengandaian itu, saya harus memulai untuk memiliki simpanan besar untuk menyekolahkan anak saya kelak.

Meski masih sebatas tekad dan pengandaian namun setidaknya merencanakan pendidikan lebih baik daripada merawat ancaman yang kadang sumbernya dari diri kita sendiri yang kurang perencanaan. Dari sini, saya masih bersyukur karena mampu kuliah hingga strata S2, namun dari rentetan waktu tiap semester yang saya jalani, ada berapa banyak waktu dan tenaga yang diberikan ayah untuk mengisi tabungannya hanya untuk anaknya. Waktu dan tenaganya hanya digunakan berapa persen untuk memikirkan kesehatannya dan ini juga resiko, bukan hanya ditanggung oleh ayah tetapi juga anaknya yang memikirkan kesehatan ayahnya.

Mitra Cerdas dan Pendidikan Anak

Salah satu produk asuransi jiwa perorangan dari AJB Bumiputera 1912 adalah Mitra Cerdas. Mitra Cerdas merupakan program asuransi pendidikan yang dikaitkan dengan program investasi, sehingga dana untuk pembiayaan pendididkan berkembang sesuai dengan hasil investasi. Dilansir dari website resmi www.bumiputera.com, banyak keuntungan yang bisa diperoleh dari mitra cerdas ini. Diantaranya:

  1. Dana Kelangsungan Belajar (DKB) yang dibayarkan secara bertahap sesuai dengan tingkat usia anak-anak, baik tertanggung hidup atau meninggal dunia.
  2. Jaminan perolehan hasil investasi sebesar 4,5% per tahun dari akumulasi premi tabungan.
  3. Tambahan hasil investasi jika dana investasi yang diperoleh AJB Bumiputera 1912 melebihi hasil investasi yang dijamin pada poin 2.
  4. Santunan kematian 100% dari Uang Pertanggungan.
     Bebas premi bagi polis untuk Tertanggung yang meninggal dunia.
  5. Pengembangan investasi sebagaimana dinyatakan pada butir 2 dan 3 untuk Dana Kelangsungan Belajar (DKB), yang tidak dapat diambil pada saat jatuh tempo.
  6. Jika Pemegang Polis menghendaki, setelah Tertanggung meninggal dunia, polis dapat diakhiri dengan penarikan Dana Kelangsungan Belajar (DKB) sekaligus, tanpa mengurangi hak-hak lain yang diuraikan sebelumnya pada butir 2, 3 dan 4.

Sebagai orang tua dan calon orang tua, merencanakan pendidikan anak adalah penting dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Asuransi memang layaknya sesosok makhluk yang menghantui bagi keluarga, namun lebih menghantui lagi resiko dan ancaman yang kita tidak pernah tahu kapan dan dimana akan terjadi dan mau tidak mau, sedikit atau banyak akan berefek dengan kehidupan keluarga, terutama pendidikan anak. Semoga pendidikan anak tidak terganggu dan tidak terancam hanya karena sebagai orang tua dan calon orang tua kurang atau tidak merencanakannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun