Dengan pengorbanan seorang Nanik, bangsa ini disadarkan betapa rakyat mencintai Bapak dan kehendak rakyat atas pemilu ulang tak dapat lagi dilarang. Dua hari lalu pemilu ulang sudah dilaksanakan dan hasil perhitungan semalam menunjukkan bahwa rakyat memilih Bapak.Â
Tapi rakyat harus tahu bahwa Bapak sekali-kali tak akan melupakan jasamu, Nanik. Kamu adalah simbol perjuangan rakyat melawan kecurangan rezim yang terdahulu dan bukti kecintaan rakyat pada diri Bapak..."
Nanik tidak mampu mendengarkan kata-kata orang itu lebih lanjut lagi. Kepalanya terasa berat dan begitu ia menutup mata, rasa nyaman itu kembali menimang-nimangnya. Begitu dia membuka matanya lagi, yang pertama kali disebutnya adalah nama ibunya. Tapi tak ada suara yang keluar.Â
Lalu dia mulai memperhatikan sekelilingnya. Ternyata dia berada di atas tempat tidur yang dikelilingi peralatan rumah sakit seperti yang sering dilihatnya di televisi. Kali ini beberapa perempuan berpakaian perawat mendekatinya. Lalu mengusap-usap kepalanya. Air mata Nanik mengalir karena dia sudah membuka mulutnya berbicara tapi tak ada suara yang keluar.Â
Suster itu melihat matanya yang penuh air mata dan mengerti apa arti pandangannya yang penuh tanda Tanya. "Neng Nanik jangan sedih ya. Pita suara Neng terluka terkena peluru. Dokter spesialis sedang mengusahakan supaya Neng bisa bicara lagi. Sabar ya. Sus ada kabar gembira untuk Neng Nanik.Â
Neng sekarang sudah diangkat anak sama Bapak Presiden yang baru. Ibu Neng kemarin menghadiri pelantikan Bapak Presiden dan menyatakan berterima kasih dan berbahagia sekali atas anugerah dari Bapak Presiden. Nanti kalau Neng sudah pulih, pulangnya ke Istana Negara, bukan ke rumah Neng yang di gubuk itu lagi.Â
Ibu Neng beserta seluruh keluarga Neng sudah diberangkatkan untuk tinggal di luar negeri sementara waktu mengingat kondisi keamanan berhubung masih ada pihak-pihak yang tidak puas dengan Presiden yang sekarang ini.
Air mata Nanik semakin deras mengalir. Dia hanya ingin pulang ke rumah bertemu ibu dan adik-adiknya lagi. Dia ingin menjerit tapi tak ada suara yang keluar, dia ingin bangun dan berdiri dan berlari pulang, tapi tubuh, kaki dan tangannya tak dapat digerakkan. Dia hanya bisa berusaha mengingat-ingat hari terkutuk itu. Andai saja dia segera pulang hari itu.
Tubuh Nanik tak pernah bisa digerakkan lagi. Satu peluru yang bersarang di tulang belakangnya telah melumpuhkan seluruh tubuhnya. Satu peluru lagi telah mengambil suaranya untuk selamanya. Dia tinggal di Istana Negara untuk waktu yang lama, dilayani oleh empat perawat setiap harinya.Â
Sang Presiden berhasil mendekritkan dirinya sebagai presiden seumur hidup dengan dukungan penuh militer. Bertahun-tahun Nanik tak pernah bertemu keluarganya.Â
Cerita tentang Nanik yang nasibnya begitu beruntung menjadi anak angkat Presiden selalu diceritakan di pelajaran sekolah dan sebagai cerita pengantar tidur anak-anak di mana pun juga. Dia adalah simbol harapan orang kecil yang ingin merubah nasibnya dan bukti dukungan rakyat bagi Presiden tercinta.