Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Menambang karena Tragedi

30 Juli 2024   09:38 Diperbarui: 30 Juli 2024   12:58 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompasioner, Ermansyah R. Hindi - Dokpri

"Gue yakin Muhammadiyah profesional dalam bisnis. Tapi, tiga hal yang dikhawatirkan. Satu, krisis sikap kritis pada pemerintah; kedua, jadi aktor baru perusak alam; dan ketiga, energi terbarukan tak lagi jadi mindset. Inilah salah satu obrolan netizen di medsos.

Dua hari sebelum berlangsung kegiatan Konsolidasi Nasional yang diikuti oleh seluruh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah dan Organisasi Otonom se-Indonesia muncul cuitan dari akun di medsos X. Apa bunyi cuitannya?

"Thema: Yajuj Majuj dan Yahudi adalah suku dan bangsa yang suka membuat kerusakan di muka bumi." Di bawahnya ada gambar serial Spongebob. Di sana logo NU dan Muhammadiyah diletakkan dibagikan depan dua pemeran.

Terus, gambar di bawahnya lagi tercantum satu tajuk dari media online Tempo: "Muhammadiyah Putuskan Terima Izin Tambang?" Apakah netizen berjingkarak-jingkrak sebagai tanda gembira? Tidak. Lampu izin tambang dari Muhammdiyah justeru "dirujak" oleh netizen tanpa pandang bulu.

Mendadak, saya mainkan jari-jemari di atas tuts ponsel untuk mengetik sebagai balasan ke cuitan dari netizen. "Belum terima atau nolak izin tambang nih. Wes, nanti kita lihat hasil Konsolidasi Nasional besok, 27-28 Juli 2024. Ya atau Tidak?"

Farid Gaban turut berkomentar di medsos X. Potongan cuitannya begitu jelas tertera di akunnya.

"Apa yg akan dilakukan para petinggi NU dan Muhammadiyah jika ditawari konsesi tambang emas Trenggalek, Jawa Timur?"

Pernyataannya menyeruak saat berlangsung Konsolidasi Nasional. Saya dipantik oleh pernyataannya. Saya sadar. Saya seakan menggurui Farid Gaban, yang sebenarnya saya juga akui bahwa menanggapinya sekadar numpang lewat. Saya berusaha untuk tidak memuja-muji dan menyerangnya secara sepihak. 

Untuk membalas dengan itikad buruk. Apakah saya dapat kredit poin dan mendulang jempol berlapis-lapis?

Apa tanggapan balik saya? Saya sadar, saya bukan bukan membela dengan fanatisme buta ke Muhammadiyah. Sebagai manusia, saya punya hasrat untuk berpikir bebas. Saya berbicara dan berpendapat tanpa belenggu. Lalu, saya pun berkomentar atas pernyataan Farid Gaban di medsos.

Pertama, mudah-mudahan ada secerca harapan di tengah sengkaruk usaha tambang lewat tangan-tangan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) di masa mendatang (mazhab optimis).

Kedua, Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) untuk NU dan Muhammadiyah sebagai anugerah. Ia karunia dari alam. Tambang di mata kedua Ormas Islam terbesar itu tidak sekadar komoditas sebagai tontonan atau tambang sebagai kata benda.

Tetapi, NU dan Muhammadiyah memandang tambang sebagai reversibilitas sekaligus ladang amal sholeh sebagai tanda fungsionalitas kekhalifahan di bumi. Kita tahu, dalam teks agama: khalifatul fil ardh (pengelola di bumi). 

Itulah blind spot (titik buta yang tidak disadari oleh pengonsep tertulis Muhammadiyah yang berbeda dengan apa yang dimaksud oleh pembaca dan pikiran netizen atau publik) dari kalimat eksploitasi dan degradasi lingkungan menjadi maslahat al-ummah, kepentingan bersama (mazhab teologis).

Ketiga, kita tidak ingin pengelolaan tambang di bawah tangan yang tidak bertanggungjawab, yang ditandai dengan oligarki-oligarkian, dimana tambang akan melahirkan malapetaka, pemiskinan, marjinalisasi, dan proses dehumanisasi lainnya.

Tambang yang dirasionalisasi tanpa batas dan tanpa terkendali oleh para pemodal hanya melahirkan krisis lingkungan, krisis iklim, dan krisis lainnya mesti diubah menjadi ruang kehidupan bersama. Tanpa "lubang hitam," tanpa jeritan pilu (mazhab fatalis).

Singkat kata, NU-Muhammadiyah, tambang untuk kemanusiaan. Tanpa jargon, tanpa cuap-cuap belaka.

***

Selamat menempuh umur panjang perjuangan NU dan Muhammadiyah menjadi bagian dari kalimat ini! "Dipisahkan qunut, disatukan tambang." "Kini, NU dan Muhammadiyah sudah sama-sama satu kolam." 

Tentu, masih banyak sindiran super pedas di medsos yang tidak disebutkan ruang tulisan ini. Rasanya, ungkapan tersebut menjadi topik hangat di medsos.

Ia menjadi obrolan seru di medsos X. Tidak kalah kencangnya, komentar di netizen bagai kilat menyambar-yambar karena akhirnya Muhammadiyah menerima izin tambang. Para netizen menanggapi sebagai olok-olokan yang tidak terhindarkan.

Kita sadar bahwa masing-masing di kepala Muhammadiyah dan NU masih mengingat peristiwa tragis melanda para pekerja tambang. Terlepas dari tragedi yang menimpa para pekerja tambang ilegal atau liar, maka setidaknya peristiwa tragis itu menjadi pelajaran berharga bagi Muhammadiyah dan NU.

Sekitar dua hari sebelum kegiatan Konsolidasi Nasional telah terjadi tragedi mengharukan di hutan belantara Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi.

Ada empat orang warga yang mengakses rezeki sebagai pekerja tambang ilegal. Ternyata, kilauan emas tidak segelap perut bumi yang menimpa pekerja tambang. Mereka tertimbun oleh tanah longsor. Dikabarkan keempat pekerja tambang itu tidak terselamatkan nyawanya.

Demikian halnya tragedi memilukan yang mengakhiri hidup para penambang di Banyumas. Sudah jelas, para pekerja tambang di lubang Dondong mengalami kebocoran air pada kedalaman 20 meter. Delapan pekerja tambang di lubang Bogor rupanya terjebak di kedalaman 50-60 meter. Tidak terkira lagi, mereka tewas akibat tidak bisa menyelamatkan diri dari hempasan air dan mengurungnya dari kedalaman puluhan meter.

Apa kaitannya dengan pandangan dan sikap Muhammadiyah dan NU yang menerima izin tambang? Saya kira, semua peristiwa tragis bukan hanya hari naas bagi pekerja tambang.

Di mata kedua organisasi keagamaan tersebut secara sangat teliti dan kajian yang mendalam tentang apa dampak buruk usaha tambang. Mereka tahu jika selama ini pengelolaan tambang telah menimbulkan kerusakan parah di sini dan di sana.

Sudah berapa korban dan kerusakan alam yang ditimbulkan oleh usaha tambang yang tidak terbayangkan. Data dan informasi sudah ada di tangan ormas. Tambang dengan segala sudut pandang mereka sudah dijajaki di lapangan.

Jejak-jejak tragedi para pekerja dengan data pertambangan menjadi bagian dari analisis yang mendalam. Telaah kritis terhadap perubahan berpikir  ditujukan pemilik tambang, termasuk pemodal yang dinilai biang kerusakan lingkungan hingga tambang sebagai pemicu asam karbon yang tinggi.

Nyatanya, apa yang menjadi ketidakpercayaan dan olok-olokan nitezen dan publik lebih dari fakta dan pengalaman seputar tambang terlanjur merasuk di kepalanya soal tambang sebagai sesuatu yang mengerikan. Itulah mengapa masyarakat terpelajar dan aktivis lingkungan mengecam habis industri pertambangan yang dikelola tanpa panduan nurani.

Banyak sekali sorotan dan olok-olok di ruang medsos. Sejak kemarin, sudah wanti-wanti ke teman-teman. Siap-siap Muhammadiyah nambang, siap-siap juga dicemooh, dinyinyir, dan kritik lainnya. Meskipun Muhammadiyah dan NU punya niat baik untuk mengambil-alih usaha  tambang dari tangan mafia atau oligarki "hitam," tetapi netizen sudah terlanjur kecewa berat.

Berbagai sorotan dan olok-olok di zaman medsos tidak ada bisa interupsi. Coba kita lihat dalam kalimat-kalimat yang serupa muncul di medsos.

"Dipisahkan Tahlil. Disatukan Bahlil." "Di ujungnya, semboyan Bhinneka Tunggal Ika bisa diwujudkan dalam kenyataan. Berbeda ormas, satu tambang." "NU dan Muhammadiyah sedang memancing dua ikan yang berbeda dengan satu umpan yang sama."

Selanjutnya, ia tinggal diserok, dimasukkan ke ember. Ia dibawa pulang dan ditaruh di akuarium atau masuk ke penggorengan. Sebuah karikatur laku di konten medsos. "MUelu, NUambang."

Hamparan kata-kata yang menohok menjadi langganan utama setelah NU dan Muhammadiyah menerima izin usaha tambang. Sekian banyak kata-kata mutiara dari penghuni medsos yang menampar keras, memuakkan hingga menjatuhkan tingkat kepercayaan ke titik yang serendah-rendahnya.

Tindakan Muhammadiyah dengan menerima izin usaha tambang yang dianggap sebagai bentuk kemunafikan menurut sebagian netizen. Sekeras-kerasnya ucapan netizen di medsos malah NU dan Muhammadiyah tetap meyakini usaha tambang sebagai jalan keselamatan dari kehancuran.

Suara-suara kritis dari masyarakat memang tidak diabaikan. Katakanlah, Muhammadiyah kecebur ke kolam, Anda dapatkan itu buah regulasi dari kekuasaan yang penuh korupsi, mengibuli rakyat, merusak lingkungan hingga mengangkangi hukum.

Harta kekayaan yang Anda dapat dari tambang adalah hasil amal palsu. Apa Anda tidak berpikir sampai ke situ? Katanya pengikut moderasi beragama. Apa itu idealisme? Semua runtuh dihadapan lahan basah. Ladang tambang (ketawa dulu).

Fakta yang mereka katakan ada di depan mata. Tidak heran ayahandanya semangat menambang. Enaklah saat anandanya jadi wakil menteri, jubir, ketua pemudanya jadi timses Prabowo-Gibran, ketua ikatan mahasiswanya bawa atribut organisasi dan kader buat menghamba sama anak rezim. Ingin banyak berharap apa? 

Di luar itu, organisasi sehebat muhamadiyah bisa ter perangkap dlm jebakan tikus. Sumpah, pimpinan dan pengurusnya tercerahkan dan kritis!

Nah, jika netizen dan publik meneriaki goblok ke Muhammadiyah atau NU, apakah sudah selesai masalahnya. Tentu saja jawabannya tidak selesai. Jadi, netizen bisa apa? Publik bisa apa?

Sampai di sini, kita juga ingin mengatakan bahwa netizen tidak bisa mengalahkan Ormas keagamaan. Bukan soal punya hak menambang, melainkan ia punya pilihan bebas.

Apa lagi yang harus dikatakan oleh Muhammadiyah dan NU? Begini saja gaya bicaranya, daripada tambang dikelola oleh konglomerat nakal atau oligarki dan antek asing, lebih baik dikelola oleh Ormas. 

Kita masih sadar, repot memang sama pembenci lantaran tidak ada yang benar di mata pembenci atau pengolok, yang seupil dan ramai di medsos. Camkan! Tragedi dimulai dari sesuatu yang senyap, bukan dari hal yang heboh. Geger tambang tidak lebih dari konsekuensi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun