Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Mengapa Guru ASN Sekalian Dikenakan Cleansing?

21 Juli 2024   10:59 Diperbarui: 22 Juli 2024   08:16 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ermansyah R. Hindi - Dokpri

Memberhentikan guru termasuk guru honorer secara berat sebelah berarti membunuh masa depan. 

Kebijakan "cleansing" guru honorer jadi masalah serius. Ampun! Ia sama seriusnya masa depan gelap gulita di negeri kita. Jika dianggap enteng atau sekadar kelas ecek-ecek masalahnya, perlahan-lahan akan berubah jadi semraut hingga ambyar.

Apa hal itu penting? Buat apa ada bonus demografi? 

Jika slogan bombastik kurikulum merdeka, misalnya, jelas bisa terbukti tergerus karena cleansing guru honorer. 

Untungnya, cleansing atau pembersihannya bukan cleansing etnis suku bangsa. Sungguh terlalu memberhentikan guru honorer tanpa awan, tanpa petir menyambar-nyambar, tiba-tiba banjir bandang!

Menurut pembacaan saya dan kurang lebih Anda bagaimana? Jika dirangkum pembacaan atas cleansing guru honorer seperti begini. 

Itupun jika dianggap sebagai kasus. Mungkin masalah, itu sama saja dengan kasus cleansing guru honorer.

Secara sosiologis, katakanlah daya hidup dari kelas menengah yang mampu mengelola kecerdasan di luar lingkungan keluarga kita adalah guru. Baik itu guru ASN maupun guru honorer.

Lebih khusus lagi, yang membuat tugas mulia itu berubah menjadi kisah pilu, diantaranya kebijakan cleansing atau pemberhentian guru honorer di DKI Jakarta. Atas kejadian ini, guru honorer merupakan posisi strategis dari guru secara umum, akhirnya berkesan seakan dipandang "sebelah mata" karena cleansing dengan berbagai alasan dari atasan.

Tentu saja, pemberhentian guru honorer muncul banyak versi. Dari versi perangkat daerah seperti Dinas Pendidikan DKI Jakarta mengatakan bahwa pemberhentian guru honorer salah satunya sebagai akibat guru honorer tersebut bukan Aparatur Sipil Negara (ASN). 

Lah, dari dulu memang begitu. Guru honorer berarti otomatis bukan ASN. Lagi pula, ada apa juga guru honorer jika sudah ASN? Urusan guru honorer tidak lebih dari urusan guru honorer.

Jadi, tidak ada syarat dan urusannya yang aneh. Syarat dan urusan ASN jelas, begitu pula guru honorer. Dari situ, keduanya tidak tumpang tindih. Namun, ratusan guru honorer yang diberhentikan juga karena alasan tidak punya Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Kita sudah tahu syarat-syarat guru honorer. 

Lalu mengapa guru honorer tidak punya Dapodik? Boleh dikata, minimal dua tahun mengabdi sebagai guru honorer. Nah, faktanya ada yang sudah 6 (enam) tahun bahkan lebih menjadi guru honorer tidak dapat Dapodik. Lantas, dimana masalahnya.

Alasan dari pemegang otoritas mungkin boleh jadi tidak ingin ambil pusing untuk mengurusi guru honorer. Pihak otoritas bisa saja ingin memberhentikan dan menerima guru honorer bergantung dari butuh atau tidak. Padahal ada masa guru ASN akan pensiun. Ditambah juga, hampir setiap daerah masih kekurangan guru.

Demi proses pendidikan berjalan efektif, maka kebijakan daerah perlu merekrut guru guru honorer. Jadi, bahwa alasan tidak punya Dapodik atau syarat lainnya tidak masuk akal. Semestinya dari awal Dinas Pendidikan sudah tuntas menyediakan seluruh syarat yang dibutuhkan oleh guru honorer. 

Bukan karena ada masalah yang tidak ada sangkut pautnya justeru guru honorer dicleansing. Pihak yang dirugikan bukan hanya guru honorer, tetapi juga peserta didik dan pihak sekolah bahkan mengganggu tatanan kehidupan dan karakter bangsa.

Dari versi publik atau warganet. Ternyata, didapat informasi soal pemberhentian ratusan guru honorer lantaran ada temuan BPK RI tahun 2023. 

Ermansyah R. Hindi - Dokpri
Ermansyah R. Hindi - Dokpri

Aduh! Ternyata, honor guru honorer disunat. Bayangkan, honor guru honorer sebesar 300 ribu rupiah, dalam kwitansi 9 (sembilan) juta rupiah.

Aneh atau tidak? Sudah honor guru honorer dikorbankan, dikenakan lagi cleansing pada mereka. 

Nyambung dimana?

Betapa ketajaman pembacaan kita dan hal itu membuat warganet lebih tahu apa yang terjadi. Katanya, alasan dari pihak otoritas sebagai temuan BPK justeru sekadar kliping buah karya BPK, yang dicomot dari media online. Lalu, meledak di media online. Ocehan itu terdengar lucu.

Kita bisa kasihan tentang bagaimana nasib guru ke depan. Belum lagi guru honorer berjaga-jaga untuk mengikuti seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kinerja (PPPK) bisa gagal karena syarat mengajarnya tidak punya Dapodik dan Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) untuk mendapatkan sertifikasi kandas di tengah jalan. Sudah diberhentikan, apes lagi karena tidak jadi guru PPPK, apalagi guru ASN masih tanda tanya.

Selanjutnya, pembacaan kritis kita tertuju pada soal himbauan sejak tahun 2017 agar tidak ada lagi pengangkatan guru honorer. 

Pihak kepala sekolah terkait malah tetap mengangkat guru honorer. Diduga ada kongkalikong, maka akan menambah daftar panjang masalah.

Bagaimana guru honorer tidak punya apa-apa untuk ambil jalan pintas. Tidak ada orang dalam segala atau tidak punya bekingan untuk urusan guru honorer agar bisa aman dan terkendali di sekolah. 

Sekaranglah saatnya keluh kesah sebagai nafas perjuangan panjang yang sebenarnya tidak bisa dinilai dengan besaran honor atau duit. Diperlukan guru honorer siap tahan banting dan pihak otoritas tidak seenaknya "membanting" mereka yang sudah guru di lapisan jelata dari jenis guru sekolah lainnya.

***

Sebagai bentuk empati kita tentang masalah cleansing guru honorer, marilah kita menjaga diri terutama bagi penentu kebijakan supaya tidak terulang peristiwa yang sama. Di sekolah tempat guru honorer mengajar di Jakarta sebagai guru mata pelajaran.

Karena itu, yang sebelumnya mengajar dapat Surat Keputusan PPPK Dinas Pendidikan tidak bisa mengambil solusi, kecuali pemberhentian guru honorer. Sungguh menggelikan, ada waktu sebelumnya sudah bersurat.

Kita pun tidak bertambah heran. Semuanya tergantung dari Dinas Pendidikan. Bagaimana jika ada daerah di tahun lalu telah terjadi pada guru honorer yang tersingkir dari PPPK.

Tetapi, semacam Koordinator Wilayah yang mati-matian mempertahankan guru honorer ke perangkat daerah terkait. Istilahnya, usaha tidak menghianati hasil. Guru honorer sudah menjadi guru PPPK.

Pada kondisi yang lain, ada yang mewek lantaran gaji UMR lebih sedikit membuat para pekerja pabrik perlu berkaca ke guru honorer. Status mereka yang honorer tidak terbayangkan dalam penantian panjang yang tidak pasti. Banyak di antara mereka sudah belasan tahun menghonor belum diangkat menjadi guru PPPK atau ASN. 

Lika-liku dahsyat mengiringi mereka. Ada guru honorer yang diangkat jadi guru PPPK atau ASN pas umurnya hampir masuk pensiun. Hidup memang keras.

Sumpah, masih banyak sekolah negeri yang masih kekurangan guru! Mengapa guru honorer dicleansing?

Pantaslah, saat kita sadar tentang para pembesar tidak bisa berada dalam posisinya yang mentereng tanpa jasa guru. Mereka guru termasuk guru honorer. Sangat menyedihkan melihat nasib guru honorer. 

Oh guru honorer, guru kita! Sehat selalu dan panjang umur perjuangan mereka!

Di sana, ada bayang-bayang "ombak baru" sampai ke daerah dengan kasus pemberhentian guru honorer yang serupa, di tempat yang berbeda. Kita sedikit berharap karena sejauh ini memang belum ada kasus pemberhentian atau pemecatan guru honorer yang lebih heboh di daerah.

Untuk tidak terjatuh pada lubang yang sama, kita akhiri pemberhentian seraya eksploitasi lewat honor guru honorer bisa merasuki pikiran.

Jika demikan adanya, bagaimana yang harus kita bereskan bukan guru honorer, melainkan bendahara dan kepala sekolah dibina ulang mentalnya. Yang jelas di juknis tertulis guru yang mendapatkan honor dari BOS wajib masuk dapodik dan punya NUPTK, yang lebih lanjut akan menjadi tenaga pendidik.

Sebagian besar dari pembinaan selama ini cuma sebatas himbauan pada guru honorer. Tidak lucunya, jangankan mengangkat guru honorer, guru ASN saja tidak memadai untuk disediakan oleh perangkat daerah terkait. 

Sekali lagi, setiap tahun ada berapa guru ASN yang pensiun.

Nyatanya, pengganti dari mereka yang kekurangan guru atau yang pensiun kurang diantisipasi oleh perangkat daerah. Yang mengajar siapa jika bukan guru honorer.

Pertanyaan-pertanyaan muncul di tengah mencuatnya kasus pemberhentian guru honorer. Mengapa mengangkat guru honorer, dipaksa atau membangun kualitas sumber daya manusia?

Yang Anda maksud oknum memang tidak semuanya? Buktinya, masih banyak sekolah yang masih kekurangan guru, terutama di pelosok dan daerah terpencil. Makanya, pemerintah sampai mengangkat guru honorer.

Selain itu, ada alasan mengapa akhirnya kepala sekolah mengangkat guru honor? Bisa jadi juga karena data guru honorer tidak penting? 

Di bagian hulu, diduga dari perangkat daerah terkait tidak bisa menganalisis kebutuhan paling mendesak dan mengakomodir guru honorer ke sekolah.

Sementara, sekolah kekurangan guru dan kepala sekolah menantikannya. Tetapi, tidak ada jawaban, akhirnya merekrut guru honorer.

Sekarang, bagaimana jika guru ASN dicleansing atau diberhentikan tanpa himbauan sebelumnya. Jika guru ASN di suatu daerah sudah bertahun-tahun tidak menjalankan tugas dan tanggungjawabnya, mengapa tidak diberhentikan? 

Umpamanya, NIP, Dapodik, dan NUPTK tidak menjadi jaminan bagi guru ASN karena mungkin bisa dipecat jika memiliki pelanggaran super jumbo. Bagaimana?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun