Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Betulkah Kritik Kampus adalah Obat Mati Syahwat?

4 Februari 2024   14:38 Diperbarui: 29 Maret 2024   10:36 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak terciptanya titik klimaks atau titik nadir, yang ditandai dengan ketidakhadiran ledakan psiko-sosial amarah wong cilik saat muncul kritik termasuk petisi 100 tokoh, Guru Besar-akademisi atas rezim Jokowi. Memang betul, apa yang menjadi kegelisahan intelektual dari Guru Besar-akademisi dan mahasiswa tidak menjadi kegelisahan wong cilik. 

Akumulasi protes kampus tidak menjadi akumulasi keresahan yang memuncak dari masyarakat lapisan bawah.

Sebaliknya, lengsernya rezim Soeharto, 1998. "Kerusuhan" pikiran atau nalar mahasiswa itu juga menjadi kerusuhan sosial dan amuk massa wong cilik yang dipertajam oleh krisis moneter.

Lalu, seorang sohib berkomentar pula seputar tanggapan atas ramai-ramainya dosen memprotes atas Pemerintahan Jokowi. Kenapa baru sekarang? Kenapa bukan saat penerapan Undang-Undang Cipta Kerja atau Undang-Undang KPK? Begitu tanggapan sohib.

Seiring pertanyaan sohib bercampur rasa heran itu membuat saya berceloteh ringan. "Kemaren kemana aja lo gaess? Nggak ada tereak-tereak begini? Ampe tiga kali naik panggung nggak ada yang nongol. Giliran sekarang baru berkoar." ("Hadits Riwayat" Bahasa Gaul). Saya hanya tersenyum manis membacanya.

Nah, (karena belum dapat rilis hasil survei dari lembaga survei lainnya), maka saya menyesal untuk mencantumkan data dan penjelasan Denny JA (2024) bersama rilis survei ter- update dari LSI Denny JA. 

Apa kontennya? Satu atau dua hal, diantaranya.

Tentang penilaian kaum terpelajar antara Puas versus Tak Puas Jokowi. Dari kategori pendidikan, meliputi: tamat SD kebawah 83,8 persen; tamat SMP sederajat 82,7 persen; tamat SMA sederajat 77,1 persen; dan D3 keatas 77,9 persen. Inilah gambarannya, Puas Jokowi 77,9 persen versus Tak Puas Jokowi 21,8 persen.

Bagaimana dengan elektabilitas masing-masing pasangan calon presiden dan calon wakil presiden? 

Marilah kita simak apa yang menjadi pilihan kaum terpelajar atas AMIN (Anies-Muhaimin), PS-GB (Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka), dan Ganjar-Mahfud (Ganjar Pranowo-Mahfud MD).

Dilihat dari aspek pendidikan, meliputi: tamat SD kebawah, yaitu AMIN 18 persen, PS-GB 57,4 persen, Ganjar-Mahfud 16,9 persen; tamat SMP sederajat, AMIN 18,1, PS-GB 59,1 persen, Ganjar-Mahfud 17,6 persen; tamat SMA sederajat, AMIN 26,6 persen, PS-GB 49,6 persen, Ganjar-Mahfud 16,4 persen; dan tamat D3 keatas, AMIN 33,9 persen, PS-GB 41 persen, Ganjar-Mahfud 15 persen. Kesimpulannya bagaimana? PS-GB 41 persen, AMIN 33 persen, dan Ganjar-Mahfud 15 persen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun