Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Revolusi Seksual Dimulai dari Film Biru

13 September 2023   11:42 Diperbarui: 14 September 2023   10:54 1987
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gara-gara kurang laris di industri perfilman, sebuah rumah produksi membuat film bokep. Akibat anjlok peminat genre komedi dan horor di pasaran, maka perusahaan kepincut bikin film porno.

Jika butuh hiburan, nonton film komedi. Daripada piknik jauh-jauh, mending nonton film komedi bikin ngakak hingga lupa cicilan. Mangga Muda (2020), Yes Day (2021), misalnya. Udah nonton filmnya? Belum. Sama. 

Film horor bikin menegangkan alias bisa bulu kuduk merinding. Hereditary (2018), satu dari sekian banyak film horor yang direkomendasikan.

Lelaki mana yang tidak normal, bro? Gejalanya juga menunjukkan demikian. 

Dulu, saya sempat semobil dengan ulama. Telingaku kan "mengudara" bebas. Saya dapat bonus nguping. Lah, ngobrolnya nyerempret soal poligami. Yes, yes! Jika ngobrolnya poligami, mau tidak mau larinya ke pemuasan seksual. Betul, betul, ini cerita benaran. Jelas dong, halal! Bukan halal, tetapi amat sangat halal (hi hi hi, ketawa sendiri). Semuanya normal. Maka, lepaskanlah! Hiet, het, heit!

Syahdan, ihwal revolusi seksual dimulai dari seks pra nikah, monogami, public nudity (telanjang di depan umum), homoseksualitas, aborsi hingga pil kontrasepsi. Pokoknya bapak ibu, mulanya dari kebebasan seks. Ehemm. 

Tunggu dulu, yah! Rumah produksi diam-diam bikin pornografi dengan konten film porno, "biru" rupanya bergerak "di bawah tanah." Lalu, film biru dari Jakarta Selatan ke pelanggan.

Sejak tahun 2022, ada 120 film sudah dibikin oleh rumah produksi. Sekitar 10.000 pengguna sekaligus pelanggan. 

Wow! Sekadar informasi, tarif berlangganan mulai dari 50 ribu rupiah per hari hingga 500 ribu per tahun. Lima orang pelaku meraup laba sebesar 500 juta rupiah. Bisa jadi kaya mendadak nih! Saya kira tidak cukup dari latar tersebut. 

Revolusi seksual datang dari film porno atau film biru. Terlepas setuju atau tidak, sah-sah saja kita berbeda pendapat.

Ayo, siapa yang terang terus! Film porno bikin merem melek ke organ yang mengundang birahi (maaf, vulgar). 

Mata kepala langsung terang 85 watt. Fantasi birahi mana tahan. Awas dompet jatuh! Waspadalah!

Uniknya, film porno (sssttt, pelan-pelan om!) yang dibikin oleh rumah produksi tanah air itu belum punya judul. Emangnya sampeyan udah nonton? Nggak lah! Suwer! Eh, masih judul-judulan keburu digrebek polisi.

Kenapa film komedi dan horor nggak barengan film porno, mas? Film komedi dan horor sekalian film "biru." Ah, saya kira tergantung si empunya rumah produksi. Mau film horor kek, film komedi, mau film dewasa. Itu urusan rumah produksi. 

Cuma persoalannya, film bokep yang diproduksi secara ilegal bakal berurusan dengan pihak berwajib. Pihak kepolisian akan menindak rumah produksi film porno sebagai pelanggaran pidana. Ya, aturan main yang berbicara. Dari cyberporn hingga peraturan perundang-undangan pornografi menjadi dasar penindakan hukum. Ya, kan?

Jika film komedi dan horor kurang diminati, bisa saja film itu dibumbui seks. Three in one, tiga film dalam adegan "panas." Film syur begitu.

Coba bayangkan! Andai penegak hukum tidak menggerebek dan menindak para pelaku karena pelanggaran hukum, maka apa yang terjadi? Film porno akan menjamur ke mana-mana. Maraknya produksi film biru tidak terelakkan tanpa hukum.

Kendatipun tanpa gila-gilaan film porno, maka kebenaran modal lewat jalan mencari nafkah hidup dan memburu rente searah dengan 'kebenaran seks'. Yang syur dan birahi perlu disalurkan secara resmi. Jadi, yang syur itu film porno atau otak mesum kita?

***

Produksi film porno yang dilakoni oleh artis, foto model, dan selegram akhirnya terbongkar. Ramai lagi ruang publik. Sebetulnya, artis itu bukan cerita baru. Dia sudah jadi "barang lama," modus klasak-klasik.

Bagaimana tidak? Artis dadakan "naik daun," laris jadi model, selegram, dan bintang iklan enteng banget dapat cuan. Gaya hidup wah, glamor, dan belanja-belanjaan. Lalu, tiba-tiba raut wajahnya layaknya langit berubah dari warna mendung jadi cerah, dari biru jadi gelap. Sang artis mendadak bokek. Orderan merosot tajam karena sang artis didepak oleh industri hiburan yang kerap tidak memberi kepastian hidup. Kocek Mbak artis pun serentak "longsor." Rekening mendadak "lengser." 

Tetapi, kobaran hasrat untuk konsumsi dan gaya hidup kadung payah dikompromi. Pendek kata, artis, foto model atau selegram yang berperan di film porno, akhirnya jadi 'mekanisme pelarian diri'. Ulalaa, mereka sangka win-win solution justeru dapat apes.

Pihak kepolisian sudah khatam soal bekuk-membekuk pelaku pembuatan film porno dan artis pemerannya. Hal-hal yang terkecil dan tersembunyi pun terendus. Hil yang mustahal pihak intel lupa bagaimana cara melacaknya. 

Kita saja yang bukan intel sudah nyaris di Bab Penutup dan kesimpulan bahkan makin paham dengan bisnis lendir. Sudah berapa artis yang cari solusi bisnis seks online?

Pelaku berinisial I, JAAS, AIS, AT, SE yang dibekuk oleh polisi nampaknya mempan dengan doktrin "hitam-putih," ini dan itu. Artis, foto model, dan selegram yang tergoda oleh duit "kebal" dengan istilah 'akhir dari tabu', 'akhir dari rahasia', dan 'lenyapnya rasa malu'.

Makanya, kita tidak heran soal bayaran artis main film bokep. Weiss! Antara 10 juta hingga 15 juta rupiah bayaran artis, foto model, dan selegram main film porno. Ini informasinya dari Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Ade Safri Simanjuntak. 

Katanya, nilai popularitas pemerannya menularkan ke tingkat pembayaran. Semakin populer pemerannya, kian tinggi bayarannya. Mantul!

Harus diakui, seks sebagai kebenaran suatu saat melepaskan topengnya. Ketika tersingkap topengnya, di situlah kebenaran seks berbicara. Biasanya, nafsu seks berbarengan nafsu belanja. Dimana ada artis berperan film porno, di situ ada bayaran. Jelas, bukan bayaran kelas recehan.

Kita turut prihatin dengan artis atau siapalah saat menjual tubuhnya ke pria hidung belang. Kita pantas risih melihat artis dan sejenisnya terjun ke "lembah hitam" demi sesuap nasi.

Karena itu, usahakan hindari cap yang buru-buru. "Apa lo? Artis main film porno, neraka tempatnya?" Ini bukan soal sok suci, jaga kesucian. Ia bukan moralitas melulu. Siapa juga ingin kere, tidak punya duit? Mereka tidak pernah bermimpi. Jangankan bermimpi, berniat jadi bintang pornografi atau pemeran film biru tidak terlintas di kepalanya. 

Kondisilah yang memaksa mereka berperan sebagai si pelayan seks. Terus, bukan kondisi yang dikambinghitamkan. Tetapi, si kaya dan si pembuat kebijakanlah yang mesti empati dan membebaskan artis dan setiap orang dari keterpurukan ekonomi. 

Sudah berapa banyak kajian dan riset yang menemukan faktor dominan penyebab orang "menjual tubuhnya" di atas bumi. Ya, sudahlah! 

Singkatnya, faktor ekonomi menjadi motif utama dari artis, foto model, dan selegram berperan dalam film porno. Begitu pula rumah produksi film biru X tidak jauh dari motif ekonomi.

Kita tidak usah lagi berdebat dan melakukan riset tentang mengapa muncul film biru dan terpanggilnya artis untuk berperan di film porno. Orang boleh nyinyir, jijik, dan mengecam film porno dan para pemerannya. Tetapi, lihatlah dari sudut pandang yang lebih luas! Oho, oho.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun