Cara paling intim dari sufisme, maka kaum pribumi di nusantara jatuh cinta untuk memahami dan mengamalkan ajaran tasawuf alias mistisme dari para mursyid. Sufi cum pedagang. Lalu, pertanyaan berikutnya.
Apakah pasca Muktamar Sufi tersebut dengan sufisme yang kental bisa mengenyahkan tindakan intoleransi? Akan lenyapkah permusuhan antara cebong, kampret, dan kadrun di hadapan sufisme? Sirnakah pertentangan antara kubu yang satu dan kubu lainnya? Â Kita anggap tidak gampang untuk menjawab pertanyaan.Â
Nyatanya, Presiden Jokowi menyinggung soal intoleransi. Tindakan intoleransi masih kerap terjadi di sekitar kita. Itu ungkapan Presiden yang kadangkala sulit untuk mengelak kasus intoleransi.
Seluruh kepala yang hadir di Muktamar Sufi se-Dunia akan menyatakan dukungannya tentang toleransi dan perdamaian di tahun politik. Sekitar 68 ulama internasional dari 43 negara diundang untuk menghadiri kegiatan tersebut. Dari sumber terpercaya, diperkirakan ada 3.500 ulama dalam negeri dan tamu yang diundang untuk menghadiri perhelatan akbar se-dunia.
***
Obrolan membuat ramai di grup Whatsapp (WA) seputar postingan tulisan Denny JA, berjudul "Mengapa di Ujung Kekuasannya, Jokowi Masih Sangat Populer?" Mendadak seorang kawan di grup WA nyeletup. Apa katanya? "Penjilat model begini dipelihara."
Begini sekilas ceritanya. "Nyantai dulu," kataku. Apa yang disebut penjilat, ciri-cirinya, diantaranya "bukan tim sukses atau relawan Jokowi, terus ngemis-ngemis jabatan atau apalah."
Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA terlibat langsung dalam mensurvei (ternyata masing-masing menang dua periode). Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan masa jabatan Presiden RI, 2004-2009, 2009-2014. Joko Widodo (Jokowi) dengan masa jabatan Presiden RI, 2014-2019, 2019-2024. Teruji dan terbukti kan?
Soal Lembaga Survei (LS) jelas. LS "bayaran". Dimana-mana LS mesti dibayar alias bukan proyek tengkiyuu, he he he. Profesionalisme LS yg dibayar, begitu toh. Yang tidak dibayar itu (suka)relawan (sejauh ingatan pendek saya).
Usahakan kritikan, caci maki, hujatan, nyinyir, hinaan, dan sebangsanya (khusus warga organisasi sosial keagamaan) mesti berbasis (analisis) data, plus sintesa berbasis fakta. Kaum terpelajar sudah diantarkan bagaimana cara "menangkis" antara lain dalam epistemologi, setidaknya ada dua yaitu: (a) Skeptic Argument, (b) Skeptic Hypothesis. Atau dalam sains modern ada "konteks discovery (penemuan)" dan "konteks justifikasi" untuk membantah hasil survei LSI Denny JA.
Mengapa demikian? Untuk mencegah kesalahan pemikiran (al-khatha-i fi al-fikr), menghindari logical fallacy, seperti Black or White dan argumentum ad hominem, membuka ruang dialog atau diskusi yang produktif, menghindari jangan sampai sama dengan gaya dan cara pihak lain, seperti "jurus mabuk," gaya "buldozer," "kaca mata kuda," kritikan berbasis prasangka hingga asumsi belaka. Mari kita senyum pepsodent!