Pemilu sekitar setahun lagi. Sudah tentu, Presiden Jokowi banyak undangan kegiatan di luar.Â
Pintu istana negara terbuka bagi siapa saja yang punya hajatan.
Selain Presiden Jokowi menghadiri kegiatan pemerintahan dan pembangunan di berbagai daerah, seantero tanah air, beliau juga sempat menghadiri kegiatan partai politik (parpol).Â
Setelah kegiatan teragendakan, maka sisa Parpol yang menyesuaikan agenda presiden.
Setiap undangan kegiatan diusahakan oleh Presiden Jokowi bisa menghadirinya. Sudah mafhum, Presiden milik kita semua, milik seluruh rakyat Indonesia. Termasuk Parpol yang mengundang.
Parpol sudah bisa dipastikan, jika jauh-jauh hari dipersiapkan secara matang. Mereka ingin meriah dan penuh khidmat kegiatannya.
Apalagi yang diundang adalah sosok nomor satu Republik Indonesia. Perencanaan kegiatan bisa dikatakan sudah rampung seratus persen.
Lazimnya, naskah pidato atau sambutan juga tersedia sebelum kegiatan dimulai. Naskah pidato presiden rampung, begitu pula dari pihak tuan rumah.
Kerapkali, naskah pidato tidak semua disampaikan. Bahkan ada yang tidak membaca alias tanpa naskah pidato di depan umum. Pilihan diksi yang termuat dalam naskah pidato bergantung pada konteks kegiatan.
Sebagian yang diucapkan oleh pihak yang berpidato ada yang di luar konteks.Â
Ada yang tidak formal dan agak rileks pidatonya. Sebagian yang lain berpidato cukup formal dan nampak kaku isi pidatonya.
Di luar naskah pidato kerap terjadi pernyataan atau istilah menarik. Pihak yang berpidato akan melihat kondisi lain yang berkembang.
Panitia pelaksana kegiatan sudah mempersiapkan dari hal-hal substantif hingga hal-hal teknis, tetek bengek. Panitia merancang kegiatan sedemikian rupa, agar betul-betul berjalan dengan lancar.
***
Salah satu kegiatan parpol di kesempatan berikutnya yang dihadiri oleh Presiden Jokowi, yakni kegiatan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) dan Musyawarah Dewan Partai (MDP) Partai Bulan Bintang (PBB), Rabu (11/1/2023), di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara. Presiden Jokowi disambut gembira dan dinantikan kehadirannya di kegiatan PBB.
Hajatan PBB dihelat untuk melangsungkan silaturahim politik dengan Presiden Jokowi.Â
Parpol lain juga sudah mengundang presiden untuk menghadiri kegiatan mereka.
Dalam momen itu, Presiden Jokowi menyampaikan sambutan sekaligus membuka kegiatan Rakornas dan MDP PBB. Di luar dugaan, ada semacam improvisasi dari presiden.
Lebih daripada ucapan spontan dilakukan oleh presiden saat kegiatan berlangsung.Â
Ucapan spontan presiden karena dipicu oleh pernyataan yang mendahuluinya.
Beberapa menit sebelumnya, pidato Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra mencoba membandingkan pemimpin bangsa di masa lalu. Dia rupanya nostalgik sebentar. Intermezo sejenak.
Di awal kegiatan tersebut muncul pernyatan yang tidak terbayangkan sebelumnya. Yusril Ihza Mahendra yang jago pidato sangat paham kondisi psikologis kehidupan politik tanah air. Dia menyebutkan sosok pemimpin di masa lalu dengan perawakan kurus dan selagi berpidato kerap batuk.
"Kalau zaman dulu pemimpin itu kurus kering badannya. Ya kan. Kecapekan kerja terus nggak sempat mikir apa-apa. Kalau pidato di podium batuk-batuk saking kecapekan dan kurusnya," kata Yusril di Rakornas dan MDP PBB.
"Itu pemimpin zaman dulu, makin keras batuknya makin berwibawa di mata pengikut-pengikutnya," lanjutnya.
Siapa dulu dong Yusril. Dia banyak bahan pidato di hadapan khalayak. Dia bisa stel muatan pidatonya.Â
Tidak jarang pidatonya yang tajam akan tuai tanggapan dari pihak yang berpidato berikutnya. Yang jelas, Yusril tidak perbah kehabisan bahan pidato. Selalu ada intonasi kata yang menarik.
Giliran Presiden Jokowi berpidato langsung menimpali pernyataan Yusril. Presiden cepat tanggap dan kreatif dalam sambutannya.Â
Presiden kita tidak kalah diplomatisnya untuk menanggapi Ketua Umum PBB. Segera saja presiden mengatakan sesuatu di luar dugaan.
"Saya batuk tadi, saya ingat sambutannya Prof Yusril. Saya juga kan kurus," kata Presiden Jokowi.
Rupanya, Presiden Jokowi sudah punya jurus-jurus tersendiri untuk menghidupkan forum.Â
Di situlah poinnya. Beliau tidak keluar dari konteks pidato.
Satu pernyataan ditanggapi balik oleh pernyataan yang serupa. Suasana forum Parpol yang elegan mesti dibumbuhi dengan guyonan politik. Gunanya untuk menghilangkan suasana tegang.Â
Persis, guyonan diperlukan untuk meluluhkan panasnya politik.
Suasana forum kegiatan akhirnya lepas dan segar. Mendengar Presiden Jokowi ikut batuk tersebut mengundang lucu dari para kader PBB yang hadir di kegiatan tersebut. Keriangan juga ditampilkan oleh Ketua Umum PBB yang duduk di barisan depan pun turut tertawa dengan gaya jenaka Presiden.
Batuk dan badan kurus yang digarisbawahi dalam kegiatan tersebut melalui pernyataan Yusri Ihza Mahendra dan ditanggapi dengan gaya Presiden Jokowi menambah bersuka ria para hadirin. Seandainya keceriaan berupa guyonan politik menghiasi di setiap panggung politik, maka bisa jadi percekcokan atau sengkarut negeri kita akan menjauh.
Tidak berlebihan, istilah "batuk" muncul di kegiatan tersebut murni tanpa mengurangi substansi dan kekhidmatan.Â
Ibarat menu masakan, Presiden Jokowi dan Yusri Ihza Mahendra mampu mengelola suasana batin publik dengan adonan masakan yang lezat dan gurih.
Rasanya sesuai selera politik. Resep masakan Rakornas dan MDP adalah khas. Resepnya bernama "batuk." Ia semacam "politik batuk," yang nikmat.
Selera seaduk dengan dengan seni politik. Seleranya mengundang, seninya bung!
Usai penggunaan istilah batuk, mungkin pula akan lahir istilah-istilah lain yang membuat elite politik dan para kader parpol lebih syahdu berpolitik demi bangsa dan negara. Habis "batuk," terbitlah istilah lain!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H