Kondisi perekonomian keluarga Hakimi tidak membuatnya kendor untuk menggapai impiannya.
Hakimi sebagai anak menjadi tulang punggung keluarganya. Ibunya terlibat langsung mencari nafkah. Ayah banting tulang bekerja untuk menghidupi anak dan isterinya.
Hasil pencarian nafkah dari ibu dan ayahnya diperuntukkan anaknya, Hakimi agar kelak bisa merahi cita-cita dan harapannya menjadi pesepakbola beken sejagat.
Hakimi nampak mensyukuri atas jerih payah ibu dan ayahnya. Kelengkapan seperti sepatu bola dan pendukung lainnya dengan uang ala kadarnya. Hakim makin mantap melangkah dengan sepak bola.
Usahanya tidak sia-sia, Hakimi kecil pun mengola bakatnya melalui pelatihan sepak bola di salah satu klub lokal, bernama Deportivo Colonia de Ofigevi. Karena hidup adalah pilihan, pantaslah makin ngebet sepak bola.
Demi impiannya menjadi pesepakbola profesional, pendidikan formalnya pun ikut terlantarkan. Akhirnya, dia kandas menjadi siswa berpendidikan formal.
Ibu dan ayah akhirnya mendukung anaknya sebagai pesepakbola. Minat dan jiwanya besar di sepak bola. Di usia delapan tahun, Hakimi kecil sudah memiliki kemampuan di atas rata-rata, sehingga dia ditarik ke akademi Real Madrid.
Di situlah mulai membuktikan menjadi pemain profesional. Debutnya bertitik tolak dari tahapan promosi ke tim senior sepak bola.
Bravo Achraf Hakimi! Nyundullah bola dengan mengukir prestasi gemilangmu! Nyundullah langit dengan kasih sayang ibumu tiada tara! Merumputlah dengan main bola cemerlangmu! Para pecinta bola menanti Hakimi-Hakimi lain.