Siapa yang harus memulai? Saya yang selalu curiga pada cinta atau kau yang kadang diam di hadapan cinta? Atau begini saja. Kita simpan curiga di awal senja, juga diam di akhir malam. Sebab, siapakah kita sampai-sampai mesti curiga dan diam di hadapan cinta?Â
Di hadapan cinta, kita tak ada apa-apanya. Di hadapan kita, cinta segalanya. Segalanya!
'Cinta itu apa?' Bertanyalah sepoi kepada kita. Ada hening panjang sekali, selepas tanya itu terujar. Lebih panjang dari pandangan. Lebih panjang dari ingatan. Cinta itu apa? Kita mengulang-ulang tanya yang sama, bersama detak waktu. Hidup, salah satunya, adalah pengulangan. Kita mengulang-ulang hal yang sama atau hampir sama, setiap hari. Juga mengulang-ulang pertanyaan. Pertanyaan tentang cinta, misalnya. Apakah cinta itu serupa detak waktu? Hening. Hening lagi. Hening yang panjang. Dalam hening, selalu ada sikap. Saya lalu curiga. Dan kau beda. Diam. Sepoi yang menanti pun pergilah. Pergi ke entah.
Kita sepakat. Ada baiknya bila jawaban atas 'apa itu cinta?'Â itu dicari. Bukannya di-hening-kan. Kita lalu berhenti dalam sajak ini. Barangkali, ia di sini.
Senja Ini
: kita
senja ini, kau kembali kucari. barangkali dalam sajak-sajak tua
dari berjuta-juta silam yang lampau, ada kau
yang setia memintal kenangan.
senja ini, kau kembali kucari. barangkali dalam nada-nada lagu lama
dari tak terhingga bahasa, ada kau
yang tegar menyulam kisah.
kalau bukan karena rindu, sia-sialah pencarianku.
sebab, rindu dan api tak ada bedanya.
menyiksa sekaligus menghidupkan.
(Mei 2016)
Kita tiba-tiba paham. Akar dari segala pencarian adalah rindu. Termasuk merindukan jawaban: 'apa itu cinta?' Baik. Baiklah. Bersama sajak ini, kita simpan curiga di awal senja! Kita mencari cinta di Senja Ini. Kita menyimpan curiga pada awalnya. Yah, rindu itu begitu. Baik menyiksa maupun menghidupkan, sama-sama mengerikan. Ngeri sekali!
Dan malam pun tiba. Teringatlah kita akan sajak yang lain. Boleh jadi di sini. Sebuah sajak Malam.
Â
MalamÂ
: kita
Berterima kasihlah kepada malam
Malam adalah waktu yang paling rindu
Rindu adalah yang kadang tak mudah dijelaskan
Adalah semacam puisi dari ruang teramat sunyi
Kita baru saja memulainya pada malam
Berterima kasihlah kepada malam
(Februari 2016)
Dalam hening, kau masih dengan sikap yang sama. Diam. Kita baru saja memulainya pada malam. Mulai mencari: 'apa itu cinta?' Malam adalah waktu yang paling rindu. Rindu adalah semacam puisi dari ruang teramat sunyi. Kita simpan diam itu, di akhir malam. Berterima kasihlah kepada malam.
Â
***
Siapakah kita sampai-sampai mesti curiga dan diam di hadapan cinta?
Saya curiga. Kau diam.
Kita ini siapa?
(Hening....hening....)
Kita ini siapa?
Saya curiga. Kau diam.
Siapakah kita sampai-sampai mesti curiga dan diam di hadapan cinta?
Â
Kita berhenti pada doa. Berhenti bersama doa. Yah, doa!
Di Serambi Malam
: kita
Izinkan kami berbaring di
Pelupuk mata-Mu, Tuhan.
Menikmati teduh paling indah
Sepanjang usia samudera.
Izinkan kami lelap di
Palungan kasih-Mu, Tuhan.
Mencumbu damai paling purna
Lebih luas dari bentangan langit.
Tuhan,,,
Tuhan,,,
: kami ini siapanya Engkau?
(1 Agustus 2016)
Di hadapan cinta, kita tak ada apa-apanya.Â
Di hadapan kita, cinta segalanya.Â
Segalanya!
Â
Aku hendak mencintaimu dengan mata hati yang terbuka lebar, Sayang.
Menjangkau sisi-sisi dirimu yang luput dicengkeram apa pun.
Mencintaimu lebih terang dari cahaya.
Di hadapan cinta, kita tak ada apa-apanya.Â
Di hadapan kita, cinta segalanya.Â
Segalanya!
Â
(3 Agustus 2016)
-Reinard L. Meo
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI