Singkatnya, ['dilihat oleh orang lain' adalah kebenaran dari 'melihat orang lain'].
Model lain dari perjumpaan dengan orang lain (atau sesama) ialah [apabila orang melihat saya, situasi saya berubah total. Saya yang tadinya mengintip, akan merasa malu. Rasa malu, dengan demikian menyadarkan saya akan diri saya sendiri. Kesadaran tak refleksif atau spontan yang tadinya terfokus pada objek yang saya intip, akhirnya kemasukan kesadaran akan saya sendiri. Saya sadar akan diri saya atau subjektivitas diri saya, karena saya menjadi objek orang lain].Â
3. "Kapan nikah?"
Contoh kasus dari pertengahan abad XIX yang bisa Anda pakai kalau berhadapan dengan orang yang bertanya pada Anda, "Kapan nikah?".
Jean-Paul Sartre hidup bersama Simone de Beauvoir, tapi tidak menikah.
Tafsiran (agak sesat) saya:
(a) kalau hidup bersama sudah bahagia, buat apa potong hewan saat bentuk panitia, kalau jam-jam dinihari tetap ada yang baku hantam gara-gara alkohol dan cemburu?
(b) buat apa menikah, kalau toh tetap bisa jadi filsuf, kritikus sastra, dan karya-karya terus-menerus diulas dalam skripsi, tesis, disertasi, juga artikel-artikel pendek di media?
Jika Socrates pernah bilang, "Menikahlah! Jika isrimu baik, kamu akan bahagia. Jika istrimu jahat, kamu akan menjadi filsuf sepertiku.", kali ini saya mau bilang, setelah mengetahui jejak Sartre,Â
"Kumpul kebo dan jadilah filsuf!"Â
Sekian pengantar awal saya tentang Sartre. Abaikan bila tak penting, tambahlah bila kurang, lengkapi bila ada cacat, dan tirulah bila baik adanya.