Mohon tunggu...
Septi Erlita
Septi Erlita Mohon Tunggu... Human Resources - mahasiswa yang mencoba produktif

hai! salam kenal, selamat membaca semoga tulisan saya bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hukum Berlayar di Samudra Etik

28 Oktober 2020   09:30 Diperbarui: 29 Oktober 2020   09:41 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

kali ini penulis akan menuliskan Resume Kuliah Umum Program Doktor Imu Sosial (DIS) Departemen Politik dan Pemerintahan Universitas Diponegoro Semarang bersama Prof. Dr. Jilmy Asshidiqie,S.H. dengan tema " Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara dan Agenda Demokrasi di Indonesia" pada tanggal 8 Oktober 2020

Perkembangan etika kehidupan berbangsa dan bernegara dan Agenda Kehidupan Demokrasi Indonesia

Etika menjelma menjadi gelaja umum di dunia sekarang. Etika pada masanya tidak diidealkan dan dibicarakan dalam konteks bernegara karena etika dipersepsikan sebagai lebih dekat dengan agama, karena negara dipisahkan dari urusan agama maka begitupun etika tidak boleh dekat-dekat dengan urusan politik bernegara. 

Namun saat ini perkembangan kenyataan hidup menunjukkan gejala lain, dimana orang tidak hanya cukup mengandalkan legal norm (norma hukum) tetapi juga mempraktikan ethical norm yang menjadi permasalahan publik yang dibutuhkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka berkembang praktik dimana-mana infrastruktur ethicts dan public office, di abad-21 setiap negara memiliki produk hukum yang mengatur tentang etika, tinggal 8 negara yang belum mendirikan permanent ethics commission.

Solusi hukum tidak menyelesaikan masalah mengenai control terhadap define behaviour, kontrol terhadap perilaku yang diidealkan bersama. Selain hukum maka pendidikan etik lebih mendidik, karena tujuannya bukan membalas kesalahan namun tujuannya adalah menjaga marwah public trust terhadap institusi jabatan, bukan seperti hukum yang sifatnya membalas atau menghukum yang sifatnya sangat retributif, hukum tetap penting namun mengatasi sistem etika juga sama pentingnya, bahkan jika etika berjalan dengan baik, hukum sebagai tuntutan mengkriminalkan orang akan turun, jadi kasus-kasus yang bermasalah dengan problem etika itu bisa mencegah kualitifikasi pelanggaran penyimpangan perilaku ppublik sebelum masuk kedalam kategori hukum, sudah dikoreksi oleh sistem etika, jika sudah diselesaikan oleh pendekatan etika maka tidak perlu memikirkan untuk dipenjara.

sistem rules of law dan sistem rules of ethics harus dikolaborasikan agar  saling menunjang untuk mengatasi the quality and the integrity of the institution. Institusi berbangsa dan bernegara itu kualitas dan integritasnya harus didekati dengan 2 cara simultan yaitu pendekatan hukum dan pendekatan integritas etika. Indonesia sejak reformasi sudah menerapkan prinsip-rinsip dasar ini. TAP MPR NO. 6 Tahun 2001 tentang etika kehidupan berbangsa dan bernegara masih berlaku sampai sekarang sebagai hukum. Bagaimana menjabarkannya menjadi sistem etika berbangsa dan bernegara? 

Jadi pancasila, UUD, UU dan Tap MPR tentang etika ini berisi supreme source of ethics yang bukan hanya menjadi hukum tertinggi namun menjadi sistem etika tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara (menjadi supreme source of law and supreme source of ethics). maka, dari seluruh lembaga pasti ada kode etik dan penegak kode etik didalamnya, tandanya insfrastruktur etika bernegara sudah diiterapkan dengan mekanisme penegakan hukum dan keadilan dan indonesia mengkonstruksi sistem baru yaitu peradilan/pengadilan etika dalam sistem peradilan republik ( Badan Kehormatan DPR dirubah menjadi Mahkamah Kehormatan Dewan ) sebagai upaya untuk membangun kualitas dan integrasi negara demokrasi dan negara hukum kita Indonesia. 

Untuk membangun kualitas dan integritas negara demokrasi dan negara hukum, negara demokrasi indonesia tidak hanya harus diimbangi dengan the rule of law (Prinsip negara hukum) namun juga the rule of ethics, artinya negara yang dibangun atas norma hukum dan norma etika. 

Perkembangan negara demokrasi demikian kaitannya dengan sejarahnya demokrasi rule of Law itu dua sisi dari mata uang yang sama karena itu semua menggambarkan demokrasi yang ideal adalah demokrasi berdasar atas hukum (constitutional democracy) demokrasi kebebasan dibatasi dengan kesepakatan normatif dalam konstitusi demokrasi yang artinya berdasar atas hukum konstitusional. Ide hukum-pun harus bersifat demokratis, dalam contoh Jerman-Nazi dibawah pimpinan Hitler itu hukum yang ditentukan oleh penguasa, rakstrat itu tidaklah demokratis, rakstrat yang diidealkan bukan seperti itu yang sifatnya totalitarian tapi rakstrat yang demokratis, maka muncul istilah demokratik rule of law sebagai imbangan dan ide constitutional democracy. 

Demokrasi yang ideal menurut para filsuf hukum dan politik adalah demokrasi konstitusional, demokrasi yang berdasar atas hukum dan negara hukum yang demokratis, yang Indonesia adopsi menjadi pasal 1 ayat 2 UUD 1945 menyebutkan kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar. Lalu pasal 1 ayat 3, yaitu negara indonesia adalah negara hukum, yang didefinisikan masuk kedalam democratic of rule of law. Normatif nya indonesia adalah negara demokratik atas hukum, negara atas norma yang lebih lanjut dalam arti sempit disebut negara norma. The norms tidak bisa diartikan hanya the laws karena sifatnya yang lebih luas menyangkut the rule of ethics.

Mulai abad 20 mulai muncul keterbutuhan yaitu etika dizaman sekarang sangatlah penting menjadi pengimbang the laws (hukum). ketua MA Amerika Earl Warren mengatakan “in civilized life, law floats in a sea of ethics”, dalam kehidupan yang beradab hukum itu mengapung di samudra etika. Artinya adalah hukum dan etika tidak boleh dipisah-pisah, etika bak samudra dan hukum bagaikan kapal, sehingga kapal hukum tidak mungkin berlayar mecapai pulau keadilan jikalau samudra etikanya kering. Maka jika ingin menegakkan hukum yang berkeadilan, syaratnya adalah akhlaq dari bangsa ini, etika dalam berbangsa dan bernegara itu harus berfungsu dengan baik. Itulah hubungannya etika dengan hukum.

Demokrasi in the rule of laws dan demokrasi in the rule of ethics harus saling menunjang dan kualitas dan integritas demokrasi sangat menentukan berfungsi atau tidaknya demokrasi of the rule of laws and the rule of ethics. Demokrasi kuantitatif indonesia adalah nomor 3 didunia setelah India dan AS. Tetapi indeks demokrasi kualitatif, indonesia berada diperingkat 64, artinya the quality of indonesian democracy masih jauh dan tidak sesuai dengan the quantity nya. Penilaian kedepan tidak hanya atas the quality namun juga the integrity democracy. Integritas demokrasi harus berkebudayaan, sehingga ada tinjauan baru dalam menelaah kualitas dan integritas demokrasi di Indoensia masa kini dan masa depan.

Bagaimana melihat demokrasi dari sudut pandang kualitas dan integritas? Degredasi demokrasi (democratic regress) atau kemunduran demokrasi merata diseluruh dunia karena pertama, suksesnya cina tanpa demokrasi, sehingga orang berpandangan untuk apa demokrasi, karena cina negara komunis mampu membangun kesejahteraan rakyatnya tanpa demokrasi. 

Demokratis regres muncul juga karena, kedua; fakta dan kenyataan menguatnya politik identitas dan radikalisme rasialis dimana-mana yang dijawab dengan deskriminasi rasialis bahkan AS pun terjebak dalam white supremacy dan krisis islam dimana-mana yang memunculkan banyaknya imigran dan aksi teror, itu menunjukan adanya radikalisme yang dilawan juga dengan radikalisme sebaliknya. 

Ketiga, kemunduran demokrasi karena adanya tren demokrasi formalistik proedural yang tercermin dalam pemilihan umum prosedural, dalam contoh yaitu pemilihan umum tanpa terjadinya pergantian penguasa misal rusia dan mungkin ditiru oleh turki. Yaitu percampuran sistem presidensial dengan parlementer. Jadi disimpulkan adanya praktik formalitas demokratis hampir diseluru dunia, memberi pembenran pada totalitarianisme dan otoritarianisme. 

Ke empat; adanya percampur bauran antar kepentingan. kepentingan ekonomi, politik dll, ditambah diberi pembenaran oleh negara feodal. Maka oligarki, dinasti, campur baur dengan politik dan bisnis menyebabkan konflik kepentingan yang luar biasa, begitupun media yang sudah campur baur dengan politik dan bisnis karena mediia sudah dikuasai oleh kekuatan politik. Harusnya ada pemisah antara 3 kepentingan kekuasaan, namun tren sekarang 3 kepentingan itu menumpuk disatu tangan.

Kepentingan kekuasaan saat ini setelah abad ke 20 dibagi menjadi 2, yaitu iner structure of power dan outer structure of power. Iner structure of power berisi lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif ditambah menjadi campuran yaitu lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan lembaga fungsi campuran misal KPU, Bawaslu, KPPU yang disebut lembaga the vote of state zaman dulu disebut pers. Yang seharusnya dipisah karena lembaga independen ini menjadi cabang ke 4 jika dilihat dari pandangan mikro. 

Dari kacamata outer structure of power, lembaga independen itu menjadi pelaku dan pemegang kekuasaan untuk membangun peradaban negara dan bangsa. Negara dalam arti luas berarti state, civil society organization corporation, market and media, ke-empatnya harus dipisah tidak boleh dipangku oleh satu tangan. 

Namun dapat dilihat sekarang para politisi, para pejabat justru meniliki kekuasaan media sendiri baik tv, radio, media sosial dari tingkat pusat sampai daerah yang juga membangun partai politik. akan datang suatu zaman dimana sebuah negeri yang menyebut dirinya demokrasi konstitusional, presidenya memegang 4 cabang kekuasaan sekaligus, dikuasainya partai, negara sebagai kepala negara, bisnis dia kuasai bersamaan dengan media dan terakhir dia nyumbang ke sana ke mari untuk mendapatkan trust dari civil society. pada saat itu yang muncul bukan lagi demokrasi yang muncul adalah move on off totalitarianisme, totalitarianisme baru.

Jelas solusinya adalah harus ada pemisahan kekuasaan sehingga tidak ada otoritarianisme gaya baru yang mengatasnamakan demokrasi. Budaya feodal di Indonesia sudah menjadi realitas masyarakat sejak berdirinya negara Indonesia, mencerminkan rakyat meskipun namanya republik, institusi republik, namun praktik dan cirinya kerajaan. Tradisi kerajaan masih kuat, republik belum terlembagakan dengan baik, itu sebabnya dinasti politik masih terpraktikkan hingga sekarang dalam partai mencirikan feodal semua. Maka perlu dibahas demokrasi kebudayaan yang mendekatkan institusionalisme demokrasi dengan modernisasi kebudayaan politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun