Mohon tunggu...
Septi Erlita
Septi Erlita Mohon Tunggu... Human Resources - mahasiswa yang mencoba produktif

hai! salam kenal, selamat membaca semoga tulisan saya bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hukum Berlayar di Samudra Etik

28 Oktober 2020   09:30 Diperbarui: 29 Oktober 2020   09:41 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demokrasi in the rule of laws dan demokrasi in the rule of ethics harus saling menunjang dan kualitas dan integritas demokrasi sangat menentukan berfungsi atau tidaknya demokrasi of the rule of laws and the rule of ethics. Demokrasi kuantitatif indonesia adalah nomor 3 didunia setelah India dan AS. Tetapi indeks demokrasi kualitatif, indonesia berada diperingkat 64, artinya the quality of indonesian democracy masih jauh dan tidak sesuai dengan the quantity nya. Penilaian kedepan tidak hanya atas the quality namun juga the integrity democracy. Integritas demokrasi harus berkebudayaan, sehingga ada tinjauan baru dalam menelaah kualitas dan integritas demokrasi di Indoensia masa kini dan masa depan.

Bagaimana melihat demokrasi dari sudut pandang kualitas dan integritas? Degredasi demokrasi (democratic regress) atau kemunduran demokrasi merata diseluruh dunia karena pertama, suksesnya cina tanpa demokrasi, sehingga orang berpandangan untuk apa demokrasi, karena cina negara komunis mampu membangun kesejahteraan rakyatnya tanpa demokrasi. 

Demokratis regres muncul juga karena, kedua; fakta dan kenyataan menguatnya politik identitas dan radikalisme rasialis dimana-mana yang dijawab dengan deskriminasi rasialis bahkan AS pun terjebak dalam white supremacy dan krisis islam dimana-mana yang memunculkan banyaknya imigran dan aksi teror, itu menunjukan adanya radikalisme yang dilawan juga dengan radikalisme sebaliknya. 

Ketiga, kemunduran demokrasi karena adanya tren demokrasi formalistik proedural yang tercermin dalam pemilihan umum prosedural, dalam contoh yaitu pemilihan umum tanpa terjadinya pergantian penguasa misal rusia dan mungkin ditiru oleh turki. Yaitu percampuran sistem presidensial dengan parlementer. Jadi disimpulkan adanya praktik formalitas demokratis hampir diseluru dunia, memberi pembenran pada totalitarianisme dan otoritarianisme. 

Ke empat; adanya percampur bauran antar kepentingan. kepentingan ekonomi, politik dll, ditambah diberi pembenaran oleh negara feodal. Maka oligarki, dinasti, campur baur dengan politik dan bisnis menyebabkan konflik kepentingan yang luar biasa, begitupun media yang sudah campur baur dengan politik dan bisnis karena mediia sudah dikuasai oleh kekuatan politik. Harusnya ada pemisah antara 3 kepentingan kekuasaan, namun tren sekarang 3 kepentingan itu menumpuk disatu tangan.

Kepentingan kekuasaan saat ini setelah abad ke 20 dibagi menjadi 2, yaitu iner structure of power dan outer structure of power. Iner structure of power berisi lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif ditambah menjadi campuran yaitu lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan lembaga fungsi campuran misal KPU, Bawaslu, KPPU yang disebut lembaga the vote of state zaman dulu disebut pers. Yang seharusnya dipisah karena lembaga independen ini menjadi cabang ke 4 jika dilihat dari pandangan mikro. 

Dari kacamata outer structure of power, lembaga independen itu menjadi pelaku dan pemegang kekuasaan untuk membangun peradaban negara dan bangsa. Negara dalam arti luas berarti state, civil society organization corporation, market and media, ke-empatnya harus dipisah tidak boleh dipangku oleh satu tangan. 

Namun dapat dilihat sekarang para politisi, para pejabat justru meniliki kekuasaan media sendiri baik tv, radio, media sosial dari tingkat pusat sampai daerah yang juga membangun partai politik. akan datang suatu zaman dimana sebuah negeri yang menyebut dirinya demokrasi konstitusional, presidenya memegang 4 cabang kekuasaan sekaligus, dikuasainya partai, negara sebagai kepala negara, bisnis dia kuasai bersamaan dengan media dan terakhir dia nyumbang ke sana ke mari untuk mendapatkan trust dari civil society. pada saat itu yang muncul bukan lagi demokrasi yang muncul adalah move on off totalitarianisme, totalitarianisme baru.

Jelas solusinya adalah harus ada pemisahan kekuasaan sehingga tidak ada otoritarianisme gaya baru yang mengatasnamakan demokrasi. Budaya feodal di Indonesia sudah menjadi realitas masyarakat sejak berdirinya negara Indonesia, mencerminkan rakyat meskipun namanya republik, institusi republik, namun praktik dan cirinya kerajaan. Tradisi kerajaan masih kuat, republik belum terlembagakan dengan baik, itu sebabnya dinasti politik masih terpraktikkan hingga sekarang dalam partai mencirikan feodal semua. Maka perlu dibahas demokrasi kebudayaan yang mendekatkan institusionalisme demokrasi dengan modernisasi kebudayaan politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun