Mohon tunggu...
Erlin Yuli Yanti
Erlin Yuli Yanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Membaca is my favorite Berbahagialah selalu Love Your Self

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah dan Perkembangan Madzhab Syiah di Dunia Islam

15 Oktober 2024   08:14 Diperbarui: 15 Oktober 2024   08:15 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Madzhab Syiah bermula setelah wafatnya Nabi Muhammad, saat terjadinya perselisihan mengenai siapa yang berhak menjadi penerus kepemimpinan umat Islam. Syiah meyakini bahwa Ali bin Abi Thalib, sepupu dan menantu Nabi, adalah imam yang sah. Pandangan ini berbeda dengan mayoritas Sunni yang menerima pemilihan Abu Bakar sebagai khalifah pertama.

Setelah wafatnya Nabi Muhammad, muncul perdebatan tentang siapa yang berhak menjadi khalifah. Mayoritas Muslim saat itu memilih Abu Bakar sebagai khalifah pertama, namun sebagian kecil umat Islam (yang kelak dikenal sebagai Syiah) meyakini bahwa kepemimpinan harus berada di tangan Ahlul Bait (keluarga Nabi), khususnya Ali bin Abi Thalib. Ali akhirnya menjadi khalifah keempat pada 656 M, namun pemerintahannya diwarnai oleh konflik internal, termasuk Perang Jamal dan Perang Shiffin. Konflik ini semakin mempertegas perbedaan antara pengikut Ali dan kelompok lainnya.

Setelah pembunuhan Ali pada 661 M, anaknya Hasan dan kemudian Husain dianggap sebagai pemimpin sah oleh kelompok Syiah. Husain menentang kekuasaan Dinasti Umayyah yang dipimpin oleh Yazid bin Muawiyah. Pada tahun 680 M, Husain dan keluarganya dibantai dalam peristiwa tragis di Karbala. Peristiwa ini menjadi tonggak penting dalam sejarah Syiah, menjadikannya simbol perjuangan melawan ketidakadilan. Setiap tahun, pengikut Syiah memperingati tragedi ini dengan upacara Muharram, khususnya pada hari Asyura.

Setelah peristiwa Karbala, Syiah berkembang menjadi mazhab teologi yang semakin terorganisir. Salah satu cabang utama dari Syiah adalah Syiah Imamiyah.Syiah Imamiyah, juga dikenal sebagai Itsna Asyariyah atau Syiah Dua Belas Imam, berkembang dari keyakinan bahwa para imam yang diangkat secara ilahi adalah penerus sah Nabi Muhammad. Imam-imam ini dianggap memiliki pengetahuan khusus yang diwariskan dari Nabi dan merupakan otoritas tertinggi dalam urusan keagamaan dan politik.Perkembangan penting dalam sejarah Syiah Imamiyah terjadi setelah wafatnya Imam ke-dua belas, Muhammad al-Mahdi, yang menurut keyakinan Syiah, masuk ke dalam "ghaibah" atau kegaiban pada akhir abad ke-sembilan. Dalam periode ghaibah ini, imam tersebut diyakini bersembunyi dan akan kembali sebagai al-Mahdi di masa depan untuk membawa keadilan.Selama masa ini, Syiah Imamiyah mulai berfokus pada pengembangan hukum, teologi, dan filsafat Islam, yang dipelopori oleh ulama-ulama terkemuka seperti Syekh Mufid dan Allamah Hilli. Di Iran, pengaruh Syiah Imamiyah meningkat secara signifikan pada abad ke-enam belas, ketika Dinasti Safawi menjadikannya agama negara. Hal ini menjadikan Iran sebagai pusat utama ajaran Syiah hingga sekarang.

Di masa modern, Syiah Imamiyah memiliki pengaruh yang kuat di Iran, Irak, dan Lebanon, dengan peran besar dalam politik, khususnya setelah Revolusi Iran tahun seribu sembilan ratus tujuh puluh sembilan, yang memperkenalkan konsep kepemimpinan ulama (Wilayah al-Faqih) sebagai landasan negara.

Selain Syiah Imamiyah, ada juga cabang lain seperti Syiah Zaidiyah yang lebih moderat dalam pandangannya tentang kepemimpinan,Syiah Zaidiyah adalah salah satu cabang Syiah yang muncul setelah wafatnya Imam Ali Zainal Abidin, cucu dari Ali bin Abi Thalib. Pengikut Zaidiyah mendukung putranya, Zaid bin Ali, sebagai imam, sehingga berbeda dari kelompok Syiah lainnya seperti Imamiyah dan Ismailiyah.

Perkembangan Zaidiyah terutama terjadi di Yaman, di mana Zaid bin Ali memimpin pemberontakan melawan Dinasti Umayyah pada awal abad ke-delapan. Meski pemberontakan tersebut tidak berhasil, ajaran Zaidiyah tetap bertahan dan berkembang di wilayah tersebut. Syiah Zaidiyah menekankan pentingnya tindakan politik aktif melawan penguasa yang dianggap tidak adil, berbeda dari Syiah Imamiyah yang lebih pasif menunggu kembalinya Imam Mahdi.Zaidiyah mencapai puncaknya ketika menjadi agama negara di Yaman dengan berdirinya Dinasti Zaidi pada abad kesembilan. Dinasti ini bertahan hingga abad ke-dua puluh ketika Yaman Utara menjadi republik. Zaidiyah memiliki keyakinan yang lebih dekat dengan Sunni dalam beberapa aspek hukum dan teologi, membuatnya unik dibandingkan dengan cabang-cabang Syiah lainnya.Hingga saat ini, Zaidiyah masih menjadi kelompok mayoritas di Yaman, terutama di kalangan pemberontak Houthi yang terlibat dalam konflik politik dan militer di negara tersebut.

dan juga ada Syiah Ismailiyah,Syiah Ismailiyah adalah salah satu cabang besar dalam aliran Syiah yang muncul dari perpecahan di kalangan Syiah Imamiyah. Perpecahan ini terjadi pada abad ke-delapan, terkait penerus Imam Ja'far ash-Shadiq. Sebagian umat Syiah memilih putranya, Musa al-Kazim, yang kemudian menjadi dasar Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah. Namun, kelompok lain mendukung putra Ja'far yang lain, Ismail bin Ja'far, sebagai imam ketujuh, sehingga muncul aliran Ismailiyah.Era Ismailiyah mencatat perkembangan penting pada abad ke-sembilan hingga ke-sebelas, terutama dengan berdirinya Kekhalifahan Fatimiyah di Afrika Utara pada tahun sembilan ratus sembilan. Kekhalifahan ini meluas ke Mesir, membangun Kairo sebagai ibu kota, dan memperkenalkan Ismailiyah sebagai agama negara. Di era ini, Ismailiyah memainkan peran politik dan intelektual yang sangat besar, termasuk pendirian Universitas Al-Azhar yang kemudian menjadi pusat pembelajaran Islam.

Namun, setelah runtuhnya Kekhalifahan Fatimiyah pada abad ke-duabelas, aliran Ismailiyah mengalami fragmentasi. Salah satu kelompok besar yang muncul adalah Nizari, yang dipimpin oleh para imam yang diyakini masih hidup hingga hari ini, dan dikenal dengan pemimpin spiritual mereka, Aga Khan.Perkembangan Ismailiyah setelah era Fatimiyah cenderung berfokus pada komunitas-komunitas kecil di berbagai wilayah seperti India, Persia, dan Suriah, serta peran intelektual mereka dalam filsafat, teologi, dan esoterisme Islam.

Di era modern, Syiah terus menjadi kekuatan penting, terutama di Iran, Irak, dan Lebanon. Revolusi Iran pada 1979, yang dipimpin oleh Ayatollah Khomeini, membentuk Republik Islam Iran berdasarkan prinsip-prinsip Syiah. Hal ini meningkatkan pengaruh Syiah di dunia Muslim, terutama di Timur Tengah. Di Irak, setelah jatuhnya Saddam Hussein pada 2003, komunitas Syiah mendapatkan pengaruh politik yang signifikan. Hezbollah di Lebanon juga menjadi salah satu kelompok politik dan militer yang kuat, berafiliasi dengan aliran Syiah.Islam Syiah di Indonesia mewakili minoritas kecil di negara mayoritas Muslim Sunni. Sekitar satu juta orang Indonesia adalah Syiah, yang terkonsentrasi di sekitaran Jakarta.komunitas Syiah di Jakarta dan sekitarnya, yang tergabung dalam ormas Ahlulbait Indonesia (ABI). Ada juga komunitas Syiah di wilayah Bondowoso, Jawa Timur, yang memiliki sejarah panjang. Syiah Indonesia juga ditemukan di kawasan Jawa, Madura, dan Sumatra.

Sejarah Madzhab Syiah mencerminkan perjuangan untuk menegakkan keadilan dan kepemimpinan yang sah dalam Islam, serta memainkan peran penting dalam dinamika politik dan keagamaan di dunia Muslim hingga saat ini

Syiah terus berkembang meskipun menghadapi tantangan, termasuk perbedaan dengan komunitas Sunni dan tekanan politik di beberapa negara. Namun, Syiah tetap menjadi bagian integral dari dunia Islam, dengan pusat-pusat penting di Iran, Irak, dan Lebanon.

Secara keseluruhan, Syiah telah berkembang menjadi beberapa cabang utama, masing-masing dengan karakteristik unik dan peran yang signifikan dalam sejarah dunia Islam. Syiah Imamiyah, Ismailiyah, dan Zaidiyah adalah tiga cabang yang paling menonjol, berkembang dari perbedaan pandangan tentang penerus yang sah setelah Nabi Muhammad.Setiap cabang memiliki kontribusi intelektual dan politik yang signifikan terhadap sejarah Islam, memperkaya tradisi pemikiran keagamaan, filsafat, dan hukum, serta membentuk dinamika politik di berbagai kawasan Muslim. Meski beragam, semua cabang Syiah memiliki komitmen terhadap keyakinan bahwa para imam memiliki peran penting sebagai penerus otoritas spiritual Nabi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun