Mohon tunggu...
Erlinda AdZikri
Erlinda AdZikri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi 23107030047 UIN Sunan Kalijaga

sedang mengetik...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Tradisi Bulusan Kudus dari Pasar Malam Hingga Beri Makan Bulus

17 April 2024   08:53 Diperbarui: 17 April 2024   08:56 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
wahana permainan (dokumen pribadi)

Bulan Ramadhan telah usai digantikan dengan Bulan Syawal yang penuh kemenangan. Idul Fitri yang merupakan sebuah momen yang ditunggu semua orang akhirnya tiba dan menyapa umat musim yang menantikannya. Canda, tawa, suka, dan duka terpancar saat merayakan Hari Raya Idul Fitri dengan berbagai tradisi yang ada. Di Indonesia sendiri memiliki banyak sekali tradisi untuk merayakan Hari Raya Idul Fitri, tak hanya sebatas berkumpul dengan keluarga menjalin tali silahturahmi dengan menyantap hidangan lezat, namun tradisi yang bersifat umum pun juga tak lupa ikut merayakan Hari Raya Idul Fitri.

Seperti tradisi yang ada di Dukuh Sumber, Desa Hadipolo, Kudus, Jawa Tengah, terdapat sebuah tradisi yang unik dengan menggunakan Labi-Labi sebagai simboliknya. Nama tradisi ini adalah Tradisi bulusan. Bulusan sendiri berasal dari nama hewan Bulus atau Labi-Labi. Tradisi Bulusan ini merupakan tradisi yang secara turun temurun dilaksanakan oleh warga Dukuh Sumber, tradisi ini selain dilaksanakan untuk merayakan Bulan Syawal tapi juga untuk memperingati hari jadinya Dukuh Sumber dan hari lahirnya bulus, jelmaan dari Kumoro dan Komari.

Kumoro dan Komari merupakan tokoh penting dalam cerita bagaimana Tradisi Bulusan dan Dukuh Sumber ini bisa tercipta. Tradisi Bulusan ini berasal dari cerita nenek moyang terkait asal muasal munculnya hewan air yang bernama bulus atau labi-labi, yang diyakini merupakan jelmaan dari dua manusia bernama Kumoro dan Komari. Dan berkaitan dengan Raden Umar Said atau biasa dikenal dengan Sunan Muria.

Tradisi Bulusan ini diyakini terjadi pada malam ke 17 Ramadhan saat malam Nuzulul Qur'an. Terdapat seorang alim ulama penyebar Agama Islam bernama Mbah Dudo. Dalam perjalanannya menyebarkan Agama Islam, Mbah Dudo berniat untuk mendirikan sebuah pesantren dan menemukan tempat yang tepat untuk membangun pesantren tersebut di kaki Gunung Muria. Mbah Dudo memiliki murid yang bernama Kumoro dan Komari. Serta Mbah Dudo memiliki sahabat yaitu Raden Umar Said atau Sunan Kudus.

Pada malam ke 17 bulan Ramadhan, lebih tepatnya pada waktu malam Nuzulul Qur'an, Raden umar said atau Sunan Muria datang untuk bersilahturahmi dan membaca Al-Qur'an bersama dengan Mbah Dudo. Dalam perjalanannya, Raden Umar said atau Sunan Muria mendengar orang yang sedang bekerja di sawah pada malam hari sedang mengambil bibit padi. Raden Umar Said atau Sunan Muria berhenti sejenak dan berkata kepada dua orang yang sedang berkerja disawah, "Lho, malam Nuzulul Qur'an kok tidak baca Al-Qur'an?, kok malah di sawah berendam air seperti bulus saja". Akibat perkataan dari Sunan Muria itu mengakibatkan Kumoro dan Komari seketika menjadi bulus. Mengetahui kedua muridnya menjadi bulus karena perkataan Sunan Muria, Mbah Dudo datang kepada Sunan Muria untuk meminta maaf atas kesalahan kedua muridnya, Kumoro dan Komari. Akan teapi, ibarat nasi sudah bubur yang tidak dapat kembali lagi. Kumoro dan Komari sudah tidak dapat kembali lagi mejadi manusia. Akhirnya, Raden Umar Said atau Sunan Muria menancapkan tongkatnya ke tnah, dan sebuah sumber air mata keluar dari tanah sehingga tempat itu diberi nama Dukuh Sumber. Dan tongkat Sunan Muria berubah menjadi pohon yang diberi nama Pohon Tamba Ati.

Sambil meninggalkan tempat tersebut, Raden Umar Said berkata kepada bulus Kumoro dan Komari, "Besok anak dan cucu kalian akan menghormatimu setiap satu minggu setelah hari raya bualn Syawal, lebih tepatnya waktu Bada Kupat (Lebaran Ketupat)". Sampai sekarang setiap Lebaran Ketupat tempat tersebut ramai dikunjungi orang untuk berziarah dan juga melihat bulus. Sehingga tradisi ini sekarang masih dilaksanakan dengan nama Bulusan.

Lebaran Ketupat sendiri adalah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat muslim Indonesia, khususnya di Pulau Jawa yang dilaksanakan pada tanggal 8 Syawal atau satu minggu setelah Hari Raya Idul Fitri. Tradisi ini biasa disebut sebagai Lebaran Ketupat, Bada Kupat, Riyoyo Kupat, dan Kupatan. Berbeda dengan Lebaran Hari Raya Idul Fitri dengan Lebaran Ketupat, dalam pelaksanaannya Lebaran Ketupat tidak ada unsur ibadah sama sekali, seperti tidak ada takbiran maupun dalam bentuk sholat Eid, namun hanya sekedar berkumpul atau menghantarkan sedekah makanan dalam bentuk ketupat.

ketupat (dokumen pribadi)
ketupat (dokumen pribadi)

Puncak dari Tradisi Bulusan ini dilaksanakan bersamaan dengan Tradisi Lebaran Ketupat, sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Raden Umar Said atau Sunan Muria saat meninggalkan Kuromo dan Komari yang telah menjadi hewan bulus. Pada puncak acara Tradisi Bulusan ini, masyarakat Dukuh Sumber maupun Desa Hadipolo akan mengadakan festival kirap untuk memeriahkan Tradisi Bulusan ini. Dimana para peserta kirap akan menampilkan visualisasi yang menarik dan juga kreatif. Selain menampilkan visualisasi yang menarik, pada festival kirap Tradisi Bulusan ini juga menampilkan gunungan yang berisi hasil panen warga Desa Hadipolo yang sebelumnya sudah didoakan terlebih dahulu, setelahnya para warga nantinya akan berebut hasil panen yang ada digunungan tersebut.

wahana kora-kora (dokumen pribadi)
wahana kora-kora (dokumen pribadi)

Tidak hanya menampilkan festival kirap dan gunungan hasil panen saja, namun juga menampilkan tradisi memberi makan hewan bulus atau Labi-Labi dengan ketupat. Ketua Panitia Bulusan akan menyerahkan sejumlah ketupat kepada juru kunci makan Mbah Dudo, yang nantinya ketupat tersebut akan diberikan kepada hewan bulus sebagai makanan. Tradisi memberi makan bulus ini merupakan acara inti dari Tradisi Bulusan sendiri, di mana bulus sendiri menjadi simbolik acara ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun