Mohon tunggu...
Erlina Jusup
Erlina Jusup Mohon Tunggu... -

Tertipu aku dengan hatiku, akankah otak ku juga hendak menipu diriku???

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gara-gara Poligami, Rahasia 30 Tahun Itupun Terbongkar

11 Maret 2012   13:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:13 1277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13314727951935174632

Meskipun beliau tidak menganggapku sebagai anak tetapi dimata dan dihatiku beliau tetaplah ayah terbaik yang pernah aku miliki.

Mendadak sekujur tubuh Zaki gemetar. Ucapan Wak Usman yang baru datang dari kampungnya bagaikan sambaran halilintar di siang hari. Untung saja kantin sekolah SMA Negeri 1 tempatnya mengajar ini sedang sepi. Tak seorangpun siswa terlihat, yang ada hanyalah seorang penjaga kantin yang sibuk menghitung uang receh hasil penjualan pada istirahat pertama hari itu.

“Jadi Uwak sengaja kesini untuk memberitahu aku tentang rahasia ini, Wak?” Tanya Zaki.

“Sebetulnya bukan itu alasan utama uwak kesini. Tapi sebagai orang yang telah mengenalmu sejak kecil, uwak merasa kau berhak mengetahui hal ini secepat mungkin. Tak tega uwak melihat kau dibohongi oleh orang tuamu sendiri. Sejak dulu Uwak sudah menganggapmu sebagai anak sendiri. Dari kau bisa berhitung kau sudah menemani Uwak berjualan di Grosir Haji Ramli Bapak angkatmu.” Wak Usman bicara dengan nada lemah.

“Bagaimanapun mereka adalah orang tuaku, Wak. Emak yang sudah melahirkan dan membesarkan aku. Sementara Ayah, meskipun hubunganku dengan beliau tak pernah harmonis, tapi beliau sudah punya andil dalam membesarkan aku. Meskipun beliau tidak menganggapku sebagai anaknya tetapi dimata dan dihatiku beliau tetaplah ayah terbaik yang pernah aku miliki. Jadi kalau sekarang beliau membuka rahasia bahwa aku ini bukan anak kandungnya itu adalah hak beliau. Mungkin beliau sudah tidak tahan lagi menyimpan rahasia selama tiga puluh tahun.” Zaki berusaha melogikakan permasalahan.

“Apapun ceritanya, kau harus pulang pada acara pernikahan adik bungsumu bulan depan. Yang lalu biarlah berlalu. Kaupun sekarang sudah punya keluarga sendiri. Sayangilah mereka hingga akhir hayatmu. Anggap sajalah ini sebuah cobaan dalam hidupmu, Nak”

“Ya, Wak. Tapi andaikan aku boleh tahu, siapa sebenarnya ayah kandungku, Wak?”

“Bahkan ibumu sendiri tidak mengetahuinya, Nak. Maafkanlah kesalahan ibumu, sebenarnya beliaupun sangat tersiksa dengan kejadian ini. Inilah masa lalu, bagaimanapun kita mencoba menghapusnya tetap akan menyisakan bekas.” Wak Usman menasehati aku agar tak membenci orang yang sudah menyebabkan aku terlahir ke dunia ini sebagai anak haram.

Wak Usman pamit pulang, dia bilang masih banyak urusan yang harus diselesaikannya. Zaki masih belum beranjak dari tempat duduknya semula. Hatinya benar-benar merana. Tak pernah dibayangkan buntut poligami yang dilakukan ayahnya akan menyerang dirinya sendiri.

***

Warung remang-remang di ujung desa itu terlihat sepi malam ini. Jarum jam baru menunjukkan pukul 09.15. Namun karena guyuran hujan yang cukup lebat sejak sore, orang-orang lelaki di kampung ini malas keluar rumah. Lebih enak berdiam di rumah sambil menikmati sinetron remaja bersama isteri dan anak-anak tercinta. Suami isteri pemilik warung terlihat duduk saling berhadapan, tangan keduanya berpegangan mesra.

“Abang, aku sudah mengorbankan segalanya untuk menikah denganmu. Aku rela bercerai dari suamiku, aku memberikan semua perhiasan dan tabunganku untuk modal usahamu. Tetapi mengapa kau masih saja jarang datang menemui aku? Aku sangat mencintaimu, Bang! Aku tak menuntut apa-apa darimu, yang penting kau setiap hari singgah kesini, aku pasti akan melayanimu bagai seorang raja.” Mirah merayu suami barunya dengan manja.

“Abang pasti akan datang kesini, Mirah. Bila tak sempat siang, pasti malam abang akan menemuimu. Manalah sanggup Abang tak bertemu denganmu dalam waktu yang lama.” Sofyan memeluk isterinya mesra.

“Abang… Mirah sangat bahagia. Mirah harap Abang bisa berlaku adil sebagai seorang suami yang mempunyai dua isteri. Mirah dengar Anak lelaki Abang Si Zaki sangat membenci Abang karena pernikahan ini yah?” Mirah menatap kedua bola mata Sofyan dalam-dalam. Ada kegalauan disana.

“Zaki itu bukan anak kandungku. Ibunya sudah mengandung sebelum kami resmi menikah 30 tahun yang lalu. Aku terjebak hingga terpaksa menikahinya.” Sofyan menangis tersedu-sedu mengingat peristiwa 30 tahun yang lalu. Mirah kaget bercampur riang mendengar pengakuan Sofyan yang diluar dugaan. Akhirnya Ia mempunyai kartu as untuk memenangkan pertandingan. Bau alkohol mulai tercium dari mulut Sofyan. Beberapa gelas whiski sudah membuatnya menceracau tak karuan, mengungkap hal paling rahasia yang tersimpan selama usia pernikahannya dengan Zuriah isteri pertamanya.

Seorang lelaki separuh baya mengendap-endap meninggalkan warung. Ia membatalkan rencana untuk menagih hutang pada Sofyan. Dialah Wak Usman yang tanpa sengaja mendengarkan pengakuan Sofyan yang sedang mabuk.

***

Zuriah tak pulang ke rumah malam itu. Sejak suaminya menikah lagi, ia lebih senang menginap di rumah kakaknya. Hatinya sakit betul saat mengetahui bahwa suaminya menduakannya. Berkali-kali permintaan cerai dilontarkannya ketika beradu mulut dengan suaminya. Namun Sofyan tak pernah mengabulkan.  Apalagi mengingat waktu pernikahan putri bungsunya semakin dekat.

“Sudahlah, kau maafkan saja dia. Terimalah suamimu Si Sofyan itu apa adanya. Tak baik bila kau terlalu sering menginap di rumahku.” Adis, kakak Zuriah kembali mengingatkan adiknya.

“Itu karena kakak tak pernah merasakan apa yang aku rasakan. Pedih rasa hatiku ini, Kak! Apalagi sekarang anak-anak sudah dewasa. Tega dia membuat malu anak-anaknya.” Zuriah masih saja berkeras tak ingin memaafkan Sofyan yang sudah menikah lagi.

“Zuriah, kau coba ingat-ingat kejadian tiga puluh tahun yang lalu. Bukankah Sofyan sudah menutupi aibmu ketika itu? Jadi, anggaplah ini semacam balas budimu kepadanya!” Adis masih saja membujuk adiknya. Dilihatnya wajah  Zuriah pucat pasi. Mungkin terbayang kejadian tiga puluh tahun yang silam. Saat mereka mencoba menggugurkan kandungan Zuriah. Bergelas-gelas air tape diminumnya. Jamu-jamu peluntur aneka merek dikonsumsi, namun janin yang sudah melekat itu tak hendak pergi. Zariah bingung bukan buatan. Dia tak tahu siapa ayah dari janin yang dikandungnya. Semua lelaki yang pernah tidur dengannya menolak untuk bertanggung jawab. Untung sajalah Sofyan yang mengetahui kejadian itu berniat membantu. Ia mengajak Zuriah lari kawin ke rumah penghulu.

“Kakak jangan ingatkan aku lagi pada kejadian itu. Itu sudah lama sekali. Semua orang sudah melupakannya. Bahkan Zaki tak tahu bahwa Sofyan bukanlah ayah kandungnya. Dan andai ia pun menanyakan siapa ayah kandungnya aku tidak akan bisa memberikan jawaban pasti.” Zuriah terisak-isak menahan derita masa lalu yang hingga kini disimpannya.

Wak Usman membatalkan niatnya mengetuk pintu rumah Adis. Tadi ia berniat memberitahukan pengakuan Sofyan yang didengarnya di warung diujung desa. Pelan-pelan ia menjauhi rumah itu. Angin malam semakin tajam menusuk ulu hati Wak Usman. Namun, cerita yang ia dapatkan malam ini sungguh sangat menusuk hati Zaki bila mengetahuinya.

Erlina, 11 Maret 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun