Usianya nyaris lima puluh tahun. Aslinya berkulit sawo matang dengan pipi tembem, namun kini wajahnya begitu putih dan mengkilat karena polesan kosmetik mahal. Tingginya diatas rata-rata wanita Indonesia. Wanita Jawa ini awalnya adalah tergolong kategori isteri yang sangat penurut kepada suaminya. Tapi itu jauh sebelum ia terjun menjadi pengurus di salah satu partai politik terbesar di negeri ini.
Kemenangannya dalam Pemilu Legislatif  telah merubah segalanya.  Entah ada apa di kursi dewan sana sehingga bisa merubah para penghuni barunya menjadi begitu berbeda dari sebelumnya. Dunia gemerlap malam mulai dicicipi. Sopir yang merangkap ajudan mulai sangat menarik hati. Dayang-dayang berusia jelang dua puluhan diumpankan agar suami tercinta tetap tenang dan ia bebas berkeliaran dengan atau tanpa tugas resmi kedewanan. Gaya hidup dan penampilanpun disesuaikan dengan jabatan baru sebagai salah satu ketua fraksi.
"Kau dekati saja Bapak. Kalau beliau sudah dekat denganmu tentu aku bebas bergaul dengan siapapun." Itulah salah satu perintah Ibu Ketua Fraksi kepada salah satu dayangnya.
"Jadi ceritanya Ibu sudah mewakafkan Bapak nih?" Tanya Sang Dayang ingin kejelasan.
"Aku sudah terlalu lama memendam kecewa dengannya. Hatiku sudah ia lukai sejak ia menikah lagi. Ini saat yang tepat bagi aku untuk membalaskan sakit hati." Wanita itu membeberkan kegundahannya selama ini. Ia kembali meneguk cairan merah di gelasnya. Mata yang tadi kelihatan garang perlahan melemah. Sang ajudanpun dengan sigap memapah majikan menuju mobil mewah di parkiran. Dayang-dayang mengikuti sambil membawakan tas tangan bermerek Gucci.
****
"Mantap! Hasil jepretan yang bagus, Nak! Pasti Pak Ketua akan marah besar bila melihat gambar ini. Isterinya dipapah mesra ajudan  dalam keadaan mabuk berat." Khairul tersenyum puas melihat photo hasil kerja anak buahnya tadi malam. Tidak sia-sia ia mengeluarkan lembaran uang merah untuk hasil yang sempurna.
"Masih ada photo yang lainnya, Pak!" Khairul terbelalak melihat photo berikutnya yang disodorkan padanya. Terlihat Ibu Ketua Fraksi sedang berpelukan mesra dengan ajudannya sendiri.
"Pak Ketua bisa-bisa frustasi bila mengetahui perselingkuhan ini. Ajudan ini dulunya adalah kawan dekat Pak Ketua." Khairul tiba-tiba merasa begitu iba.
***
"Dasar perempuan jalang! Kalian telah menipuku habis-habisan! Lonte kalian semua!" Pak Ketua menebarkan photo-photo mesum isterinya dihadapan para dayang-dayang yang juga merupakan anak buahnya.
"Kami hanya menemani Ibu, Pak! Bukannya Bapak menyuruh kami agar senantiasa menemani beliau kemanapun pergi? Soal munculnya perselingkuhan diantara Ibu dan ajudannya itu diluar kendali kami. Sepertinya Ibu sudah cukup dewasa untuk membuat keputusan." Salah seorang dayang dengan rasa takut angkat bicara.
"Mulai hari ini, saya melarang kalian menemani Ibu ke tempat-tempat dugem lagi!" Ketua membuat kebijakan baru. Para dayang berpandangan tanda setuju.
***
"Pa, sudah beberapa bulan ini Papa terlihat aneh! Apakah Mama sudah tidak menarik lagi?"
"Mama ngomong apa sih? Papa hanya kecapekan saja. Sudah ah! Papa masih ngantuk."
Itulah percakapan singkat yang kerap terjadi di kamar tidur mewah Ibu Ketua Fraksi dan Pak Ketua. Sejak Pak Ketua mengetahui perselingkuhan isterinya rasa jijik selalu mendera hatinya. Jujur bila tidak ingat akan nasib ketiga anaknya menceraikan isteri seperti itu adalah pilihan yang  jitu. Rumah tangga mereka hanyalah sandiwara belaka. Topeng-topeng keharmonisan dikenakan disetiap kesempatan. Luar biasa! sesungguhnya mereka layak mendapat anugerah piala citra.
Erlina, 26 Pebruari 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H