Mohon tunggu...
Erlina Maria Intan
Erlina Maria Intan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Saya mahasiswa aktif universitas Katolik Santu Paulus Ruteng

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Matematika, Manusia, dan Mesin: Siapa yang Lebih Unggul?

12 Januari 2025   16:20 Diperbarui: 12 Januari 2025   15:14 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Juneid Mubben (Sumber: dokumentasi pribadi) 

Buku yang akan saya ulas kali ini mendorong kita untuk merenungkan peran dan eksistensi "matematika" dalam hidup kita. Mungkin terdengar membosankan, tetapi izinkan saya mengawali dengan sebuah tema besar, yaitu "Kisah tentang Superioritas Manusia atas Mesin. " Pada Agustus 2022, PT Pustaka Alvabet, anggota IKAPI, menerbitkan terjemahan dari buku "Mathematical Intelligence" karya Junaid Mubben, yang diterjemahkan oleh Dede Sry Handayani. Junaid, seorang matematikawan dari University of Oxford, kini berperan sebagai Direktur Pendidikan di Whizz Education, perusahaan yang fokus pada pengembangan tutor matematika berbasis AI untuk anak-anak. Buku ini sangat relevan untuk dibaca, terutama oleh Generasi Z.

Melalui buku ini, Junaid mengajak pembaca menjelajahi kekuatan matematika yang telah membentuk sejarah kita. Matematika bukan sekadar angka; ia telah menciptakan demokrasi, mengatur ekonomi, dan membangun berbagai teknologi yang kadang membangkitkan rasa intimidasi. Namun, di balik semua itu, matematika juga berpotensi menjadi sarana bagi manusia untuk menghadapi tantangan yang diciptakan mesin. Ia mengungkapkan, "[Alam semesta] tidak dapat dibaca hingga kita mempelajari bahasanya dan memahami karakter yang membentuknya. Alam semesta ditulis dalam bahasa matematika. " Kutipan ini hanya mulai menggambarkan kedalaman kekuatan matematika. Buku ini juga menguraikan aspek kecerdasan manusia yang takkan pernah dimiliki oleh robot, meskipun manusia sendiri adalah pencipta teknologi tersebut.

Pertama, manusia memiliki kemampuan estimasi yang lebih baik dibandingkan AI. Sementara manusia membuat perkiraan berdasarkan pengalaman, emosi, pengetahuan, dan intuisi, komputer atau mesin cerdas hanya bergantung pada data yang ada. "Estimasi, yang menjadi ciri khas manusia, memberikan intuisi yang handal dalam melakukan perhitungan."

Kedua, Junaid membahas bagaimana kekuatan imajinasi membentuk kreativitas tanpa batas. Apakah komputer bisa membayangkan momen ketika Isaac Newton menemukan hukum gravitasi? "Walaupun komputer dapat menciptakan sosok manusia serupa dari gambar-gambar yang diberikan, mereka tidak mampu membayangkan konsep seperti elf, kurcaci, atau penyihir dari Dunia Tengah dalam karya L. R. R. Tolkien."

Ketiga, manusia memiliki kemampuan untuk berpikir, merasakan, dan berinteraksi sosial, sementara robot dirancang untuk menyelesaikan tugas tertentu. "Komputer dapat memproses data dengan sangat baik dan menemukan pola, tetapi mereka tidak 'belajar' dalam konteks makna. " Junaid menekankan perbedaan mencolok antara manusia dan mesin.

Terakhir, saya ingin menyoroti aspek kolaborasi. Manusia memiliki naluri untuk bertukar ide, berkolaborasi, dan bersifat empatik. Nilai-nilai kemanusiaan seperti moral dan etika tidak dapat diprogram ke dalam komputer. "Pola pikir kita sering dipengaruhi oleh dinamika persuasi, karena kelangsungan hidup kita bergantung pada kemampuan untuk tetap terintegrasi dalam kelompok. "

Akhirnya, buku ini mengajukan pertanyaan provokatif: Apa yang akan terjadi jika AI menguasai sistem matematika atau kecakapan manusia secara keseluruhan? Apa yang tersisa bagi umat manusia?

Karya Junaid memiliki sejumlah keunggulan yang patut dicatat. Pertama, relevansinya dengan era modern sangat menonjol. Dalam bukunya, Mubeen menawarkan perspektif berharga mengenai cara manusia dapat mempertahankan keunggulan di tengah dominasi kecerdasan buatan. Junaid juga menggunakan bahasa yang sederhana, sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Selain itu, ia menyertakan contoh-contoh praktis dan kontekstual yang mendukung argumennya, sekaligus memberikan motivasi serta dorongan reflektif untuk menjaga ciri khas kemanusiaan.

Namun, ada satu kelemahan yang perlu diperhatikan; Junaid belum memberikan solusi yang spesifik untuk menghadapi tantangan persaingan dengan mesin cerdas. Beberapa contoh yang diajukan pun terasa agak abstrak. Meskipun demikian, pembaca tetap akan mendapatkan wawasan yang luas dari isi buku ini. Jadi, pastikan untuk menjelajahi karya ini!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun