Mohon tunggu...
Erlina Maria Intan
Erlina Maria Intan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Saya mahasiswa aktif universitas Katolik Santu Paulus Ruteng

Selanjutnya

Tutup

Financial

Budaya konsumerisme: Konflik antara kebutuhan dan keinginan

9 Januari 2025   11:28 Diperbarui: 9 Januari 2025   11:28 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tren dan perilaku hidup yang aneh sudah menjalar ke seluruh wilayah permukaan bumi. Era digital memberi kekuatan penuh untuk mendorong masyarakat kini menuju pola kehidupan baru dimana etika konsumen sudah tidak diperhatikan lagi. Sejalan dengan itu, beberapa kelompok masyarakat menamai perilaku ini sebagai tren yang keren dan sulit untuk tidak diikuti. Jean Baudrillard menjelaskan bahwa konsumerisme adalah budaya konsumsi modern yang menciptakan hasrat untuk mengonsumsi sesuatu secara terus menerus. Baudrillard menilai bahwa konsumsi dalam masyarakat konsumeris lebih mengutamakan nilai simbolik dan nilai tanda dari barang dan jasa yang dikonsumsi. 

Sejalan dengan ini, kita bisa melihat kehidupan masyarakat sekarang yang membeli sesuatu bukan karena kebutuhan namun karena keinginan semata. Beberapa perilaku nyata seperti membeli barang Karena terlihat lucu, membeli barang Karena mengikuti pengaruh selebgram atau tidak mau ketinggalan dari artis, membeli barang karena penasaran, dan masih banyak lagi ciri yang tidak sehat tentang ini. Adapun kehadiran media sosial ini, menambah keru suasana tingkat konsumtif yang tinggi. Kini, masyarakat tidak lagi memahami arti minimalis yang sebenarnya mampu membuat kehidupan mereka jauh lebih baik. Masyarakat kini bahkan takut ketinggalan karena tidak menggunakan benda yang sama dengan orang lain. Apalagi kehadiran tren fashion membuat penuh isi lemari dengan pakaian yang sebenarnya tidak memenuhi kebutuhan badan. 

Hidup minimalis sebenarnya mampu membuat seseorang lebih hemat secara finansial, membantu mengurangi produksi barang yang tidak terlalu menjamin kebutuhan, dan sekaligus mampu meningkatkan stabilitas kegunaan barang. Kehidupan minimalis membuat seseorang bijak dalam menentukan pengeluarannya terhadap suatu barang. Ini juga jadi solusi untuk menjaga lingkungan sekitar dari produksi barang yang berlebihan karena tidak memperhatikan kualitas atau kegunaan barang yang semestinya.

Dikutip dari buku Saya Berbelanja Maka Saya Ada: Ketika Konsumsi Dan Desain Menjadi Gaya Hidup Konsumeris (2007) oleh Haryanto Soedjatmiko, konsumerisme selalu dianggap sebagai salah satu gaya hidup yang memiliki konteks negatif. Terkadang mereka lebih fokus pada merek barang dan hubungannya dengan status sosial, mereka memperhatikan gaya bukan fungsi.  Masyarakat kini tidak memahami cara mendaur ulang atau memperbaiki barang karena tren memperbudak mereka dengan kemudahan memperoleh barang baru dalam sekejap mata. Perilaku hidup seperti ini harusnya menjadi tantangan besar bagi kita untuk memperbaikinya mengingat pesatnya pertumbuhan global. Masyarakat perlu mengedukasi dirinya untuk memperhatikan pola kehidupan yang lebih baik.

Perilaku konsumtif ini juga nampaknya mempengaruhi psikologis masyarakat jika keinginan untuk mendapatkan barang yang diinginkan tidak terpenuhi. Gangguan mental dan kepribadian seperti tidak percaya diri, stres karena tidak mendapat barang baru, kehilangan pengakuan atau terpojok dari status sosial membuat masalah ini tidak terselesaikan. Mempercepat perbaikan diri seharusnya sudah bisa meminimalisir kita dari resiko ini. Dan yang pasti pengetahuan tentang investasi yang benar akan membantu masyarakat menjadi jauh lebih paham tentang barang dan keberadaannya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun