[caption caption="Ilustrasi - gorengan (Tribunnews.com)"][/caption]Tidak heran jika banyak sekali penyakit yang menjangkit penduduk di Indonesia ini. Karena banyak dari kita sendiri memakai produk yang sudah tertera bahayanya suatu makanan yang terkandung zat pewarna ataupun minyak goreng yang dipakai untuk menggoreng yang sudah berulang-ulang pemakaiannya. Tapi tetap saja mengonsumsinya dan sangat terabaikan hal sekecil ini. Padahal, sebenarnya kita tahu makanan apa saja yang baik untuk dikonsumsi dan baik untuk tubuh.
Aku mempunyai teman, sebut saja “Nona”, dia ini selalu mengonsumsi minuman berserbuk dan gorengan. Awal-awal mengonsumsinya tidak terjadi apa-apa, lambat laun dia mulai merasakan suara serak di tenggorokannya. Padahal, ini sudah jelas tidak baik untuk tubuh, namun si pengguna ini selalu memaksakan mengonsumsi makanan dan minuman berserbuk ini. Namun, jika dilihat-lihat lagi mungkin karena faktor lingkungan yang hampir keseluruhan warung menjual serbuk dan gorengan ini di mana-mana, apalagi di sekolah mereka menimba ilmu setiap harinya. Yang kemudian pembelilah yang menjadi imbas dari penjualan ini.
Alkisah, pertama-tama Nona ini dahulu saat masih kecil hingga dewasa pun sering mengonsumsi minuman berserbuk dan gorengan. Kemudian, saat SMA kelas 2 dia mengalami serak pada tenggorokannya tapi tidak kunjung sembuh. Karena faktor ekonomi juga, dia memutuskan mengabaikannya tanpa periksa ke dokter. Setelah menjalani kondisi yang setiap hari serak pada tenggorokan, dia akhirnya mulai mengeluh kepada orang tuanya karena jika berbicara pun harus memaksa dan terpaksa harus keras ketika berbicara kepada orang. Jika tidak keras, orang lain tidak akan meresponsnya.
Kemudian sang orang tua pun baru memeriksakan anaknya ke dokter setelah sekian lama penyakit ini bersemayam dalam diri Nona. Karena terlambat memeriksakan ke dokter dan sang orang tua pun kaget serta syok karena dokter berkata bahwasannya anaknya punya benjolan kecil di tenggorokan yang sehingga menutupi pita suara dan dapat membesar waktu demi waktu.
Dokter menyarankan untuk operasi pada benjolan di tenggorokan Nona tersebut. Sayangnya, orang tua Nona menolak operasi tersebut karena ada konsekuensi dalam proses operasi tersebut. Dua kemungkinannya adalah pertama ketika dioperasi akan berhasil dan dapat normal kembali, namun yang kedua juga dapat berhasil tapi si Nona ini menjadi bisu.
Akhirnya Nona ini menjalani hidup dengan harus suara yang keras ketika berbicara kepada orang, yang sampai-sampai saat sudah memasuki jenjang kuliah ini, ketika menghadapi presentasi, hanya ia yang harus memakai mikrofon. Dan si Nona ini tidak mempermasalahkan penderitaannya karena harus menanggung beban yang berat karena ia melihat sang orang tuapun juga sangat khawatir dan tidak memperbolehkannya untuk menjalani operasi.
Sampai suatu hari dia merasakan sesak berkepanjangan ketika menghirup napas, sang orang tua pun langsung membawanya ke rumah sakit. Dokter bilang bahwasannya benjolan ini sangat besar di area pita suara, sehingga ketika menghirup udara si Nona sangat kesulitan. Dan dokter berkata bahwasanya si Nona mengalami penekanan ketika batuk atau berdehem karena susahnya bernapas dalam tubuh sehingga si Nona mempunyai permasalahan pencernaan air seni.
Dan setelah 4 hari menjalani perawatan medis, Nona tersebut pingsan kemudian siuman lagi secara berulang-ulang sampai akhir kemudian meninggal dunia karena faktor dua jenis makanan (gorengan) dan minuman berserbuk yang biasa ia konsumsi ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H