Ada salah seorang rekan kerja saya pada bulan Ramadhan nyeletuk. Sebut saja dia Boni. Dia nyeletuk begini:
(Saat itu jam menunjukkan pukul 12 kurang)
Boni: "Eh aku tidur dulu ya."
Saya: "Emang kenapa Bon?"
Boni: "Capek. Kerjaan banyak. Nanti jam satu lebih aku bangun lagi. Kan ini bulan puasa. Apalagi tidurnya orang puasa itu ibadah lo"
Saya: "Eh itu hadits palsu lo. Nggak ada nabi ngomong kayak gitu"
Boni: "Halah.. Yang penting kan niatnya ibadah."
Saya yang mendengar itu terdiam. Apalagi ungkapan ini sudah terlanjur menyebar masyarakat kita. Banyak masyarakat awam yang justru mengamalkan ungkapan ini sehingga banyak yang kemudian mengartikan ini dengan tidur selama mungkin di bulan Ramadhan. Jelas ini sebuah kekeliruan yang besar.
Hadits yang menyatakan tidur itu ibadah kita temukan dalam kitab Musnad ad-Dailami dengan lafadz sebagai berikut:
نَوْمُ الصَّاعِمِ عِبَادَةُ وَنَفْسُهُ تَسْبِحُ وَعَمَلُهُ مُضَاعِفٌ وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ, وَذَنْبُهُ مَغْفُوْرٌ
Artinya: "Tidurnya orang berpuasa itu ibadah, diamnya itu bertasbih, amalnya dilipatgandakan (pahalanya) dan doanya mustajab dan dosanya diampuni"[1]
Syekh Muhammad Nashiruddin al-Albani, ulama hadits kontemporer yang wafat pada tahun 1999 dalam kitabnya yang berjudul Silsilah Ahadits adh-Dhuafa' wa al-Maudhu'at menjelaskan bahwa hadits ini termasuk hadits palsu.