Persoalan mengenai jumlah bilangan rakaat shalat tarawih selalu menjadi polemik di masyarakat kita. Bahkan ada orang yang membagi bilangan shalat tarawih menjadi dua kelompok. Kelompok pertama yang tarawihnya delapan rakaat maka ia "dianggap" ikut Muhammadiyyah, sedangkan kelompok kedua yang shalat tarawih nya dua puluh rakaat ia "dianggap" ikut NU (Nahdlatul Ulama). Lalu manakah yang benar? Bagaimana praktik shalat tarawih sesuai dengan hadits-hadits nabi?
Kalau kita lihat dalam kamus bahasa Arab, kata tarawih merupakan bentuk jamak dari tarwihah yang berarti mengistirahatkan[1]. Sedangkan secara istilah, shalat tarawih adalah shalat sunnah yang dikerjakan khusus di bulan Ramadhan di malam hari[2]
Memang kalau kita lihat dalam sejarah, shalat tarawih tidak pernah disebutkan istilahnya pada saat Nabi s.a.w. masih hidup. Pada masa beliau hidup, lebih dikenal dengan nama Qiyam Ramadhan.
Di masyarakat kita perbedaan bilangan rakaat tarawih antara delapan dan dua puluh rakaat didasarkan dari dua riwayat, yakni riwayat dari Ibnu Abbas dan Jabir bin Abdullah.
Hadits shalat tarawih dua puluh rakaat yang berasal dari riwayat Ibnu Abbas kita temukan dalam kitab Mu'jam al-Kabir karangan Imam at-Thabrani di nomor hadits 12.102 sebagai berikut:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ بْنُ جَعْفَرٍ الرَّزِيٌّ ثَنَا عَلِيٌّ بْنُ الْجَعَدٌ ثَنَا أبُوْ شَيْبَةَ عَنْ الْحَكَمِ عَنْ مَقْسَمٍ عَنْ إبن عَبَّاسٍ قَالَ كان النَّبِيُّ صلى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّى في رَمَضَانَ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَ الْوِتْرَ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far ar-Rozi, telah menceritakan kepada kami Ali bin al-Ja'ad, telah menceritakan kepada kami Abu Syaibah Ibrahim bin Utsman, dari al-Hakam, dari Maqsam, dari Ibnu Abbas berkata, "Nabi s.a.w. shalat di bulan Ramadhan dua puluh rakaat dan witir".[3]
Hanya saja, hadits ini dikatakan oleh Ibnu Hajar al-Haitami lemah sekali. Hal ini lantaran dalam sanad hadits ini, terdapat seorang rawi bermasalah bernama Abu Syaibah Ibrahim bin Utsman. Beliau bernama kunyah Abu Syaibah al-Absiyyu al-Kuffi. Para ulama hadits banyak memberikan komentar negatif mengenai perawi ini atau dengan kata lain men-jarhnya.
Imam Ahmad menilainya dengan sebutan dhoif. Imam Bukhori tidak mau memberikan komentar terhadapnya. Imam an-Nasa'i mengatakan haditsnya matruk. Bahkan Syu'bah mengatakan ia pendusta.[4] Artinya jelas hadits ini tidak bisa dijadikan dalil bila kita ingin menyandarkan dalil shalat tarawih dua puluh rakaat menggunakan dalil hadits ini.
Mengenai shalat tarawih delapan rakaat, ada hadits berasal dari sahabat Ubay bin Kaab r.a. yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam kitab Shahih Ibnu Hibban di nomor hadits 2539 sebagai berikut:
أخْبَرَنَا أبُوْ يَعْلَى, قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الأعْلَى بْنُ حِمَادٍ النَّرْسِيُّ, قَالَ: حَدَّثَنَا يَعْقُبٌ القُمِّيُّ, قَالَ: حَدَّثَنَا عِيْسَى بْنُ جَارِيَةَ, قَالَ: حَدَّثَنَا جَابِرٍ بْنُ عَبْدِ اللهِ قَالَ: جَاءَ أبَيٌّ بْنُ كَعَبٍ إلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ, كَانَ مِنِّيْ الليْلَةَ شَيْءٌ فِيْ رَمَضَانَ قَالَ: وَمَا ذَاكَ يَا أُبَيٌّ؟ قَالَ: نِسْوَةٌ فِيْ دَرِيْ قُلْنَ: إنَّا لاَ نَقْرَأُ القُرْآنَ, فَنُصَلِّى بِصَلَاةِكَ, قَالَ: فَصَلَيْتُ بِهُنَّ ثَمَانِيَ رَكَعَاتٍ, ثُمَّ أوْتَرْتُ, قَالَ: فَكَانَ شَبِهَ الرِّضًا, وَلَمْ يَقُلْ شَيْئاً.
Artinya: Telah mengabarkan kepada kami Abu Ya'la, ia berkata, "Telah menceritakan kepada kami Abdul A'la bin Himad an-Narsiy", ia berkata, "Telah menceritakan kepada kami Ya'qub al-Qummiy," ia berkata, "Telah menceritakan kepada kami Isa bin Jariyah," ia berkata, "Telah menceritakan kepada kami Jabir bin Abdillah," ia berkata, " ia berkata, "Ubay bin Ka'ab datang menghadap Nabi s.a.w. kemudian mengatakan, 'Wahai Rasulullah, tadi malam ada sesuatu yang aku lakukan, yakni di bulan Ramadhan."' Rasulullah s.a.w. bertanya, "Apa itu, wahai Ubay?" Ubay menjawab, "Para wanita di rumahku mengatakan bahwa mereka tidak bisa membaca Al-Quran. Mereka lalu memintaku untuk mengimami mereka shalat. Maka aku shalat bersama mereka delapan rakaat lalu shalat witir." Jabir kemudian berkata, "Maka hal ini diridhai oleh Nabi s.a.w. karena beliau tidak berkata apa-apa".[5]
Namun hadits ini kualitasnya juga lemah. Hal ini lantaran oleh para ahli hadits ada seorang perawi yang dinilai negatif yakni Isa bin Jariyah. Isa bin Jariyah memiliki nama asli Isa bin Jariyah al-Anshori al-Madani.