Para ulama banyak memberikan penilaian negatif terhadapnya. Abu Hatim dalam kitabnya Jarh wa Tadil mengatakan bahwa haditsnya termasuk dzahibul hadits dan dhoif.[2] Imam Bukhori mengatakan bahwa haditsnya mungkar. Imam An-Nasai mengatakan bahwa dia tidak tsiqoh (terpercaya). Ibnu Hibban mengatakan bahwa haditsnya sangat mungkar. Ad-Daruquthni mengatakan dia dhoif.[3] Apabila seorang perawi dinilai negatif oleh para ulama, maka perawi tersebut memenuhi unsur jarh.Â
Al-Hasan bin Athiyyah
Nama aslinya adalah Al-Hasan bin Athiyyah bin Najih Al-Qurasyiyyun. Nama kunyahnya adalah Abu Ali Al-Kuffi Al-Bazzari. Ia memperoleh riwayat dari banyak rawi dan tidak akan semuanya saya sebut, diantaranya: Israil bin Yunus, Ja'far bin Ziyad Al-Ahmar, Ya'qub bin Abdillah Al-Qummiyyi, dan Abu Atikah. Jadi, disini ada pertemuan antara Abu Atikah dengan Al-Hasan bin Athiyyah. Sedangkan orang yang meriwayatkan hadits darinya diantara yang terkenal ialah termasuk Muhammad bin Ismail atau lebih dikenal dengan nama Imam Bukhori. Namun, tidak ada nama Al-Hasan bin Ali bin Affan Al-Amiriyyu.
Dalam kitab Tahdzibul Kamal, hanya ada satu saja penilaian seorang ulama yang menilainya dengan penilaian positif, ialah Abu Hatim. Abu Hatim mengatakan, ia perawi yang jujur (shoduq). Namun, menurut Ibnu Hibban, ia termasuk perawi yang dhoif.[4] Jadi jelas disini ada pertentangan dalam penilaian rawi tersebut. Dikatakan bahwa ia wafat pada tahun 210 H.[5]Â
Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim Al-Asqolani
Kita temukan di jalur sanad yang keempat seorang rawi bermasalah bernama Yaqub bin Ishaq. Nama aslinya ialah Ya'qub bin Ishaq bin Ibrahim bin Yazid bin Hajar bin Muhammad Al-Asqolani. Ia lahir pada tahun 224 H. Adz-Dzahabi dalam Mizanul I'tidal dan Lisanul Mizan mengatakan dia rawi yang kadzab, yakni pendusta.
Disebutkan oleh Maslamah bin Qosim dalam kitabnya "Ash-Shilah" bahwa dia menyebutkannya secara keseluruhan dari guru-gurunya bahwa terjadi perselisihan penilaian diantara ahli hadits. Sebagian ada yang menilainya majruh (inkredibel), sebagian lagi ada yang menilainya tsiqoh (terpercaya). Menurut Maslamah, dia termasuk sholih jaizul hadits (baik rawinya).[6] Ya'qub bin Ishaq wafat pada tahun 320 H.
Â
Ahmad bin Abdullah Al-Juwaibari
Di jalur kelima, ada nama seorang perawi yang bernama Ahmad bin Abdullah Al-Juwaibari. Dia ini termasuk seorang pemalsu hadits.[7] Apabila ada seorang perawi dinilai sebagai pemalsu hadits, fasiq, ataupun berdusta oleh para ulama, maka status hadits itu memenuhi syarat jadi hadits dhoif. Bahkan bisa jadi hadits maudhu' (palsu). Â Â
Â