Mohon tunggu...
erlangga budiharyanto
erlangga budiharyanto Mohon Tunggu... Lainnya - Saya kuliah di UIN Raden Mas Said Surakarta

Saya suka dirumah Hobi saya main buku tangkis

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Napoleon pernah berkata, "Apalah arti sejarah kalau bukan dongeng yang disepakati?" Apa maksudmu?

16 Oktober 2024   12:32 Diperbarui: 16 Oktober 2024   12:44 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Napoleon pernah berkata, "Apalah arti sejarah kalau bukan dongeng yang disepakati?" Apa maksudmu?

Napoleon Bonaparte adalah seorang pemimpin militer dan politik Prancis yang pernah mengatakan, "Apalah arti sejarah selain dongeng yang disepakati?". Kutipan ini sering dikaitkan dengan Napoleon, tetapi juga dengan filsuf Prancis Bernard Le Bovier de Fontenelle dan penulis transendentalis Amerika Ralph Waldo Emerson. 

Kutipan ini menyoroti gagasan bahwa sejarah adalah cerita yang mencerminkan cita-cita dan keyakinan pendongeng. Semakin jauh kita menelusuri catatan sejarah, semakin sedikit bukti yang kita miliki untuk menyatukan berbagai peristiwa. 

Napoleon Bonaparte adalah Kaisar Prancis dari tahun 1804 sampai tahun 1814, dan kembali pada tahun 1815. Ia lahir di Casa Buonaparte, di kota Ajaccio, Korsika, pada tanggal 15 Agustus 1769. Napoleon mengubah sejarah Prancis dan dunia dengan mewariskan lembaga-lembaga yang tahan lama, seperti Kode Napoleon, sistem peradilan, Banque de France, dan universitas terpusat. 

Napoleon pernah berkata, "Apalah arti sejarah kalau bukan dongeng yang disepakati?" Apa maksudmu?

Kutipan Napoleon, "Apalah arti sejarah, selain dongeng yang disepakati?" menunjukkan bahwa sejarah bukan sekadar kumpulan fakta objektif, melainkan narasi yang dibentuk oleh perspektif dan kesepakatan orang-orang yang mencatatnya. Berikut ini beberapa poin penting yang perlu dipertimbangkan:

Subjektivitas Sejarah : Sejarah sering diceritakan dari sudut pandang mereka yang berkuasa atau mereka yang memiliki sarana untuk mendokumentasikannya. Ini berarti bahwa narasi tertentu mungkin ditekankan sementara yang lain dipinggirkan atau dilupakan.

Interpretasi dan Revisi : Peristiwa sejarah ditafsirkan secara berbeda dari waktu ke waktu seiring munculnya bukti baru dan perubahan perspektif. Apa yang diterima sebagai "kebenaran" dapat berubah, yang menyoroti sifat cair narasi sejarah.

Pengaruh Budaya : Budaya yang berbeda mungkin memiliki interpretasi yang berbeda-beda terhadap peristiwa yang sama, yang mencerminkan nilai, kepercayaan, dan pengalaman mereka. Hal ini dapat menyebabkan munculnya banyak "dongeng" tentang kejadian sejarah yang sama.

Konsensus dan Kesepakatan : Gagasan tentang "dongeng yang disepakati" menyiratkan bahwa sejarah dibangun melalui konsensus para sejarawan, pendidik, dan masyarakat. Kesepakatan kolektif ini membentuk cara kita memahami dan mengajarkan sejarah.

Intinya, pernyataan Napoleon mengajak kita untuk secara kritis memeriksa bagaimana sejarah dibangun, siapa yang menceritakannya, dan implikasi dari narasi tersebut pada pemahaman kita tentang masa lalu.

Kutipan: "Apalah arti sejarah selain dongeng yang disepakati?" telah dikaitkan dengan beberapa tokoh sejarah yang berbeda dalam berbagai bentuk, dari filsuf Prancis Bernard Le Bovier de Fontenelle, Napoleon Bonaparte, hingga penulis transendentalis Amerika Ralph Waldo Emerson. Semakin jauh kita menelusuri catatan sejarah, semakin sedikit bukti yang kita miliki untuk menyatukan berbagai peristiwa, dan sering kali sebagian besar informasi untuk memahami masa lalu kita berasal dari literatur, seni, dan tradisi lisan.

Gagasan bahwa pemahaman kita tentang sejarah berasal dari kumpulan setengah kebenaran, catatan parsial, dan rekayasa para pemenang sudah ada sejak lama, sama tuanya dengan studi sejarah itu sendiri. Filsuf Prancis Fontenelle, khususnya, menulis kalimat tersebut dengan mengacu pada ketidakpastian tertentu dari catatan sejarah kuno, dengan menambahkan "tidak ada sejarah kuno selain dongeng." Meskipun kita mampu menyusun catatan sumber utama tentang pertempuran, penguasa, dan peristiwa, kita mempercayai perkataan sejarawan, dan sering kali ingatan sejarah masyarakat dapat menjadi kepentingan pribadi, politis, atau bahkan propaganda. Dalam pengertian ini, catatan sejarah terbuka untuk manipulasi dan interpretasi, sehingga generasi mendatang hanya memiliki mitos sejarah yang disajikan sebagai kebenaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun