Mohon tunggu...
Erlangga Bagas Ekanova
Erlangga Bagas Ekanova Mohon Tunggu... Arsitek - Mahasiswa

Mahasiswa Ars.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tantangan Bonus Demokrasi di Indonesia

11 Januari 2024   14:18 Diperbarui: 11 Januari 2024   14:26 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis : Erlangga Bagas Ekanova

Instansi : Universitas Muhammadiyah Jakarta

Bonus Demografi Indonesia: Ancaman atau Peluang Emas?

Saat ini Indonesia tengah menikmati momentum bonus demografi yang ditandai dengan peningkatan proporsi penduduk usia produktif dibandingkan penduduk non-produktif. Diperkirakan bonus demografi akan berlangsung hingga 2030, sebelum mulai memasuki fase penuaan populasi di mana usia harapan hidup makin panjang, sementara tingkat kelahiran terus menurun. Namun, masih menjadi perdebatan apakah bonus demografi ini akan berdampak baik bagi akselerasi pembangunan, ataukah justru menjadi bom waktu bagi stabilitas nasional.

Sebagian pihak memandang bonus demografi sebagai peluang emas karena dipercaya dapat memacu dividend ledakan pertumbuhan ekonomi. Jutaan anak muda yang masuk usia kerja potensial ini diharapkan bisa mendongkrak produktivitas melalui inovasi dan kewirausahaan. Apalagi jika didukung oleh ketersediaan lapangan kerja yang cukup dengan upah yang layak sesuai kompetensi. Parameter ini diperkuat data McKinsey yang memproyeksikan PDB Indonesia bisa mencapai USD 4 hingga 5 triliun dengan adanya bonus demografi. Tetapi di balik optimisme ini sesungguhnya masih tersimpan sejumlah tantangan serius.

Seperti misalnya tingginya lulusan perguruan tinggi yang menganggur karena mismatch skill dengan kebutuhan industri. Problem lainnya yakni masih minimnya lapangan kerja formal untuk menampung bonus demografi ini, sehingga meningkatkan risiko pengangguran terbuka dan demografi menjadi bom waktu (demographic bomb). Indonesia pun masih belum sepenuhnya mampu menyediakan iklim ekosistem digitalisasi ekonomi yang dapat menstimulasi kewirausahaan produktif dari kalangan milenial. Disrupsi teknologi yang begitu cepat juga membuat sebagian pekerja rentan kehilangan pekerjaan karena otomatisasi (automation) dan persaingan global. Dengan beban pengangguran dan kemiskinan yang masih tinggi saat ini, dampak 'ledakan' bonus demografi ini bisa justru jadi bumerang yang memecah belah ketahanan sosial.

Mempertimbangkan beragam tantangan di atas, pemerintah dituntut untuk segera mengambil terobosan kebijakan dan investasi strategis agar peluang bonus demografi tidak terbuang sia-sia. Antara lain dengan memperkuat merevitalisasi sektor pendidikan dan pelatihan vokasi guna mengurangi mismatch antara keterampilan lulusan dengan kualifikasi kerja di pasar. Secara paralel, kebijakan insentif juga penting diberikan ke pelaku UMKM dan startup digital melalui skema pembiayaan ultra mikro. Langkah berikutnya ialah mendorong ekosistem entrepreneurship lewat program magang bersertifikat di perusahaan rintisan, sehingga menjembatani pengalaman kerja dan pasar bagi generasi milenial. Dengan strategi jangka panjang ini, tantangan ancaman bom demografi dapat diredam dan bahkan diubah menjadi peluang emas mencetak SDM unggul sebagai mesin pertumbuhan di masa depan.

Demikian ulasan saya mengenai dinamika tantangan dan prospek bonus demografi Indonesia, yang masih menyimpan misteri apakah akan menjadi kado atau petaka? Yang pasti, semua bergantung pada komitmen, kebijakan, dan kerja nyata para pengambil keputusan serta seluruh komponen bangsa dalam memaksimalkan momentum ini. Jangan sampai kesempatan langka ini terlewatkan begitu saja tanpa hasil yang signifikan bagi kemajuan Indonesia di pentas regional dan global. Semoga tulisan analitis ini bisa menginspirasi atau setidaknya memperkaya wawasan pembaca.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun