Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya, mulai dari jumlah penduduknya, kekayaan alam, serta kebudayaannya yang tersebar merata dari Sabang hingga Merauke. Sejak dahulu, Indonesia dikenal memiliki beragam kebudayaan yang unik dan menarik perhatian berbagai pihak yang berkunjung ke Indonesia. Mulai dari alat musik, kesenian tari, hingga makanan khas dari tiap daerah di Indonesia.
Indonesia memiliki total 11.622 warisan budaya yang tercatat dan 1.728 di antaranya telah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia yang telah melakukan pencatatan dan penetapan daftar warisan budaya takbenda Per November 2022.
Fokus pembahasan kali ini mengarah pada salah satu kebudayaan Indonesia yang telah mendunia dan membuat banyak kontroversi dikarenakan ada pihak yang secara sengaja mengklaim hasil kebudayaan asli Indonesia tersebut.
Batik, sebuah karya yang berkembang pada masa Kerajaan Mataram dan penyebaran ajaran Islam di Jawa. Kata “batik” berasal dari kosakata bahasa Jawa, yaitu ‘amba’ dan ‘titik’. Maka, batik secara historis berasal dari Jawa. Perkembangan batik kian berlanjut ke masa Kerajaan Solo dan Yogyakarta, pada awalnya batik hanya digunakan oleh bangsa keraton, para raja, serta keluarganya. Seiring perkembangan waktu, batik mulai popular di kalangan masyarakat dan telah diproduksi, sehingga menjadi populer hingga sekarang. Dalam pembuatan batik, memiliki beberapa teknik, yaitu batik tulis, batik cap, dan batik printing. Berbagai motif yang ditunjukkan oleh batik juga memiliki makna filosofisnya sendiri, dari setiap daerah yang memproduksi batik pasti memiliki bentuk serta arti yang beragam. Masyarakat Indonesia patut berbangga, karena batik telah meraih pengakuan internasional dan menjadi bagian dalam berbagai pagelaran fashion show di dunia internasional, misalnya di New York dan Milan.
Melalui Keputusan Presiden Nomor 33 tahun 2009 yang dikeluarkan pada tanggal 17 November 2009 oleh Presiden ke-6 Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono menjadikan tanggal 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional. Dengan adanya surat keputusan ini, Kementerian Dalam Negeri menerbitkan surat yang menghimbau seluruh pegawai pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten untuk mengenakan batik setiap Hari Batik Nasional. Hingga saat ini, sudah diterapkan di seluruh Indonesia, pada jajaran pendidikan (sekolah) dan ketenagakerjaan, bahwa diwajibkan untuk mengenakan batik pada Hari Batik Nasional.
Namun, apa yang menjadi permasalahan selama ini? Bukankah batik memang berasal dari Indonesia? Mengapa masih ada pihak yang merasa atau mengklaim batik?
Pada tahun 2008 lalu, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan berita yang menyatakan Malaysia menyebut batik adalah warisan kebudayaan asli Negeri Jiran. Menurut Kemendikbud Ristek RI, Pemerintah Indonesia resmi mendaftarkan batik ke daftar Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi UNESCO pada 3 September 2008. Lalu, pada 9 Januari 2009, UNESCO resmi menerima pendaftaran tersebut dan melakukan uji tertutup pada 11-14 Mei. Sehingga, pada 2 Oktober 2009, UNESCO resmi mencap batik sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia melalui sidang Intergovernmental Committee for the Safeguard of the Intangible Cultural Heritage.
Dengan adanya berita yang beredar seperti ini, tentunya sedikit-banyak akan mengubah asumsi dan persepsi seseorang atau masyarakat terhadap pihak-pihak maupun negara yang mengklaim milik negara lainnya. Terlebih, Indonesia dan Malaysia merupakan tetangga, sudah sepatutnya saling mendukung satu sama lain dan melengkapi kekurangan dari tiap negara, bukan malah saling menjatuhkan lewat subjektivitas pengambilan hak cipta karya.
Sudah resmi tercatat bahwa batik memang berasal dari Indonesia, namun masih saja ada pihak yang merasa tidak terima jika batik memang merupakan karya asli Indonesia. Dari tingkat kesulitan pembuatan batik memang menghasilkan jenis karya yang bernilai cukup tinggi, ini bisa dijadikan salah satu alasan mengapa hingga kini masih ada pihak yang mengkalim bahwa batik merupakan karya seni dari negaranya.
Sebagai masyarakat yang bijak dalam bermedia sosial, sudah sepatutnya teliti mengenai berita yang berkembang. Dengan kemudahan dalam mengakses internet, sepatutnya mampu membantu kita untuk menemukan informasi yang faktual, dengan menyaring segala informasi yang beredar agar mampu membuat pembaca lainnya menjadi sadar betapa pentingnya literasi.