Mohon tunggu...
Gaya Hidup Pilihan

Dinamika Pendidikan dari Sudut Tenaga Pendidik

25 Januari 2016   21:40 Diperbarui: 25 Januari 2016   21:51 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

 

Dimana tenaga pendidik dilarang untuk melakukan tindakan kekerasan pada siswa, dan kekerasan pada lingkungan sekolah, yang merupakan tindakan yang tidak terpuji dan tentunya sangat bertentangan dengan berbagai landasan dalam pendidikan. Kekerasan dan pelecehan yang terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia akhir-akhir ini, bukanlah sesuatu yang muncul dengan tiba-tiba.

Berdasarkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) per April 2015, mencatat, terjadi 6006 kasus kekerasan anak di Indonesia.Angka ini meningkat signifikan dari tahun 2010 yang hanya 171 kasus. Sementara pada tahun 2011, tercatat sebanyak 2179 kasus, 2012 sebanyak 3512 kasus, 2013 sebanyak 4311, dan 2014 sebanyak 5066 kasus. Dari 6006 kasus, sebanyak 3160 kasus kekerasan terhadap anak terkait pengasuhan, 1764 kasus terkait pendidikan, 1366 kasus terkait kesehatan dan NAPZA, dan 1032 kasus disebabkan oleh cyber crime dan pornografi

Berdasarkan data diatas didapatkan bahwa kekerasan pada dunia pendidikan setiap tahun semakin meningkat, dimana kemungkinan penyebab kekerasan terhadap peserta didik bisa terjadi karena guru tidak paham akan makna kekerasan dan akibat negatifnya. Guru mengira bahwa murid akan jera karena hukuman fisik. Sebaliknya, murid menjadi benci dan tidak patuh lagi pada guru. Kekerasan dalam pendidikan terjadi dikarenakan kurangnya kasih sayang dari guru. Guru memperlakukan murid sebagai subyek. Kekerasan bisa terjadi karena guru sudah tidak atau sangat kurang memiliki rasa kasih sayang terhadap murid, atau dahulu guru itu sendiri diperlakukan dengan keras. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat untuk berprestasi, tetapi menjadi ajang premanisme. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat belajar tentang norma-norma kemasyarakatan yang baik, tetapi dijadikan rimba tanpa hukum. Guru yang kuat, berkuasa, memiliki legalitas untuk menindas yang lain. Kekerasan sering terjadi bukan dalam bentuk kekerasan fisik, tetapi juga kekerasan psikis. Hal hal yang sepele dapat menjadi alasan untuk melakukan kekerasan. Bahkan terkadang kekerasan dilakukan tanpa alasan. Menjadi suatu pertanyaan besar jika kekerasan terjadi dari pihak guru kepada siswa. Hal ini sangat memalukan dunia pendidikan. Guru yang seharusnya menjadi contoh yang baik bagi para murid, malah memberikan contoh yang tidak baik kepada murid-murid.

Beberapa contoh kasus kekerasan seksual yang dilakukan guru di sekolah diantaranya,berdasarkan artikel yang didapat yaitu seorang siswi SMA Negeri di Jakarta melapor telah dilecehkan oleh gurunya. Kasus yang lain seorang murid SD kelas 6 telah dicabuli oleh gurunya di Lombok, NTB, yang menyebabkan murid itu menjadi trauma kembali ke sekolah. Kekerasan seksual yang dilakukan oleh guru terhadap murid tentu saja juga bertentangan dengan peraturan pemerintah di antaranya:

1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 81 ayat 1 yang menyatakan “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).”

2) Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 82 ayat 1 yang menyatakan “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus 10 juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).

 

Erland Yudistira

Mahasiswa Program

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun