Mohon tunggu...
Erka Ray
Erka Ray Mohon Tunggu... Penulis - Pelajar

Mempunyai nama pena Erka Ray, kelahiran Januari 2003, di Kabupaten Sumenep Madura Jatim. Mempunyai cita-cita sebagai penulis semenjak kelas 4 SD. Mulai nekad mempublikasikan karyanya sejak 2019 lalu. Orangnya sering gabut. Kalau udah gabut, nulis. Kalau lagi sok sibuk, lupa nulis. Hasil gabutnya sudah ada 4 buku solo dan 7 buku antologi puisi yang gak pernah dia beli. Dan rencana gabutnya masih banyak lagi. Makanya beli bukunya Erka biar tau. 🥱😴

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

"Tidak Sama Rata"

6 Agustus 2022   16:31 Diperbarui: 7 Agustus 2022   23:55 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Baru saja akan bicara IBu sudah lebih dulu nyerocos, "Mau komentar apa lagi kamu? Buktinya ada di Desa kita sendiri, tidak perlu ke Desa orang." 

"Iya, Bu. Sudahlah kita tidak perlu ikutan pusing soal mereka. Jika mereka curang itu akan menjadi urusan mereka dengan Tuhan nanti." Aku sudah capek mendengar omongan Ibu. Jika aku membantah dan terus tidak mengalah, sampai pulang dari pasar pun urusan ini tidak akan selesai. 

"Halah kamu ini, Andi. Kamu yang memang tidak usah repot ngurusin aparat Desa itu. Mending kamu cepat cari jodoh, jangan cuma sibuk kerja." Tuh kan, benar-benar ngelantur sampai urusan jodoh dibawa-bawa.

Repot memang jadi manusia saat jomblo begini, di suruh cari jodoh. Saat punya jodoh sudah tunangan, ditanya kapan nikah. Saat sudah nikah, ditanya kapan punya anak. Saat punya anak satu, ditanya lagi kapan nambah anak. Repot sekali bukan, pertanyaannya banyak. 

Untungnya kami telah sampai di pasar. Sepagi ini, pasar ini sudah rame. Pedagang-pedagang yang sibuk menata dagangannya. Orang-orang berlalu lalang keluar masuk pasar. Kuli angkut yang berkeringat sepagi ini karena membawa karung-karung besar, berhiliran masuk ke dalam pasar, berteriak menyuruh orang menyingkir memberi jalan. 

Aku menunggu Ibu di luar saja, di parkiran motor yang penuh sesak. Sudah sekitar lima belas menit menunggu, Ibu tidak kunjung muncul juga. Pasti dia tidak hanya ke lapak sayuran saja, pasti masih mampir ke sana sini sambil sibuk menawar. 

Aku akhirnya berinisiatif masuk ke dalam pasar. Melihat ini itu. Banyak sekali yang membuka lapak jualan di sini. Orang-orang sibuk menawarkan dagangannya, dan ada yang sibuk menawar dengan harga yang keterlaluan. 

"Ayolah, Bu, 150 saja bajunya ya. Di lapak sebelah barat sana cuma 130." Ibu-ibu itu sedang menawar harga Daster yang diberi harga 195 oleh penjualnya. Ibu-ibu itu bilang kemahalan, membandingkan dengan harga di lapak lain. 

"Tetap tidak bisa, Bu. Saya kulakan itu 180, jika ibu menawar dengan harga segitu, rugi saya," ucap si Ibu-ibu penjual pada Ibu-ibu calon pembeli. 

Penawaran di antara mereka terus berlanjut. Setelah menyimak itu, aku lanjut berjalan, entah Ibuku itu sudah ada di belahan pasar mana. 

Dan lazimnya pasar rame seperti ini, tidak hanya rame dengan pembeli dan penjual, copetnya pun rame berkeliaran menyamar jadi pembeli juga. Dan yang benar saja, nasib malang, aku yang kecopetan kali ini. Dompet yang kutaruh di saku celana belakang, diambil copet. Tapi untungnya aku sempat memegang tangannya. Sialnya lagi copetnya ini masih anak-anak usia berkisar 15 tahun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun