Mohon tunggu...
erisman yahya
erisman yahya Mohon Tunggu... Administrasi - Menulislah, maka kamu ada...

Masyarakat biasa...proletar

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menuju Riau yang Lebih Berkah

29 Juli 2019   17:06 Diperbarui: 29 Juli 2019   17:22 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maka, sejak keluarnya UU Nomor 22/1999 tentang Pemda dan UU Nomor 25/1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, sistem desentralisasi pun mulai berlaku.

Kedua UU ini benar-benar membawa berkah bagi Riau. Orang Riau pun mulai berani meneriakkan bahwa pejabat di Riau, mulai dari gubernur sampai ke tingkat yang paling rendah, harus putra asli Riau. Karena puluhan tahun lamanya, mayoritas pejabat di Riau adalah "impor" dari luar Riau.

Hasil kekayaan alam juga mulai mengalir di Tanah Melayu. Melalui UU Perimbangan, misalnya, Riau menangguk untung besar dari Dana Bagi Hasil (DBH) Migas. APBD Provinsi Riau yang dulunya cekak, kini mulai merangkak naik. Bahkan pernah mencapai angka belasan triliun!

Riau mulai berbenah. Banyak proyek infrastruktur dibangun. Tidak sedikit juga anak-anak Riau yang disekolahkan, diberi beasiswa bahkan sampai ke luar negeri dalam jenjang S3.

Namun, uang yang banyak jika tidak dikelola dengan hati-hati sesuai aturan, ternyata juga membawa dampak yang kurang baik. Faktanya, sejak reformasi bergulir, tidak kurang dari tiga Gubernur Riau berurusan dengan hukum. Menjadi pesakitan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Beberapa bupati bahkan telah dan sedang menjalani hukuman karena tersandung kasus korupsi. Sampai hari ini, tidak kurang dari satu walikota aktif dan satu bupati aktif di Riau telah pula ditetapkan KPK sebagai tersangka korupsi.

Begitupun dengan wakil rakyat di Riau. Pernah mereka berjamaah ditangkap dan ditahan KPK.

Banyak pihak memprediksi, jumlah itu akan terus bertambah. Apalagi kos politik yang sangat tinggi ketika bersaing memperebutkan kursi kepala daerah atau menjadi wakil rakyat, terkadang membuat orang lupa aturan. Lalu berbuat sesuai keinginannya, tiba-tiba ditangkap KPK (OTT).

Apa boleh buat, Riau kini sangat lekat dengan kata "korupsi". Setiap kali kata itu dilafalkan, maka asosiasi orang pastilah salah satunya Provinsi Riau.

Lebih Berkah 

Barangkali kondisi dan situasi di atas sangat disadari oleh Gubernur dan Wakil Gubernur Riau yang baru, Bapak H Syamsuar dan Bapak H Edy Natar Nasution. Satu-satunya cara agar Riau terbebas dari perilaku koruptif dan perilaku menyimpang lainnya, adalah dengan mengajak dan membawa masyarakat Riau lebih agamis (taat menjalankan perintah agama).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun