"Bahasa menunjukkan bangsa," begitu menurut sebuah pepatah. Dalam pengertian yang lebih  luas, bisa juga diartikan bahwa dari cara seseorang berbahasa atau berbicara, nampaklah dari mana ia berasal plus bagaimana sikap dan attitude-nya.
Ketika kita berbicara dengan orang yang bahasanya banyak disingkat atau irit kata. Seperti "kemana" jadi "kama", "berapa" jadi "bara" atau "bagaimana" jadi "baa", sudah dapat dipastikan bahwa kemungkinan besar kita sedang berbicara dengan orang Sumatera Barat (Minang Kabau) atau bisa juga orang luar yang sangat paham dan sudah lama bermastautin di wilayah Minang Kabau.
Di kesempatan lain, saat kita berinteraksi dan berbicara dengan orang yang bahasanya tegas, to the point alias langsung ke titik sasaran tanpa tedeng aling-aling, tak banyak basa-basi, kemungkinan besar kita sedang berhadapan dengan orang Medan atau Sumatera Utara pada umumnya.
Hal yang sebaliknya, ketika di lain waktu kita berbicara dengan orang yang bersikap lembut, nurut, kadang agak manja, banyak euh pakewuh, mungkin saja kita sedang berbicara dengan saudara kita dari suku Sunda, Jawa Barat. Dengan si Akang atau si Teteh.
Lalu, bagaimana kok bisa dikatakan orang Kuantan Singingi (Kuansing) itu sangat romantis dan baik hati? Hehehe...tunggu dulu. Sebelum sampai ke situ, sebelum pembaca tahu jawabannya, ada baiknya kita kenali dulu apa dan dimana Kuansing itu sendiri.
Pembaca tahu dimana Kuansing? Belum tentu kan? Jangan-jangan mendengar nama "Kuansing" ada yang berfikir itu di negeri Cina sana. Suatu wilayah yang berbatasan atau bertetangga dengan Guangzhou, hehehe...
Kuansing adalah nama salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Kabupaten ini berada di bagian barat daya ProvinsiRiau dan merupakan pemekaran dari Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999.
Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Kuansing sebanyak 291.044 jiwa. Sekarang sudah tahun 2017, tentu makin banyak penduduknya. Masyarakat Kuansing terdiri dari berbagai suku, seperti Caniago, Malayu, Patopang, Piliang, Nan Tigo, Nan Ompek, Nan Limo, Nan Onam, Piliang Soni, Piliang Lowe, Caromin/Camin, Kampuang Tongah, Mandahiliang, Kampuang Salapan, Tigo Kampuang, Limo Kampuang, Piliang Ateh, Piliang Bawah, Piabada, Bendang, Malayu Nyato, Malayu Jalelo, Kampai, Malayu Paduko, Malayu Tumangguang, Budi Caniago, Koto Piliang, Piliang Besar, Caniago Besar, Piliang Godang, Piliang Kociak, Piliang Tongah dan lainnya.
Di Kuansing juga banyak bermukim transmigran asal Jawa terutama di sentra-sentra transmigrasi dan areal perkebunan. Mata pencarian utama penduduk di daerah ini sebagian besar adalah bertani, sementara yang lain bekerja pada bidang jasa, perdagangan, dan pegawai negeri.
Festival pacu jalur yang mendunia itu berasal dari Kabupaten Kuansing.
Kembali ke pertanyaan semula, kenapa orang Kuansing penulis sebut sebagai orang yang sangat romantis dan baik hati? Tentu saja karena bahasa yang mereka gunakan menunjukkan akan hal itu. Sebagai contoh, orang Kuansing setiap mengakhiri suatu perkataan, pasti diakhiri dengan ungkapan sayang atau ciuman. Misal, "Ambo poi dulu muach..." (saya berangkat duluan ya, muach...). "Tolong ambo muach" (tolongin saya ya, muach...) dan banyak lagi perkataan yang diakhiri dengan ungkapan sayang (muach...).