Begitu lulus SLTP, bapakku mengirimku untuk bersekolah ke Bukit Tinggi. Ketika itu, Bukit Tinggi rasanya sangatlah jauh dari kampungku karena moda transportasi dan infrastruktur jalan belumlah bagus seperti sekarang.
Sebagai anak bungsu, ibuku sebenarnya sulit atau tidak tega membiarkan aku jauh. Pertama aku berangkat dari rumah, tiga hari tiga malam ibuku tidak keluar rumah. Hanya menangis memikirkan aku yang memang belum bisa apa-apa. Tapi alhamdulillah seiring berjalan waktu, berkat doa kedua orang tua, semua berjalan dengan baik.
Selanjutnya, antara aku dan orang tua, bapak dan ibu, hanya berkomunikasi melalui surat. Kecuali kalau musim libur tiba, tentu aku segera pulang kampung, melepas rindu ke orang tua. Apalagi saat melanjutkan ke jenjang kuliah, aku juga memilih ke Jakarta. Lebih jauh lagi dari kampungku. Walau di Jakarta aku juga tidak punya siapa-siapa kecuali tekad yang membaja.
Hingga akhirnya aku lulus kuliah dan bekerja, bahkan kini juga sudah punya anak dan istri. Begitu besar pengorbanan orang tua dalam kehidupan kita, yang telah mengantarkan kita hingga bisa seperti sekarang. Apalagi ibu yang sudah melahirkan kita. Tapi sampai detik ini, ibu saya belum pernah meminta apapun dari saya. Bahkan kalau saya menelepon beliau, yang keluar dari mulut beliau justru kata-kata atau kalimat, dimana beliau masih saja mengkhawatirkan saya sebagai anaknya. Sungguh kasih ibu sepanjang jalan. Memang benar, kasih sayang ibu layaknya matahari, yang tak pernah berhenti menyinari. Ibu, cintamu begitu suci, kasih sayangmu sangatlah tulus. Jasa-jasamu tak mungkin terbalaskan. Terima kasih Ibu...
Â
Selamat Hari Ibu, 22 Desember 2015
Untuk kedua orang tuaku, Ayahanda tercinta Alm. H. Yahya Kana dan Ibunda tercinta Hj. Daimah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H