diet hanyalah sebatas pantangan atau larangan terhadap makanan tertentu. Padahal, diet pada dasarnya adalah pola makan, yang cara dan jenis makanannya diatur (bukan dilarang). Tujuannya adalah untuk menjaga kesehatan tubuh secara keseluruhan.
Saya sempat mengira bahwaBagi muda-mudi Generasi Z, diet juga ditujukan untuk menjaga penampilan dan berat badan yang terkontrol. Tren diet di kalangan Gen Z mencerminkan peningkatan kesadaran terhadap kesehatan dan kesejahteraan pangan. Sebab, pola makan yang sehat akan memenuhi semua unsur gizi seimbang, seperti protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan air.
Melihat beragam tren diet yang dipopulerkan kalangan Generasi Z, saya jadi berpikir apakah kebiasaan makan mereka ini dapat membantu mewujudkan ketahanan pangan negara ini?
Kebiasaan makan yang baik dapat menunjang program pemerintah dalam diversifikasi pangan.Â
Seperti yang kita tahu, makan nasi sudah menjadi budaya masyarakat kita. Tercatat dari data historis tahun 1954, kebutuhan beras sebagai sumber karbohidrat di Indonesia yang semula 53,5 persen, pada 2017 naik menjadi 74,6%.
Dalam Forum Bumi yang digelar oleh Yayasan KEHATI bersama National Geographic Indonesia di House of Izara, Jakarta, pada Kamis, 10 Oktober 2024, Sjamsul Hadi menuturkan bahwa sistem pangan Indonesia haruslah berdasar pada keberagaman Nusantara.
Tepatnya pada keragaman sumber hayati dan komoditi pangan negeri ini. Setiap masyarakat lokal di masing-masing daerah memiliki kebudayaan dan sumber pangan lokal yang berbeda, yang mana harus dilestarikan dan diteladani untuk meningkatkan ketahanan pangan dan menjaga keragaman pangan nasional.
Sebagai contoh, masyarakat di daerah timur bisa mengonsumsi sagu atau sorgum seperti leluhur mereka. Tidak harus mengikuti budaya makan beras seperti masyarakat Jawa. Masyarakat Jawa pun punya sumber karbohidrat selain beras seperti singkong, jagung, dan umbi-umbian lainnya.Â
Jika saja kesadaran akan diversitas pangan lokal diberdayakan dengan sebaik mungkin, saya kira masalah ketahanan pangan negara akan lebih terjamin sebab petani lokal dapat mengoptimalkan potensi lahan mereka. Hal ini akan sejalan dengan terjaganya keberlanjutan lingkungan dan kesehatan tanah lewat rotasi tanaman.
Menerapkan one day no rice setiap minggunya dan mengganti dengan ragam pangan lokal lain seperti yang Manajer Program Pertanian Yayasan KEHATI, Puji Sumedi Hanggarawati cetuskan, kiranya dapat membantu menghemat biaya impor beras nasional yang terus melejit tiap tahunnya.