Seperti yang telah disebutkan, al-Maududi menggambarkan Islam sebagai ideologi revolusioner yang bertujuan untuk mengubah tatanan sosial dan merekonstruksinya berdasarkan ideologinya sendiri.Â
Umat Islam, tegas al-Maududi, adalah anggota partai revolusioner internasional yang diorganisir oleh kaum Islamis dan bertugas menjalankan program revolusi. Jihad mengacu pada perjuangan revolusioner ini dan upaya tanpa henti yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Al-Mawdudi
"Ajaran Islam tentang tauhid dan ketaqwaan kepada-Nya bukanlah seruan agama seperti ajaran-ajaran tradisional yang selama ini dikenal. Mereka pada dasarnya adalah panggilan untuk revolusi sosial. Mereka secara langsung menyerang sistem kelas yang memperbudak umat manusia dalam jubah agama seperti pengkhotbah, garis politik seperti raja, bangsawan, dan kelompok penguasa, atau garis ekonomi seperti rentenir, pemilik tanah, dan pemonopoli. Tujuan Jihad Islam adalah mengakhiri pemerintahan non-Islam dan menggantinya dengan pemerintahan Islam. Islam tidak akan membawa revolusi ini hanya ke satu atau beberapa negara saja, tetapi ke seluruh dunia. Meskipun pada mulanya merupakan kewajiban setiap anggota gerakan Islam untuk melaksanakan revolusi di mana-mana, pada akhirnya tidak lain adalah melaksanakan revolusi di seluruh dunia."
Menurut Al-Mawdud, "revolusi terus-menerus yang dipimpin oleh Tuhan" menyebabkan munculnya masyarakat di mana semua adalah khalifah dan peserta yang setara dalam kekhalifahan yang tidak mentolerir pembagian kelas berdasarkan status sosial dan kelahiran. . Setiap orang memiliki status dan posisi yang sama dalam masyarakat karena itu adalah karakter dan kemampuan pribadi mereka.
Dengan demikian, tujuan akhir dari "Revolusi yang Dipimpin Tuhan" adalah pembentukan kekhalifahan universal. Islam dengan tegas menolak klaim berdasarkan faktor ras dan geografis untuk memastikan loyalitas Muslim. Karena bangsa seperti itu hanya melanggar kesatuan hakiki umat manusia dan mempersempit visi kosmopolitan Islam. Gagasan suatu bangsa menghasilkan pandangan hidup materialistis, wilayah (teritori), dan kesadaran rasial, yang bertentangan dengan semangat humanistik yang berlaku dalam persepsi manusia. Inilah salah satu alasan mengapa, di awal karirnya, al-Maududi menolak Dar al-Islam yang dibangun oleh al-Afghani sebagai konsep kedaerahan, sehingga menjadi basis nasionalisme Islam. Al-Mawdudi, di sisi lain, menyambut rekonstruksi kekhalifahan al-Afghani sebagai konsep statis pemerintahan negara yang sedang berkembang.
Meskipun al-Maududi melihat Islam sebagai gerakan revolusioner global, dia menganjurkan tesis "Islam di satu negara". Ada dua alasan yang membuatnya menerima ide dasar ini:
Pertama, agar bermanfaat, sebuah ideologi harus memiliki dukungan empiris dan mengacu pada kasus atau contoh tertentu, karena tidak mungkin membangun cara hidup hanya di atas abstrak. Kedua, agar sebuah ideologi mendapatkan perhatian dunia, ia harus membuktikan nilainya dengan mengembangkan sistem kehidupan yang makmur dan sejahtera.Â
Dia juga harus mempraktikkan teori dan prinsip dasarnya. Tanpa sepenuhnya menolak konsep kekhalifahan universal, al-Maududi melihat Islam di suatu negara sebagai batu loncatan yang mendorong revolusi dunia.Â
Menurut Al-Mawdud, sistem ideologi tidak menjadi sistem nasional hanya karena diterapkan pada bangsa tertentu atau hanya ditujukan pada orang tertentu.Â
Apa yang membedakan sistem nasional dari sistem internasional adalah bahwa yang pertama bertujuan untuk memperkuat keunggulan atau klaim atas negara lain dan mempromosikan prinsip penerapan terbatas. Yang kedua menjamin status dan hak yang sama untuk semua orang dan menghadirkan prinsip penerapan universal. Islam adalah agama universal sedangkan revolusi kebangkitan Islam juga universal.
Al-Mawdudi dengan jelas membedakan strategi atau stigma yang menganggap kekerasan sebagai ciri yang menjelaskan makna revolusi. Fokus utama perbedaan hadis ini terletak pada konsep proses revolusi yang dikembangkan oleh al-Mawdud. Visi revolusionernya melibatkan perubahan daripada penggulingan pemerintahan non-Muslim.Â
Revolusi adalah proses perubahan sistemik yang mendasar dan komprehensif, yang terutama membutuhkan perubahan pada orang, pendapat, motif, dan kepribadian mereka. Dalam konteks ini, al-Maududi memandang para Nabi Allah sebagai paradigma revolusioner yang harus ditiru oleh para calon revolusioner. Secara khusus, al-Maududi menyebut Nabi Muhammad sebagai satu-satunya pembimbing yang sempurna. Bukan karena alasan sentimental, tetapi karena tahapan kehidupan Nabi yang berbeda jelas mencerminkan detail dan aspek revolusi Islam.
al-Mawdudi mengadopsi kebijakan gradualisme sejati dan memilih untuk melaksanakan revolusi Islamnya mengikuti prosedur parlementer dan pemilihan yang ada. Ini mengikuti pendekatan perkembangan untuk membawa perubahan sosial. Ia juga menolak segala aktivitas subversif yang tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan dan tidak percaya pada radikalisme politik dalam segala bentuknya. Baginya, menghormati hukum dan tatanan sosial sangat penting dalam masyarakat yang beradab.Â
Oleh karena itu, dia memperingatkan kaum revolusioner agar tidak melawan godaan yang "mendistorsi metode dan teknik gerakan tersembunyi dan revolusi berdarah". Al-Mawdudi juga menutup mata terhadap tujuan pemikiran radikal dan tidak percaya bahwa tatanan sosial yang kacau akan menghasilkan sesuatu yang positif. "Melawan hukum menciptakan kekacauan, dan itu bertentangan dengan kehendak Tuhan." Dia juga menambahkan:
"Apa pun yang saya lakukan, saya selalu melakukannya secara terbuka, dalam batas-batas hukum dan hukum yang berlaku, sehingga saya tidak pernah melanggar hukum yang saya sendiri lawan. Saya mencoba mengubahnya dengan cara konstitusional dan tidak pernah melawan hukum."
Al-Mawdudi membenarkan pilihannya untuk tidak melakukan kekerasan baik atas dasar teoretis maupun praktis. Salah satu argumennya adalah bahwa memaksakan perubahan bertentangan dengan tatanan alam. "Kita tidak boleh mengabaikan hukum dasar alam, yaitu bahwa perubahan yang stabil dan komprehensif dalam kehidupan manusia terjadi secara bertahap."
Dari sudut pandang praktis, jika perubahan diharapkan berlangsung lama, perubahannya harus lambat, karena "semakin cepat perubahan terjadi, semakin pendek umurnya". Sekali lagi, al-Maududi menampilkan contoh Nabi Muhammad dengan pendekatan langkah demi langkah dan efektif untuk menerjemahkan ajaran Islam menjadi kenyataan. Namun al-Maududi juga mengakui bahwa Nabi pernah menggunakan kekerasan, meskipun alasannya adalah untuk menghindari penganiayaan, dan dalam semua perang yang terjadi pada masa Nabi, hanya 1.200 orang yang terbunuh di kedua sisi. Menilik sejarah revolusi kekerasan yang pernah terjadi di dunia ini, menurut al-Mawdud, revolusi yang dilakukan Nabi memang pantas disebut "revolusi tanpa darah".
Meski al-Maududi tetap menekankan pentingnya pendekatan evolusioner dalam revolusi Islam, namun ia tidak mengesampingkan kemungkinan penggunaan kekuatan, yaitu jihad, dalam kasus-kasus khusus. Kekerasan harus digunakan untuk mencegah penganiayaan dengan kekerasan, yang menghalangi upaya perdamaian menurut Islam. Menurut Al-Mawdud, kekerasan tidak bisa digunakan untuk memaksa orang menerima Islam; Tujuannya adalah untuk menciptakan kondisi bagi penyebaran Islam secara bebas.
Kekerasan juga memainkan peran penting dalam pengembangan karakter Muslim di masyarakat. Namun, ini hanya boleh dilakukan sebagai upaya terakhir. Pertama, preseden Revolusi Islam untuk mereformasi pemikiran masyarakat melalui pendidikan dan pengajaran; kedua, membangun karakter Islami yang selaras dengan ajaran Islam; Ketiga, langkah pertama dilakukan untuk membangun opini publik yang cukup kuat untuk mempromosikan kebaikan dan menekan kejahatan; keempat, tatanan sosial, ekonomi, dan politik diperkuat, memfasilitasi tindakan yang baik dan menghilangkan praktik yang buruk. Ketika semua upaya itu gagal, jalan terakhir adalah kekerasan, yang harus dilakukan secara terbuka dan tanpa pandang bulu untuk memberantas segala kecenderungan kriminal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H