Global Nutrition Report tahun 2014 menulis bahwa, Indonesia termasuk ke dalam 17  negara yang mengalami beban ganda  permasalahan gizi, yaitu kekurangan berat badan (under-weight) dan kegemukan (obesity), karenanya biaya gizi buruk bagi mereka lebih tinggi dari perkiraan beban tunggal.Â
Sebagai salah satu negara besar dunia, sangat penting bagi Indonesia menghindari beban ganda ini dan perlu segera menyusun strategi untuk mengurangi kekurangan gizi dan kelebihan berat badan dan obesitas di waktu yang sama. Satu diantara kedua beban ganda tersebut yaitu obesitas, menjadi tema pada tulisan kali ini.
Sejak tahun 1970 hingga sekarang, kejadian obesitas meningkat 2 (dua) kali lipat pada anak usia 2-5 tahun dan usia 12-19 tahun, bahkan meningkat tiga (3) kali lipat pada anak usia 6-11 tahun.
Di Indonesia, prevalensi obesitas pada anak usia 6-15 tahun meningkat dari 5% tahun 1990 menjadi 16% tahun 2001. Obesitas (kegemukan) adalah keadaan terdapatnya timbunan lemak berlebihan dalam tubuh dan merupakan akibat dari keseimbangan energi positif untuk periode waktu yang cukup panjang (Sartika, 2011) dan (Salam, 2010).Â
Metode pengukuran secara klinis umumnya dinyatakan dalam bentuk Indeks Masa Tubuh (IMT) > 30 kg/m2 atau BMI pada anak berada pada persentil diatas 95, sesuai umur dan jenis kelaminnya (Wahyu, 2009).
Upaya untuk mengurangi dan mencegah risiko obesitas dapat dilakukan dengan cara KEI (komunikasi, informasi dan Edukasi) berbagai pihak, mulai dari individu, keluarga, publik figure, hingga institusi pemerintah. Kesadaran individu akan risiko obesitas mulai dari anak-anak sampai dewasa, diharapkan mampu mengurangi resiko obesitas secara bertahap dan berkelanjutan.
Di antara individu yang sadar akan risiko itu adalah Arya Permana. Ia adalah seorang bocah 10 tahun berasal Karawang Jawa Barat yang saat 3 tahun lalu bobot tubuhnya mencapai 192 Kg.
Dokter mengatakan bahwa Arya mengalami obesitas morbid (severe obesity) yaitu kondisi di mana terjadi penimbunan lemak yang sangat tinggi di dalam tubuh, sehingga penderitanya memiliki berat badan berlebih yang jauh dari berat ideal.Â
Arya mendapatkan perawatan dan penanganan khusus oleh 13 dokter spesialis di Rumah Sakit Hasan Sadikit (RSHS) Bandung Jawa Barat. Pada awal tahun 2020 di bulan Januari lalu, didapat kabar bahwa Arya berhasil menurunkan berat badannya yang 192 Kg menjadi 83 Kg atau turun 109 Kg.
Salah satu orang yang berperan memberikan motivasi dan latihan fisik adalah Ade Rai. Beliau seorang public figure, Atlit Binaraga Nasional dan sekaligus pengusaha bisnis kebugaran. Sejak awal masuk rumah sakit, Ade sudah mulai melakukan pendekatan kepada Arya.
Ade mengatakan, "Saya hanya menjadi support system, sama seperti keluarga Arya". Melakukan coaching berupa motivasi sehat, diet gula berlebihan dan serangkaian latihan fisik yang sesuai dengan usia dan kondisi tubuh Arya saat itu. Hasilnya, Arya dapat konsisten melakukan program pengurangan berat badan secara ideal.