Judul: Lautan Rempah: Peninggalan Portugis Di Nusantara.
Penulis: Joaquim Magalhaes  De Castro.
Penerbit: Elex Media Komputindo
Tahun: 2019 M.
Tebal: 373 halaman.
Portugis adalah penjajah, begitu lah kiranya yang diajarkan oleh guru-guru sekolah kita. Tapi, melalui buku ini, perspektif kita bisa berubah dalam memandang sejarah, apa saja yang dituangkan penulis dalam buku ini? Yuk kita simak.
Buku ini berisi ulasan penulis yang merupakan seorang Jurnalis Portugis atas budaya-budaya peninggalan Portugis yang ia jumpai semasa perjalanannya ke Indonesia. Contohnya, di Maumere, NTT, kita mendapati sisa-sisa peninggalan Portugis antara lain kelompok musik yang dinamai Bamboler. Alat-alat musik yang digunakan kelompok ini, antara lain biola dan gitar, diperkenalkan oleh Portugis.
Tidak hanya itu, buku ini juga mengungkap fakta penting lainnya, bahwa ternyata sumber-sumber sejarah mengenai Indonesia di abad ke-16 M, kebanyakan dicatat oleh para pengelana Portugis, disini dicantumkan cuplikan beberapa catatan Portugis tentang Nusantara. Contohnya, catatan dari Pengelana Joao De Barros tentang proses Islamisasi di Jawa yang dilakukan Fatahillah. Dikisahkan Fatahillah mengislamkan Raja Jepara dan menikah dengan saudari  raja tersebut, layaknya pernikahan politik yang lazim di masa itu.  Ada juga catatan Portugis lainnya tentang seorang Raja Sunda, Prabu Jayadewata ( Sri Baduga Maharaja/ Prabu Siliwangi) yang mengutus putranya, Surawisesa untuk meminta bantuan Orang Portugis di Malaka pada tahun 1512 M.
Dicantumkan pula catatan seorang Jurnalis Portugis lainnya, Mendez Pinto yang menjelajahi Jawa pada abad ke-16 M dan sempat mengunjungi pusat Kesultanan Banten pada 1546 M.
Buku ini memberi kita wawasan baru, bahwa apa yang dinilai negatif oleh sebagian orang, tidaklah sepenuhnya negatif. Portugis dianggap sebagai penjajah misalnya, memang benar, sebagian Orang Portugis menjajah negeri ini, tapi ada segelintir Orang Portugis yang justru berjasa mengabadikan sejarah bangsa ini di abad ke-16 M, dikarenakan pada abad ke-16 M, cukup minim sumber sejarah yang tertulis mengenai Indonesia, dikarenakan kondisi carut marut di Kepulauan Nusantara kala itu, antara lain di Jawa, yang mana terjadi peperangan-peperangan besar, antara lain Demak melawan Majapahit dan Panarukan, serta  Cirebon melawan Kerajaan Sunda Pajajaran dan Portugis.
Buku ini juga memberi kita pengetahuan baru tentang geografi Pulau Jawa di abad ke-16 M, contohnya nama Kesultanan Banten merupakan nama yang umum digunakan orang untuk menyebut sebuah kerajaan di tempat paling barat di Pulau Jawa, buku ini, melalui catatan  Mendez Pinto, memberi kita informasi bahwa nama Banten sebetulnya adalah nama pelabuhan utama dari kerajaan tersebut dan nama resmi kerajaan tersebut di awal-awal adalah Kesultanan Sunda (bedakan dengan Kerajaan Sunda Pajajaran yang beribukota di Pakuan, Bogor)
Gaya bercerita buku ini, seakan mampu membawa kita menjelajah waktu, menembus batasan zaman, yah, tentu karena banyak data primer yang diambil dari para saksi mata yang menyaksikan langsung kejadian-kejadian bersejarah tersebut. Buku ini merupakan salah satu buku sejarah yang bercerita secara obyektif dan apa adanya, namun dengan gaya bahasa yang adem dan memberi kita perspektif baru yang jauh dari kebencian.
Tapi, ada satu kekurangan dalam buku ini, yaitu terkadang ada kesalahan penulisan nama, maklum berhubung penulis bukan pribumi Indonesia, contohnya nama Surawisesa ditulis Sariwesa, yang mana penulisan ini kurang sesuai dengan sumber primer dari Jawa Barat, Carita Parahyangan. Buku ini juga agak rancu saat menjelaskan identifikasi tokoh Sunan Gunung Jati dan Fatahillah, di satu sisi seolah meragukan pendapat yang menyamakan kedua tokoh ini sebagai orang yang sama, namun di sisi lain seolah mengatakan bahwa kedua tokoh tersebut adalah orang yang sama, padahal sebetulnya kedua tokoh tersebut adalah orang yang berbeda ( ini akan saya bahas di lain waktu), juga buku ini hanya menayangkan cuplikan cuplikan dari sumber sumber tersebut, sehingga harus dicari kelengkapannya dari buku buku lain, seperti terjemah lengkap dari sumber yang dimaksud.
Pendek kata, buku ini layak dibaca bagi siapapun yang ingin mendapatkan sudut pandang baru mengenai sejarah negeri ini di abad ke-16 M. Saya berharap mudah-mudahan semakin banyak buku sejarah yang ditulis sesuai fakta dan sumber primer, sehingga makin banyak sejarah kita dapat terungkap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H