Mohon tunggu...
Eril Sadewa
Eril Sadewa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Analis Sejarah

Selamat datang, tulisan-tulisan disini adalah hasil pembacaan saya atas Sejarah Nusantara yang begitu kaya, semoga bisa menjadi jembatan untuk menyelami kekayaan sejarah negeri kita yang indah ini.

Selanjutnya

Tutup

Book

Inilah Alasan Saya Tidak Menjadikan The History of Java Rujukan Utama

24 Desember 2023   10:23 Diperbarui: 24 Desember 2023   10:28 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang tidak kenal mahakarya Raffles, History Of Java, hmm, teman-teman yang pecinta sejarah pasti kenal kan dengan karya ini. Sebuah ensiklopedia tebal yang memuat serba-serbi tentang Pulau Jawa, termasuk adat kebiasaan dan sejarahnya hingga abad ke-18-an.

Awalnya, saya pun begitu penasaran pada karya besar ini. Ketika saya masih mondok di Mojokerto dulu, saya benar-benar penasaran, apa sih isi karya ini? Saya menabung beberapa waktu dan menahan nafsu jajan agar bisa membeli karya ini, dan akhirnya saya mampu membeli juga terjemahan Bahasa Indonesia dari karya monumental ini. Saya awalnya begitu tergila-gila dan menganggap bahwa semua yang termaktub disitu adalah ilmiah. Tapi, setelah saya membaca dan membandingkan nya dengan beberapa refrensi, saya merasakan sesuatu yang berbeda.

Oh ya, saya akan men spill sedikit tentang bagaimana asal muasal buku ini. Jadi, penulisnya Thomas Stamford Raffles merupakan Letnan Gubernur Inggris di Jawa, yah itu terjadi saat Inggris menjajah Pulau Jawa, tepatnya dimulai pada 1811 M.

Pada 1817 M, Raffles mengarang sebuah buku yang merincikan Sejarah Jawa, serta adat dan kebiasaan dan keseharian masyarakat disana. Yah, bukunya yang masyhur, The History Of Java. Masa pemerintahan Raffles di Jawa ini terjadi pada 1811-1816 M. Jadi, buku ini ditulis setelah Raffles selesai menjabat.

Parahnya, setelah saya bandingkan dengan beberapa karya lain, saya melihat bahwa buku  History Of Java ini begitu tidak sempurna. Saya menyesali kenaifan saya kala itu yang menganggap buku Sejarawan Barat pasti lebih bagus dari buku Sejarawan Indonesia, ternyata, nggak juga.

Apa saja kesalahan-kesalahan buku The History Of Java itu? Mari kita telisik satu persatu.

Pertama, buku ini mengadopsi dongeng untuk kepentingan subyektif si penulis. Raffles merupakan orang yang sangat membenci Islam, maka diadopsilah sebuah dongeng yang menceritakan bahwa Raden Patah, pendiri Kesultanan Demak, karena faktor perbedaan agama menyerbu kerajaan ayahnya, Prabu Brawijaya yang beragama Hindu dan menyebabkan Prabu Brawijaya melarikan diri dari Tanah Jawa.

Padahal, hal inipun dibantah oleh sejarawan-sejarawan barat sendiri, Ricklefs mengatakan bahwa Majapahit yang diperkirakannya jatuh pada 1478 M, tidak mungkin jatuh karena diserang negara yang sudah beragama Islam. Ricklefs memperkirakan bahwa keruntuhan Majapahit terjadi karena konflik internal dan serangan negara yang sama-sama belum menganut Islam. Ricklefs menyebutkan bahwa pada 1486 M, Majapahit sudah diambil alih oleh Raja Girindrawardhana Ranawijaya yang memindahkan pusat kerajaannya ke Kediri.  Hanya saja saat membahas masalah ini, Ricklefs kurang detail memaparkan detil kejadiannya, karena dalam manuskrip Pararaton yang menjadi sumber primer dalam membahas keruntuhan Majapahit, pada 1478 M, Majapahit yang dipimpin Prabu Suraphrabawa diserbu anak-anak raja sebelumnya, Sinagara yang digulingkan. Anak-anak itu adalah Mungwing Jinggan dan adik-adiknya, Wijayakarana, Wijayakusuma, dan Kertabhumi Ranawijaya yang menyerbu Majapahit dan membunuh Suraphrabawa, meski Mungwing Jinggan terbunuh, Majapahit runtuh, 3 adik Mungwing Jinggan pun mendirikan kerajaan baru di Keling dan Wijayakarana memerintah antara 1478-1486 M, lalu wafat dan dilanjut Wijayakusuma yang memerintah selama beberapa bulan saja lalu wafat, baru Dyah Ranawijaya yang memerintah pada 1486-1527 M yang memindahkan ibukota ke Daha. Jadi, Demak tidak pernah menyerbu Majapahit, apalagi karena masalah perbedaan agama semata, adapun pada 1527 M, serangan Demak ke Daha yang mengakhiri riwayat Kerajaan Hindu Budha itu terjadi karena Daha menjalin kerjasama dengan Penjajah Portugis yang merupakan musuh Demak.

Masalah ini, Insya Allah, akan saya bahas di kemudian hari.

Kedua, tidak membedakan dongeng dan sejarah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun