Mohon tunggu...
Cerpen

Jiwaku Akan Selalu Hidup Bersamaku

24 November 2016   14:55 Diperbarui: 24 November 2016   15:07 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dilahirkan sebagai anak kembar di desa kecil pinggiran kota Makassar pada tanggal  7 Desember 1976, dari keluarga sederhana yang berbasis TNI mengantar kedua anak tersebut bercita cita meneruskan profesi kakek dan bapaknya sebagai seorang prajurit penjaga negeri ini.

Haidir Chalid dan Hairil Walid adalah kedua anak kembar tersebut, lahir di desa benteng gajah sebuah desa yang merupakan home base dari para purnawirawan Yonzipur 8 /CMG. Khalid dan Walid merupakan anak keempat dan kelima dari lima bersaudara yang hidup dalam keluarga yang serba keterbatasan.  Dengan keadaan tersebut membuat kedua orang tuanya mengharuskan untuk memindahkan kedua anak ini tinggal untuk diasuh olek kakek dan neneknya semenjak berumur 6 bulan. Sebenarnya kedua orang tuanya merasa berat untuk memisahkan kedua anak ini dari saudara kandungnya namun keadaanlah yang memaksa untuk membantu keterbatasan ekonomi yang menghimpit.

Dibesarkan oleh nenek dan kakeknya tidak mengurangi kasih sayang yang mereka butuhkan sebagai anak anak, pertengahan tahun 1989 keduanya lulus SD namun lagi - lagi harus berpindah asuh ke kerabat bapaknya lantaran sang kakek meninggal dunia pada awal tahun 1989, diasuh oleh kerabat bapaknya tidak seenak yang dibayangkan oleh kedua anak ini, mereka diperlakukan seperti pembantu rumah tangga oleh kerabat bapaknya yang membiayai sekolahnya, diawali pukul 5 pagi keduanya sudah bangun untuk menyiapkan sarapan sang majikan, menyiapkan perlengkapan sekolah anak majikan, sampai memikul air mandi majikan yang akan berangkat kekantor. Setelah semua sudah siap barulah keduanya menyiapkan diri untuk berangkat sekolah. Tidak jarang kedua anak ini terlambat masuk dan mendapat teguran dari pihak sekolah. Setelah pulang sekolah kembali kedua anak ini diharuskan menyiapkan makan siang hingga makan malam, menyetrika pakaian dan  membersihkan pekarangan rumah. Mereka selalu berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengerjakannya demi terus bersekolah untuk menggapai cita citanya. Dengan usia yang masih belia kedua anak ini cuma bisa bertahan satu setengah tahun.

Dipertengahan tahun 1991, dengan persetujuan orang tua keduanya harus berpindah asuh lagi tapi kali ini anak kembar ini harus terpisah, Haidir chalid kembali dan diasuh orang tua sementara Hairil walid ikut merantau bersama kakak tertuanya yang sudah bekerja sebagai pns, pada salah satu kabupaten bagian utara provensi Sulawesi Selatan untuk melanjutkan sekolah, mereka memang kembar identik namun sifat dan karakter keduanya berbeda. Haidir chalid merupakan anak yang lebih tua namun sifatnya yang selalu mengalah, sabar dan penuh kasih, sedangkan Hairil Walid yang lebih muda mempunyai karakter berbeda dengan sang kakak selalu ingin menang sendiri, mudah marah dan kurang sabar dalam menghadapi sesuatu.Hal inilah yang menjadikan  hairil sang adik  merasa kehilangan ketika sang kakak berpisah darinya dimana selama ini sering menasehati dalam berbagai hal dan selalu menemaninya dalam menjalani kehidupan. Hingga akhirnya keduanya tamat SMA di sekolah masing masing  pada tahun 1995.

Berbekal ijasah SMA, sang adik yang selalu optimis mengejar cita cita mulai mendaftarkan diri pada pendaftaran Secaba tahun 1995, sementara sang kakak mengalah bahkan memendam cita citanya demi sang adik mengingat keadaan ekonomi orang tua yang tidak memungkinkan daftar bersamaan. Sang kakak memilih menjadi kernek angkot yang hasilnya di berikan ke adiknya untuk biaya mendaftar menjadi prajurit TNI. Berjalan dua tahun sekitar  empat kali kesempatan adiknya tidak bernasib baik belum diterima untuk mengikuti pendidikan, awal tahun 1997 sambil terbata bata sang kakak meminta kepada orang tuanya untuk di beri kesempatan mendaftar menggantikan adiknya yang sudah empat kali tidak diterima, dengan persetujuan orang tua sang kakak  berangkat mendaftarkan diri pada pendaftaran secata gel pertama,pada kesempatan tes tersebut hasilnya sangat memuaskan sehingga menarik perhatian bapak kasdam VII WRB pada saat itu dijabat oleh bapak Brigjen TNI Kivlanzen akhirnya Haidir chalid sang kakak direkrut untuk mengikuti seleksi Akmil dan dinyatakan lulus pada pertengahan tahun 1997 selanjutnya mengikuti pendidikan selama tiga tahun dan diangkat menjadi Perwira TNI-AD  pada pertengahan tahun 2000. Setelah dinyatakan lulus Akmil sang kakak sempat menelpon adiknya dan berpesan “ coba lagi kesempatan terakhir karena sesungguhnya nasib anak kembar itu tidak jauh berbeda “ dengan penuh keyakinan Hairil walid sang adik mencoba lagi yang kelima kalinya, betul saja kali ini tes dilalui hampir tanpa halangan yang berarti dan Maret 1998 sang adik pun dilantik menjadi bintara TNI- AD.

Sejak saat itu keduanya hanya bisa berkomunikasi dan berkoordinasi lewat telepon, sang kakak bertugas pada Batalyon infanteri 405 di Jawa tengah sedang adiknya bertugas pada Batalyon infanteri 731/Kabaresi di daerah Maluku. Tahun 2003 pada saat konflik di Aceh sang kakak mendapat perintah tugas sebagai pasukan pemburu di sektor utara daerah konflik Aceh, sementara sang adik bertugas di daerah konflik maluku sejak tahun 1999, tepat tanggal 5 Oktober 2003 saat upacara HUT TNI, setelah bertugas lima bulan disana sang kakak di kabarkan gugur sebagai kusuma bangsa pada penugasan pertamanya. Tanggal 7 oktober 2003 almarhum dikebumikan di taman makam pahlawan Salewangang kabupaten Maros Sulawesi Selatan. Kejadian itu membuat sang adik sangat terpukul, sehingga terbersit keinginan untuk berhenti sebagai prajurit TNI –AD,  namun semangat serta jiwa juang sang kakak selalu tertanam di benaknya, akhirnya pada tahun 2012 sang adik pun dinyatakan lulus secapa berkat bantuan almamater sang kakak akmil angkatan 2000, kini sang adik telah menjadi seorang perwira TNI- AD berpangkat Letnan satu siap melanjutkan tugas disertai jiwa dan semangat sang kakak selalu bersamanya. Terima kasih kakakku selalu memberi tauladan kepada adikmu hingga saat engkau telah tiada kakak masih bisa membantu adikmu melalui tangan seangkatan kakak,  “doa sang adik Hairil Walid.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun