Mohon tunggu...
Eri Kurniawan
Eri Kurniawan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Saya pelajar, pengajar dan orang yang akan senantiasa 'kurang ajar' (dalam makna positif). Sekarang sedang belajar di kota Iowa, negerinya Bang Obama. Motto: "Teruslah merasa kurang ajar, karena kalau merasa terpelajar, kamu akan berhenti belajar."

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Bahasa Inggris Gampang Sekali Bagi Orang Indonesia

12 Februari 2011   17:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:39 1527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="573" caption="Sumber: http://pandannauli.files.wordpress.com"][/caption] Sejauh ini sudah menjadi pengetahuan umum bahwa orang yang menguasai dua bahasa (bilingual) terbukti lebih cerdas tinimbang orang yang hanya menguasai satu bahasa (monolingual). Menurut sejumlah penelitian, cerdas di sini diartikan sebagai kemampuan berpikir kreatif, membuat keputusan, tingkat perhatian, dan mengelompokkan informasi. Penelitian termutakhir yang diterbitkan dalam ScienceDaily, tertanggal 1 Februari 2011 menyebutkan bahwa bilingual lebih mudah belajar bahasa ketiga dibanding monolingual, karena mereka mendapatkan kemampuan yang lebih baik dalam berbahasa. Penelitian ini bersumber dari University of Haifa yang diprakarsai oleh Prof Salim Abu-Rabia dan Ekaterina Sanitsky. Penelitiannya ditujukan untuk menakar sejauh mana manfaat bilingualisme dalam proses mempelajari bahasa ketiga. Intinya ingin membandingkan kemampuan bilingual dibandingkan monolingual dalam mempelajari bahasa ketiga. Penelitiannya melibatkan dua kelompok siswa kelas 6 yang mempelajari bahasa Inggris sebagai bahasa asing. Kelompok pertama terdiri dari 40 siswa, semuanya adalah imigran dari Rusia dan merika juga fasih berbahasa Ibrani sebagai bahasa kedua. Kelompok kedua terdiri dari 42 siswa Israel tanpa kefasihan dalam bahasa lain, selain bahasa Inggris yang mereka pelajari di sekolah sebagai bahasa asing. Tes yang diberikan kepada responden penelitian ini berupa tes kecerdasan, strategi membaca, menulis dan mengenali ortografi. Berdasar hasil tes, disimpulkan bahwa mereka yang bahasa ibunya Rusia menunjukkan kemampuan yang lebih tinggi tidak hanya dalam bahasa baru, bahasa Inggris, tapi juga dalam bahasa Ibrani. Mereka yang bilingual ini menunjukkan superioritasnya dalam melakukan perintah bahasa Inggris,  keterampilan menulis, dan kemampuan ortografi. Selisih skornya bahkan mencapai 35%.Menurut para peneliti, hasil ini menunjukkan banyaknya bahasa yang dikuasai berkorelasi signifikan dengan tingkat intelegensi. Artinya, semakin banyak bahasa yang kita pelajari, semakin tinggi tingkat kecerdasan kita. Yang cukup menarik dari kesimpulan para peneliti ini adalah pernyataan bahwa melestarikan bahasa ibu dalam lingkungan bilingual tidak berdampak negatif terhadap proses pembelajaran bahasa kedua. Bahkan, yang benar adalah sebaliknya. Keterampilan dan kefasihan dalam bahasa ibu membantu penguasaan bahasa kedua, dan keterampilan dalam dua bahasa dapat meningkatkan proses pembelajaran bahasa ketiga. Prof Abu-Rabia, salah satu peneliti, menegaskan bahwa kemampuan menerapkan keterampilan dalam satu bahasa ke dalam bahasa lain merupakan kemampuan kognitif yang sangat membantu setiap orang dalam proses belajar. Ia menambahkan bahwa pembelajaran bahasa ketiga akan sangat berhasil bila dimulai pada usia muda dan kalau diberikan dengan praktek yang sangat terstruktur dan substantif. Penelitian di atas sangat relevan dengan konteks keIndonesian. Masyarakat kita sebagian besar adalah penutur dua bahasa. Paling tidak bahasa ibu (yakni bahasa daerah) dan bahasa Indonesia. Bahkan, bisa jadi sebagian fasih dalam tiga bahasa. Misalnya mereka yang menikah dengan orang yang bahasa ibunya lain. Atau mereka yang bekerja di daerah yang bahasa kesehariannya berbeda. Artinya, berlatarkan hasil penelitian di atas, kita memiliki kelebihan untuk mempelajari bahasa ketiga. Dalam hal ini mungkin bahasa Inggris, yang sudah jadi bagian integral kurikulum pendidikan kita. Hanya saja kita harus ingat betul pesan 'terakhir' dari Prof Abu-Rabia bahwa kalau ingin berhasil, pembelajaran bahasa ketiga ini harus dimulai sejak dini dan terstruktur dengan rapih. Sepertinya, hal ini pun sudah berlangsung di Indonesia. Pelajaran bahasa Inggris sudah dimulai sedari kelas 4, bahkan sebagian sekolah memulainya dari kelas 1. Cuman, sayangnya, kurikulum pendidikan bahasa Inggris untuk SD ini belum terstruktur dengan baik. Bahkan terakhir sebelum saya meninggalkan tanah air, kurikulum resmi belumlah terbit. Mungkin masih dalam penyusunan. Atau jangan-jangan tidak ada yang merumuskan sama sekali. Mengerikan, kan? Alhasil, buku teks yang beredar cakupan materinya sangat beraneka ragam, karena memang tidak ada patokan. Yang saya perhatikan (kebetulan saya pernah menulis sebilagan buku ajar bahasa Inggris SD-perguruan tinggi), banyak materi yang tumpang tindih dengan materi bahasa Inggris SMP. Baik dari segi isi maupun pendekatan materinya. Belum lagi kualitas guru bahasa Inggris SD yang patut dipertanyakan. Sebagian SD tidak mampu membayar guru berkualitas, sehingga mereka memakai guru yang ada yang pernah belajar bahasa Inggris. Anda bayangkan sendiri bagaimana amburadulnya proses belajar-mengajar di kelas. Sangat disayangkan kalau potensi besar yang kita miliki (sebagai orang yang paling tidak fasih dalam dua bahasa) untuk mempelajari bahasa ketiga (baca: Inggris) menjadi sia-sia gara-gara pendidikan bahasa yang tidak jelas arahnya. Sepertinya, sudah saatnya membenahi pendidikan bahasa Inggris SD agar keberhasilan pembelajaran bahasa Inggris (sebagai bahasa ketiga untuk sebagian besar orang) bisa berwujud menjadi kenyataan. Kurikulum harus segera dirumuskan dan dibakukan, buku ajar diselaraskan dan guru yang ada diberikan pendidikan dan pelatihan. Dengan begitu, kita bisa berharap dalam beberapa tahun ke depan, kemampuan rata-rata bahasa Inggris anak kita bisa lebih unggul dibandingkan anak-anak dari negara yang berbahasa tunggal semisal China. Beberapa tulisan saya lainnya: Aku Ingin Jadi Presiden Tiga Bocah Cilik Jadi Mahasiswa Dari Profesor Sampai “Dude” Kirk Ferentz: Seorang PNS yang Bergajikan $3.675.000 Per Tahun Cambus: Transportasi Alternatif Kampus Amerika Dapatkan Color Printer EPSON C88+ Gratis

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun