Mohon tunggu...
Eri Kurniawan
Eri Kurniawan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Saya pelajar, pengajar dan orang yang akan senantiasa 'kurang ajar' (dalam makna positif). Sekarang sedang belajar di kota Iowa, negerinya Bang Obama. Motto: "Teruslah merasa kurang ajar, karena kalau merasa terpelajar, kamu akan berhenti belajar."

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

STMJ: Studi Terus Mabok Jalan

11 Januari 2011   19:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:42 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_84267" align="aligncenter" width="606" caption="Foto mahasiswa iowa yang seda berpesta pora"][/caption] STMJ sebagai salah satu jenis makanan--Susu Telur Madu Jahe--sudah banyak dikonsumsi orang Indonesia. Sepertinya, kalau orang kita ditanya apa itu kepanjangan dari STMJ, semuanya pasti tahu. Sekalipun, bagi sebagian orang, STMJ sudah dipelesetkan menjadi "Shalat Terus Maksiat Jalan", sebuah kritik terhadap individu yang rajin shalat tapi tak pernah absen juga melakukan maksiat. Siapa menyangka bahwa STMJ ini laku keras di Amerika Serikat. STMJ yang saya maksud di sini adalah "Studi Terus Mabuk Jalan" yang mengacu pada fenomena terkini sebagian (besar) mahasiswa di University of Iowa (UI), Amerika Serikat.  Sebenarnya, UI ini adalah kampus negeri yang rangkingnya cukup bagus. Tahun 2010, U.S. News & World Report memberikan rangking 29 kepada UI sebagai kampus negeri terbaik di AS. Bahkan, masih menurut laporan yang sama edisi 2011, 22 jurusannya masuk dalam rangking 10 besar di AS. Hebat tidak? Sayangnya, prestasi akademik UI ini tidak serta merta terejawantahkan langsung ke dalam kehidupan sosial mahasiswanya. Mengapa demikian? Karena tahun 2010 silam, menurut Princeton Review dan Playboy, UI menduduki peringkat 9 dan 10 sebagai party school (kampus tukang pesta). Tahu tidak apa kriteria kampus tukang pesta? Cuma tiga: konsumsi alkohol, narkoba dan tingkat kecabulan. Semuanya harus dalam tingkat tinggi (berlebihan). Wajar kalau kemudian pusat kota Iowa ini dijejali dengan pub, diskotik dan sejenisnya yang secara 'harmonis' berdampingan dengan gedung-gedung akademik. Jadi, ternyata, kampus UI ini banyak dihuni oleh orang-orang yang doyan menegak alkohol dalam jumlah yang di luar batas kewajaran, menggunakan narkoba dan seneng sama hal-hal yang berbau 'cabul'. Ironis bukan? Bayangkan, kampus negeri yang secara akademik memiliki prestasi tinggi seantero negeri dipenuhi oleh mahasiswa-mahasiswi yang kebiasaannya berpesta pora dan berhura-hura. Pertanyaannya, kok bisa? Padahal, dalam banyak kasus di negara kita, mahasiswa yang pekerjaannya berpesta pora, yang sangat intim dengan narkoba, alkohol dan seks, ujung-ujungnya penjara. Paling banter, mereka menjadi drop-outs. Nah, ternyata, dalam pengamatan saya, mahasiswa di sini lihai mengatur diri, membagi waktu dan menentukan skala prioritas. Akhir pekan biasanya mereka jadikan sebagai waktu berpesta, bermabuk ria, sementara hari lain mereka melakukan aktivitas biasa selaku mahasiswa. Semua itu sempat saya saksikan sendiri. Pernah suatu hari, seusai menghadiri undangan makan di tempat teman, saya menunggu bus kota di alun-alun. Karena kotanya kecil, transportasi di sini agak sulit. Selain jam sibuk, bus hanya beroperasi satu jam sekali. Karena sedikit telat tiba ke tempat tunggu bus, saya terpaksa harus menunggu bus sejam berikutnya. Waktu itu, jam tangan saya menunjukkan pukul 8:35. Suasana alun-alun mulai terasa ramai. Taksi-taksi yang mengangkut orang siap pesta pora pun berdatangan. Setelah satu jam menunggu, ternyata bus selanjutnya tak kunjung datang. Padahal, malam sudah semakin larut. Sekitar 9:30an. Orang-orang muda mulai berdatangan, antri di depan setiap diskotik yang berjajar dengan rapih di alun-alun. Sebagian besar mereka datang berkelompok. Dengan berpakaian pesta, sebagian mereka loncat-loncat, sembari berteriak-teriak. Saya pun takut dibuatnya. "Bagaimana urusannya kalau mereka mengganggu saya?", pikir saya waktu itu. Ge-er amat ya? :) Saya memutuskan untuk menunggu beberapa menit, berharap bus datang terlambat. Eh ternyata bus yang ditunggu enggan datang. Setelah jarum jam menunjuk ke angka 10. Saya akhirnya nekad pulang ke rumah dengan berjalan kaki. Perasaan takut, seram dan ngeri bercampur dalam diri, karena harus berjalan melewati pub-pub itu. Langkah kaki pun senantiasa diiringi dengan jeritan hati yang meminta pertolongan kepada Yang Di Atas. Alhamdulillah, setengah jam kemudian saya pun tiba di rumah dengan selamat. Di lain pihak, suatu waktu, saya mesti mengembalikan buku perpus. Dugaan saya, perpus akan sepi karena masih waktu itu Minggu sore. Eh, ternyata dugaan saya salah besar. Perpus begitu ramai dengan banyak mahasiswa yang nampaknya belajar, mungkin mempersiapkan kuliah besoknya. Padahal, biasanya, perpus itu sepi pengunjung selama akhir pekan. Nah, itulah mungkin keunikan (sekaligus anomali) orang sini. Mereka tahu kapan untuk memanjakan diri (dengan bermabuk ria) dan kapan untuk studi. Satu hal yang patut dicontoh oleh banyak mahasiswa kita. Bukan dalam hal berpesta poranya ya tapi dalam hal mengatur diri. Tulisan menarik lainnya: Jadi Pemulung di Amrik Pipis di Negerinya Obama Cari Terasi Sampai ke Washington DC Bule, kok Ngomong Sunda? Ke Amrik Bermodalkan Mimpi? Bisa Dong! Shalat aja Kok Repot!!! Sunda? Yes! Jawa/Bali? No!!! Bangkrut Gara-Gara Buku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun