Saya bertemu dengan ts dr. Anwar (sebut saja demikian), pada salah satu acara Workshop mengenai Public Relation. Kebetulan saya dipercaya panitia menjadi salah satu pembicara dengan topik Socmed dalam bidang PR (begitulah kira-kira, judul persisnya sudah agak lupa).
Dr Anwar ini seorang dokter sekaligus pemilik salah satu RS di Jakarta. Selama acara workshop berlangsung, dr Anwar salah satu orang yang paling sering berdiskusi. Saat lunch, beliaupun mendekati saya dan berbincang. Beliau tertarik kepada Socmed karena memiliki pandangan bahwa di era super kompetisi saat ini, sudah sepantasnya Rumah Sakitnya harus memiliki socmed.
Setelah workshop pertemanan saya dengan dr Anwar berlanjut via WA group saja, khususnya yang membahas management Rumah Sakit.
Beberapa minggu yang lalu, beliau kontak saya minta bertemu. Karena penasaran belum pernah berkunjung ke RSnya, lalu berkunjunglah saya ke rumah sakitnya. Setelah ngobrol sana-sini, beliau bercerita bahwa rumah sakitnya sudah memiliki socmed tapi koq, performancenya tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Sayapun kemudian mencoba melihat socmed RS tersebut. Apa yang terjadi?
Begini evaluasinya:
1. Memiliki banyak socmed
RS tersebut menerapkan multichannel socmed. Mulai dari Facebook, Twitter, Instagram dan katanya juga punya WAG untuk para pasien2nya.
2. Kerajinan timnya
Dari sisi kerajinan memposting, terlihat posting-posting di socmed tersebut, muncul setiap 1 - 2 hari/sekali
Lalu masalahnya di mana?
Tentu banyak faktor yang bisa menyebabkan performance tidak sebaik yang diharapkan, tapi yang paling kentara dan bisa terlihat seketika adalah soal design dan lay out gambar yang ditampilkan di socmed tersebut.
Sama semua.
Setelah ditanyakan ke tim yang mengelola socmed, ternyata gambar-gambar yang ditampilkan di socmed tersebut sama persis. Baik itu gambar yang ditampilkan di dalam rumah sakit (biasanya di papan pengumuman atau di lift bagian dalam), maupun di socmed maupun di WAG. Alasan tim socmednya, supaya informasi yang disampaikan bisa langsung terlihat semua. Kan kalau gambar dibuat polos (tanpa text) dan menambah informasinya dengan menggunakan caption socmed, begitu gambar di share, banyak informasi yang tidak masuk / hilang.
Menurut saya di sini kekeliruannya
Setiap media memiliki sifat dan karakteristik sendiri-sendiri agar informasi yang disampaikan itu bisa berhasil. Jadi sebaiknya gambar tersebut bisa disesuaikan dengan jenis dan kondisi media. Buatlah gambar sesuai dengan yang telah ditentukan di masing-masing media socmed. Ada ukuran dan syarat-syaratnya.
Apa yang saya lakukan?
Karena teman saya Ts dr Anwar tersebut (meskipun sangat open minded) belum memiliki account socmed, saya bukan HP saya dan saya tunjukkan socmed RSnya. Beliau baru sadar, tulisannya jadi kecil-kecil dan tidak terbaca. Seandainya mau diperlebar (di zoom), seketika juga akan balik (coba deh di Instagram).
Bagaimana kita bisa mengharapkan apa informasi yang kita sampaikan bisa ditangkap, kebaca saja sangat sukar.
Mudah-mudahan dengan membuat gambar yang sesuai dengan ketentuan di masing-masing social media, apalagi dengan memanfaatkan tagar (hal ini pernah saya ulas, silakan baca Note di Fanpage ini), posting-posting tim Socmed RS tersebut bisa lebih diminati orang.
Demikian sedikit informasi yang saya berikan semoga bermanfaat.
Intinya, jika memiliki banyak socmed, maka berilah informasi sesuai dengan karaketeristik socmed yang ada. Jangan 1 file untuk semua.
Bagaimana pendapat teman?
(gambar di atas adalah ilustrasi saja)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H