Mohon tunggu...
Erik Susanto Bara
Erik Susanto Bara Mohon Tunggu... Insinyur - tulisan yang mengubah dunia

membaca, menulis dan bertindak nyata adalah langkah menuju perubahan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Yang Tak kan Kembali

27 November 2019   16:05 Diperbarui: 28 November 2019   14:35 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ayah mengambil dompet dari kantong celana belakangnya “Ini saja dulu, pakai sampai habis. Jangan boros” kata ayah sambil memberikan selembar uang seratus ribu kepada ku.

“Oke ayah, terima kasih”

Ibu yang telah selesai mempersiapkan makanan untuk adik datang juga menghampiri ayah dan berkata, “ayah lama di proyek ?”

“Belum tahu, mungkin seminggu. kenapa?” jawab ayah

“Ayah kan ulang tahun 3 hari lagi, ibu sudah menghubungi keluarga yang tinggal dekat sini supaya datang, rencananya mau makan bersama”

“Ayah tidak tahu sempat datang apa tidak, soalnya ayah ada pekerjaan penting di lokasi. Kalau ayah tidak datang, tetap saja adakan kumpul keluarganya dan jangan lupa doakan ayah”

Tampak raut kecewa dari wajah ibu tapi ibu hanya bisa mengiyakan karena ibu tahu bahwa itulah risiko punya suami bekerja di proyek, sering keluar kota bahkan sering tidak hadir di hari – hari penting keluarga demi menjalankan tugas dan tanggung jawab. Ayah pun segera berangkat menuju lokasi proyek. Butuh sekitar 10 jam berkendara menggunakan mobil untuk sampai disana.

Keesokan harinya aku mengecek persiapan bakti sosial di sekertariat tidak jauh dari rumah. Tiba – tiba hp ku berdering. Ada telepon masuk dari sepupu yang tinggal dekat lokasi proyek ayah.

“Dimana sekarang dek?” tanyanya

“Di luar, lagi urus bakti sosial. Kenapa kak?”

“Pulang dulu ke rumah sekarang, temui ibu” katanya dengan tegas

“Untuk apa kak?”

“Dengar kakak saja, pulang sekarang dulu”

Tiba – tiba perasaan ku menjadi tidak enak. Ada apa sehingga aku disuruh pulang tiba – tiba? Segera ku tinggalkan sekertariat dan pulang menuju rumah. Saat dekat dengan rumah, aku melihat ada beberapa kendaraan terparkir di depan. Pikiran ku tambah menjadi – menjadi, ada apa ini? Saat tiba di depan rumah terdengar tangisan keras dari dalam. Aku segera masuk ke dalam rumah dan ku lihat keluarga dan kerabat telah memenuhi ruang tamu. Tampak raut sedih terpancar dari mata mereka. Tidak sedikit bahkan yang ikut menangis bersama ibu. Aku segera berlari ke arah ibu yang sedang menggendong adik dan memeluknya

Dengan terisak – isak ibu berkata “Ayah, ayaaah”

“Iya bu, kenapa ayah?”

Ibu hanya dapat menangis menjawab pertanyaanku

Aku terdiam.

Ini ada apa? Ada apa dengan ayah? Kenapa semua orang datang dan menangis? pikiran ku semakin tidak terkendali

Ibu kembali berusaha menyampaikan sesuatu. Dengan perlahan sambil mencoba menahan isak tangisnya ibu berkata,

“Ayaaaah, aayaaaah suuudah tidak ada” ibu kembali menangis, menangis semakin keras.

Air mata ku tiba – tiba jatuh membasahi pipi dan aku tidak mengerti maksud ibu apa ketika berkata ayah sudah tidak ada? Aku masuk ke dalam kamar dan menguncinya. Aku menelpon sepupu yang tadi menelpon ku.

“Kakak, kenapa ayah?”

“Sudah di rumah?”

“Iya sudah, kenapa ayah?”

“Begini, kamu yang sabar yah. Ayah tadi sore kena serangan jantung di lokasi proyek. Ayah sempat dilarikan ke rumah sakit tetapi ayah sudah tidak dapat tertolong”

Aku terdiam. Ku mati kan telepon ku.

Hening

Hanya hening.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun