Mohon tunggu...
Erik Muhammad Pauhrizi
Erik Muhammad Pauhrizi Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Prodi FTV UPI

Erik Pauhrizi, lahir di Bandung pada tahun 1981, saat ini aktif berkarya, dan berpameran sebagai seniman visual dengan fokus kepada isu-isu Post-Kolonial/ De-Kolonial melalui pendekatan konseptual, juga mengajar di Studio Film Prodi FTV UPI sejak tahun 2020. Erik lulus dari FSRD ITB pada tahun 2005 (Cum Laude), kemudian melanjutkan studinya di Program Studi Freie Kunst, di Studio Seni Video/ Film Eksperimental di bawah Profesor Michael Brynntrup dan Studio Fotografi di bawah Profesor Dörte Eißfeldt, berikut Studio Seni Lukis di bawah Profesor Olav Christopher Jenssen di Hochschule für Bildende Künste Braunschweig (HBK). Erik mendapatkan Diplom Bildende Kunst pada tahun 2012, kemudian mendapatkan Meisterschüler pada tahun 2016 dengan Penghargaan Meisterschüler Prize 2016.

Selanjutnya

Tutup

Film

Karya Film Eksperimental "Scopophilia" FTV UPI Akan Diputar di Program 50 Tahunnya Forum Film HBK Braunschweig

24 Oktober 2023   14:38 Diperbarui: 24 Oktober 2023   14:43 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karya Instalasi Film EksperimentalnyaShelvira Alyya “Si Merah, 2023” di Pameran Scopophilia, Bosscha Space. Sumber: Dokumen penulis.

Arsya Ardiansyah, Nanda Maulana, dan Shelvira Alyya, adalah tiga alumni lulusan Studio Film Prodi FTV UPI yang baru saja menyelesaikan perjalanan akademik strata satunya, melalui penelitian estetika praktik penciptaan karya film eksperimental, membicarakan diri dan medium film secara kontekstual, material, bentuk, komposisi memposisikan di dalam motif si penciptanya secara reflektif dan mendalam. Arsya, Nanda, dan Shelvira menyebut diri mereka sebagai seniman gambar bergerak bergeser dari penamaan pembuat film "filmmaker." Scopophilia adalah judul pameran bertiga yang mereka pilih, secara harfiah mengacu kepada pandangan yang didominasi oleh laki-laki di dalam perkembangan Sinema Hollywood, dimana dalam catatannya, perempuan hanya dijadikan objek untuk dilihat saja, tidak sebagai jender yang memiliki identitas dan suara. Teori yang digagas oleh Laura Mulvey pada tahun 1975 berjudul "Visual Pleasure and Narrative Cinema," memperlihatkan ketidakseimbangan cara pandang laki-laki dan perempuan, dia dipercayai di dalam dunia sinema, dunia yang nyata dan juga dunia gagasan. Penonton dipaksa untuk melihat dari sudut pandang laki-laki atau pria heteroseksual, teori male gaze, dipinjam oleh ketiga mahasiswa studio film sebagai calon sarjana seni ketika itu, sebagai kerangka berpikir yang mereka kendarai dalam menyangkal identitas tubuh sinema dan representasi jender seksual, menempatkan diri mereka sebagai kritik status objek penampilan fisik atau luaran saja. Secara reflektif, medium film dan tubuh perempuan di dalam sinema lebih sering dilihat dalam persfektif sekunder saja.

Presentasi Proses Kreasi Scopophilia bersama Pendamping dan Penguji dari Prodi FTV dan FPSD UPI di Goethe-Institut Bandung. Sumber: Dokumen penulis.
Presentasi Proses Kreasi Scopophilia bersama Pendamping dan Penguji dari Prodi FTV dan FPSD UPI di Goethe-Institut Bandung. Sumber: Dokumen penulis.

Secara kehadiran, Pameran Scopophilia menjadi gestur yang vital di dalam praktik penciptaan, baik di ruang akademik, medan seni dan ekosistem film, dengan memunculkan teks yang sebelumnya sering muncul tapi dianggap tidak penting bagi dirinya dan juga bagi penonton. Menurut Arsya, Nanda, dan Shelvira, male gaze di dalam konteks manusia dan juga sinema telah mengarah kepada ideologi-ideologi hegemonik dan telah melahirkan female gaze, karena realitas yang cerminkan oleh media terlalu sering berkomunikasi dari satu perspektif. Seiring waktu kemudian perempuan dan sinema menemukan dirinya masuk ke dalam tatapan laki-laki dan industri sinema yang maskulin, membuat mereka kemudian memandang tubuh dan sinema sebagaimana laki-laki memandang dan berakhir dengan mengobjektifikasinya. Hasilnya membuat Arsya, Nanda, dan Shelvira mencoba masuk ke dalam, memahami narasi tubuh mereka sendiri, melihat fungsi karakter-karakter yang dibangun di dalam film mereka dan medium film dalam berbicara dengan penonton. Scopophilia di hadirkan di dalam dua ruang presentasi, presentasi pertama dalam bentuk pameran dibuka pada tanggal 01 Juli 2023, di Bosscha Space, dan presentasi kedua sebagai ruang diskusi proses dilakukan pada tanggal 07 Juli 2023 di Goethe-Institut Bandung, keduanya dirancang untuk mengeksplorasi bagaimana eksperimentasi di dalam tubuh sinema dapat menjelajahi relevansi tubuh ingatan, pengalaman, dan mempertanyakan apa yang sampai membentuk wacana kritis kognitif trauma yang mengganggu perkembangan ingatan dalam dirinya untuk diberdayakan dalam membentuk gagasan karya. "Kami mengalami banyak pergeseran makna diri setelah mempelajari perubahan demi perubahan definisi film di abad ke-20 dan -21, tentang segala bentuk dan fungsi film secara klise, namun yang terpenting saat ini adalah terus menerus berproses, berkarya, dan berdialog" menurut Shelvira sebagai salah satu seniman, mengatakannya dalam proses pendampingan pameran ini. 

Karya Instalasi Film Eksperimentalnya Arsya Ardiansyah “Lamentation, 2023” di Pameran Scopophilia, Bosscha Space. Sumber: Dokumen penulis.
Karya Instalasi Film Eksperimentalnya Arsya Ardiansyah “Lamentation, 2023” di Pameran Scopophilia, Bosscha Space. Sumber: Dokumen penulis.

Arsya berbicara perihal "pembuat film dan seniman gambar bergerak tidak boleh hanya memikirkan sisi kontekstual dan bentuk dari karya sinemanya saja, tetapi bagaimana makna film dilihat dari fungsi terhadap masyarakat bisa menggagas metodologi penciptaan baru, sehingga film bisa tumbuh terus." Arsya yang memposisikan dirinya tidak hanya sebagai seniman, tetapi juga sebagai agen pemberdayaan masyarakat, dimana karya yang dibangun di dalam pameran ini melibatkan kolaborasi dengan keilmuan di luar seni di bawah laboratorium sains Lokus Foundation dan Lembaga Kebudayaan Nir Laba, Rakarsa Foundation. Karya Arsya banyak memperlihatkan visualisasi puitik, citraan rekaman cairan air ludah, lendir, dan urin yang dijangkau dalam kacamata mikroskopik, menampilkan "Lamentation" sebuah langkah pelacakan narasi artistik representasi simbolis dari tubuh dan kesadapan manusia, mengungkapkan hasrat dan ketegangan tersembunyi dari tubuh. Pentonton seolah-olah dibawa untuk meneliti dan memilih narasi dari pergerakan-pergerakan organisme kecil, ikut berkesperimentasi dengan senyawa metil sebagai teknik membangun tensi drama dalam struktur pembabakan sinema yang baru. Secara konseptual narasi karya Arsya berisi kode teks yang baru dan relevan, mempelajari lebih lanjut tubuh jender dan seksual, dan tubuh sinema baru. Konsentrasi Studio Film Prodi FTV UPI mencatat sebuah sejarah yang membanggakan dengan telah meluluskan para beberapa seniman gambar bergerak dan sineas muda, menetapkan standar baru karya studio secara baik, terukur dan terstruktur, dimana para proses pembelajaran film berbasis penelitian berhasil menganalisis sinema di dalam praktik akademik lebih lanjut, membenturkan proses berpikir dengan pengalaman empiris, menghubungkan film dengan seni, sains, kejiwaan, desain, dan teknologi. Menghasilkan sebuah pameran yang provokatif dan optimis tentang kemampuan film untuk meningkatkan kehidupan manusia, tanpa harus mengabaikan masalah-masalah yang ditimbulkan oleh pergeseran bagaimana karya film dimaknai saat ini. 

Karya Instalasi Film Nanda Maulana “Sutra-Bapak dan Ibu-Ibu Palsu, 2023” di Pameran Scopophilia, Bosscha Space. Sumber: Sumber: Dokumen penulis.
Karya Instalasi Film Nanda Maulana “Sutra-Bapak dan Ibu-Ibu Palsu, 2023” di Pameran Scopophilia, Bosscha Space. Sumber: Sumber: Dokumen penulis.

Nanda Maulana yang berkisar tentang dunia yang direnggut oleh realitas-realitas palsu, dia merespon praktiknya dengan memberdayakan kepalsuan itu, "Sutra-Bapak dan Ibu-Ibu Palsu," judul dari film fiksi eksperimentalnya memainkan kecanggunngan, gangguan footage, dan penglihatan dengan memainkan lapisan demi lapisan adegan dalam representasi gambar bertumpuk yang baru. Sebuah artikulasi pemberdayaan tubuh sinema yang baru, Nanda memainkan tafsiran dan rancangan ulang tubuh untuk mematik penonton dalam memahami apa yang sebenarnya terjadi. Apakah tubuh yang mereka dan apa yang telah direpresentasikan oleh medium popular saat ini adalah merupakan satu opsi yang berbicara tentang kebenarannya yang berfungsi dengan benar. 

Karya Instalasi Film EksperimentalnyaShelvira Alyya “Si Merah, 2023” di Pameran Scopophilia, Bosscha Space. Sumber: Dokumen penulis.
Karya Instalasi Film EksperimentalnyaShelvira Alyya “Si Merah, 2023” di Pameran Scopophilia, Bosscha Space. Sumber: Dokumen penulis.

"Si Merah, (I Show You The Red One)" karya Shelvira yang paling melekatkan relasi gagasan karyanya dengan kritik male gaze, memperlihatkan bahwa tubuh perempuan yang diartikulasi sebagai objek menjadi sangat kuat di dalam citraannya, memainkan interaksi dengan teks yang ditarik keluar dari bahasa sinema, membentuk sebuah film instalasi, mengarahkan benda asing yang berisi narasi teks elektronik berjalan, secara naluriah membentuk pengalaman baru menonton dan mencari fungsi operasi film yang baru. Shelvira mengambil tantangan sebagai seniman gambar bergerak perempuan, merespon perubahan peran jendernya dalam sinema di saat ini dan masa depan, menitik beratkan eksplorasi gestur tubuh komunal di dalam citraan warna merah.

Meskipun Pameran Scopophilia menjanjikan hal yang menggembirakan, namun masih terdapat beberapa masalah yang harus diantisipasi bagi mahasiswa-mahasiswa studio film lainnya, merespon seniman intelektual yang akan selalu mempertanyakan disposisi dirinya dengan medium gambar bergerak ini, secara lebih artikulatif dan komunikatif. Terdapat ketidakseimbangan antara proses pembelajaran di dalam kurikulum yang dibangun di sebuah program studi baru, dimana mahasiswa studio film secara individu perlu melakukan lebih banyak upaya untuk lebih berproses dalam pencarian makna diri. Dua mahasiswa lainnya yang juga berproses sebelumnya, tidak dapat mengikuti ritme praktik penciptaan, karena masih berurusan dengan masalah-masalah klise yang lama, sehingga tidak bisa bergabung dalam pameran, harus melanjutkan proses kreasinya sampai lintas semester ganjil. Bagaimanapun, teks eksperimentasi pameran Scopophilia ini masih terasa kuat ketika dibaca dan direspon oleh Forum Film 50 Jahre Filmklasse der HBK Braunschweig, dimana karya Arsya, Nanda, Shelvira dua karya mahasiswa studio film yang masih berjalan, karya Andi Ahmad Faisal yang berjudul "Kepercayaan (Belief)" dan karya Laudza Dermaga yang berjudul "Beli, beli, beli buy, buy, buy," akan akan diputar di Jerman, pada tanggal 15 Januari 2024, sebagai bagian dari penelusuran pencatatan 50 tahun Kelas Film Eksperimental dan Seni Video HBK Braunschweig, salah satu kelas tertua di Universitas Seni Brunswick Jerman yang secara eksplisit mendedikasikan terhadap penelitian seni gambar bergerak, penelitian artistik dan karya-karya eksperimental. Alumni-alumninya telah telah membentuk komunitas film dan kelas-kelas film eksperimental baru di berbagai penjuru dunia, dimana salah satu lulusannya, menggagas Studio Film Eksperimental di FTV UPI. Selamat terus berkarya dan bersinema bagi seniman-seniman muda lulusan Studio Film Prodi FTV UPI dan juga bagi mahasiswa yang masih menjalani proses akademik!

Link program 50 Tahun Forum Film HBK Braunschweig, Jerman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun